OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 03 Desember 2017

Reuni 212, Wartawan Senior: Mereka Panik Melihat Semangat Baja yang Ternyata Tidak Surut

Reuni 212, Wartawan Senior: Mereka Panik Melihat Semangat Baja yang Ternyata Tidak Surut


10Berita - Banyak orang yang pusing memikirkan apa alasan umat Islam kumpul lagi di Jakarta dengan tema Reuni 212. Mereka sibuk mencari logika di balik “kumpul lagi” itu. Sibuk mencari jawaban, “untuk apa?”.

Bagi mereka, reuni semacam ini tidak ada gunanya. Sia-sia! Buang-buang waktu, tenaga dan dana.

“Mereka” yang sibuk memikirkan alasan kumpul itu, ada dua golongan. Yang pertama adalah “mereka” yang benar-benar tidak paham mengapa umat Islam harus datang lagi ke Jakarta pada HUT aksi damai 212. Yang kedua adalah “mereka” yang selalu mengantongi kalkulator politik; yang membawa sempoa politik ke mana-mana karena “mereka” paranoid.

Yang pertama. Mereka ini tidak banyak jumlahnya. Mereka dari hari ke hari sibuk dengan dunianya, tidak mau tahu dengan keniscayaan untuk membangun persatuan di kalangan umat. Sebagian mereka malah merasa tidak perlu mempersoalkan siapa yang seharusnya menjadi pemimpin dan bagaimana umat harus dipimpin.

Bagi mereka, yang paling penting adalah roda kehidupan biologis bisa berjalan normal, ada penghasilan, dan makan-minum lancar. Dalam bahasa percandaan biasa disebut “yang penting dapur berasap, perut kenyang”. Jadi, kalau “parameter perut” ini tidak bermasalah, sudah cukup. Tidak perlu memikirkan bagaimana kondisi umat, siapa yang memimpin umat, apa-apa saja tantangan yang dihadapi umat, dlsb.

Karena itu, mereka merasa tidak perlulah bersusah payah beraksi solidaritas dan mengekspresikan keresahan terhadap cara negara dikelola oleh pemegang kekuasaan. Tidak perlu aksi damai umat Islam, apalagi disusul pula dengan kumpul-kumpul reuni seperti Reuni 212, kemarin. Inilah “mereka” yang masuk golongan pertama.

Kemudian ada “mereka” kategori kedua. Yaitu, orang-orang yang sangat sadar bahwa aksi damai umat yang menunjukkan persatuan adalah “ganjalan” bagi mereka. “Mereka” ini adalah pemegang kekuasaan dan para pendukung serta simpatisannya. Ke mana mereka pergi, kalkulator politik selalu ada di saku. Sempoa politik tetap ada di laci meja kerja mereka.

Begitu ada aksi umat, baik aksi damai setahun yang lalu maupun aksi reuni, kalkulator dan sempoa langsung dikeluarkan untuk menghitung apa maksud reuni, mengapa jutaan orang masih saja rela datang ke Jakarta dari tempat yang jauh-jauh, siapa dalangnya, ke mana arahnya, dll. Semua dihitung. Berhitung sambil memikirkan bagaimana cara untuk membuat agar solidaritas umat bisa sirna.

Maka, “mereka” jenis kedua ini akan menggunakan segala macam lembaga yang ada di tangan mereka untuk merancang “software” yang bisa melemahkan semangat juang umat. “Mereka” juga menggunakan para pendukung intelektual untuk disebar ke segenap penjuru media kaki-tangan, untuk “menertawakan” aksi Reuni 212. Mereka bermunculan di layar kaca TV-TV pembebek dengan komentar-komentar yang intinya “membodohkan” umat yang berkumpul di Jakarta. Barisan “mereka” di medsos pun melancarkan gempuran sinistis terhadap reuni.

Dan, TV-TV pembebek pun memahami keinginan “mereka”. Stasiun-stasiun anti-umat itu tidak menampilkan aksi reuni sebagai berita. Atau, setidaknya mereka sengaja mengecilkan peristiwa itu dalam pemberitaan.

Intinya, “mereka” panik. Panik melihat tekad dan semangat baja yang, ternyata, tidak surut di kalangan umat. Panik karena instink paranoid “mereka” mengatakan bahwa aksi-aksi reuni semacam 212 mengindikasikan bahwa persatuan umat telah teruji.

Mereka panik karena mereka telah terlanjur merancang dan mengimplementasikan langkah-langkah politik yang menempatkan umat Islam sebagai musuh mereka. Sesuatu yang sangat keliru. Keliru besar. Padahal, umat ini tidak bermaksud memusuhi mereka sepanjang mereka tidak memusuhi umat.

Setelah Reuni 212, hampir pasti kalkulator dan sempoa politik “mereka” menghasilkan hitungan yang membuat perasaan menjadi tak enak. Sebab, tahun politik tidak jauh lagi.

Kalau umat bisa menjaga momentum persatuan seperti yang tampak sekarang ini, berarti ada ancaman nyata terhadap eksistensi kekuasaan “mereka”.

Oleh Asyari Usman
Wartawan Senior

Sumber :www.tribunislam.com

Related Posts:

  • Kabar Gembira Bagi Para Penggenggam Bara Di Akhir ZamanKabar Gembira Bagi Para Penggenggam Bara Di Akhir Zaman Oleh: Abu Fatiah Al-Adnani | Pakar Kajian Akhir Zaman 10Berita  – Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda: يَأْت&#… Read More
  • Qolbun Maridh (Hati yang Sakit), Apa Itu?Qolbun Maridh (Hati yang Sakit), Apa Itu? 10Berita, CIRI-ciri orang yang memiliki hati yang sakit, tak ubahnya seperti gelas kusam yang berisikan air keruh. Jangankan sebutir debu  yang mencemarinya, paku payung, jarum,… Read More
  • 10 Macam Rasa Malu, Ini Dia10 Macam Rasa Malu, Ini Dia 10Berita, RASA malu wajar pernah menghinggapi setiap diri yang bernyawa. Sebab rasa malu merupakan fitrah. Allah SWT memberikan hamba-Nya rasa malu bukan karena tidak ada sebabnya atau manfaatnya.… Read More
  • Qolbun Mayyit (Hati yang Mati), Apa Itu?Qolbun Mayyit (Hati yang Mati), Apa Itu? 10Berita, HATI yang mati tak ubahnya seperti jasad yang tidak bernyawa. Kendati dicubit, dipukul bahkan diiris sekalipun, ia tidak akan merasakan apa-apa. Bagi orang yang hatinya suda… Read More
  • Qolbun Shahih (Hati yang Sehat), Apa Itu?Qolbun Shahih (Hati yang Sehat), Apa Itu? 10Berita, SESEORANG yang memiliki hati yang sehat, tak ubahnya dengan memiliki tubuh yang sehat. Ia akan berfungsi optimal. Ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas suat… Read More