OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 26 Desember 2017

Wahai Kaum Muslim! Al-Aqsa Memanggil!

Wahai Kaum Muslim! Al-Aqsa Memanggil!

Oleh: Nila Indarwati (Mahasiswi STIS SBI-Surabaya)

Siapa yang dengan tega melihat tanah suci-nya direbut. Siapa dengan tulus ikhlas memberikan tanah yang diberkahi diambil alih oleh pejahat laknatullah. Ketika iman masih dikandung badan. Ketika Allah dan Rasul-Nya masih menjadi yang pertama dalam hidup. Juga tatkala sejarah telah menorehkan kisah bagaimana perjuangan mulia para pahlawan Islam memperjuangkannya. Sungguh mempertahankan kemuliaan tanah suci ini adalah sebuah keniscayaan.

Adalah Yerusalem, yang terletak di Palestina, dinyatakan oleh Presiden AS pada hari Rabu, tanggal 6 Desember 2017 di Gedung Putih waktu setempat, bahwa Trump telah mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. (republika.co.id, 7/12/2017).

Lebih lanjut, seperti dilansir oleh republika online pada 7 Desember 2017, menurut Trump, keputusannya itu akan membawa Palestina dan Israel semakin dekat pada rekonsiliasi damai. Dia menyatakan, politik luar negeri AS selama ini perlu sesuatu yang baru.

"(Mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel) itu adalah langkah kita menuju proses perdamaian. Dan lucu bila kita menganggap pengulangan cara yang sama akan membawa pada hasil yang berbeda," kata Trump.

Sontak, pernyataan ini mengundang perhatian dunia. Juga memunculkan kemarahan teramat dalam bagi kaum muslimin. Pasalnya, Yerusalem adalah bagian dari  kota suci bagi umat Islam, yaitu Palestina. Kiblat pertama bagi umat Islam. Ada banyak darah syuhada mengalir disana.

“Tanah Palestina adalah wakaf milik umat Islam. Tak ada seorang pun yang boleh membiarkan tanah ini lepas walaupun hanya sejengkal!” (Syaikh Ahmad Yasin, republika Online, 19/6/2011)

Pernyataan ini sejatinya mengingatkan kita kembali dari pernyataan Sultan Abdul Hamid II, Khalifah Utsmaniyyah, dimana beliau tentunya sangat memahami status dari tanah Palestina dalam pandangan Islam sebagai tanah wakaf milik kaum Muslim.

Kala itu, Khilafah Utsmani sedang mengalami krisis keuangan, kesempatan ini menjadi celah bagi elit Yahudi untuk menawarkan bantuan keuangan pada Khalifah sebagai kompensasi penempatan mereka di Palestina. Namun, Sultan Abdul Hamid II menolaknya dengan tegas. Khalifah dengan lantang dan penuh wibawa menyampaikan pada Hertz melalui Perdana Menterinya:

“Nasihatilah Dokter Hertz, janganlah dia mengambil alih langkah serius dalam hal ini. Sesungguhnya aku tidak akan melepaskan bumi Palestina meskipun hanya sejengkal. Tanah Palestina bukanlah milikku , tetapi milik kaum Muslim. Rakyatku telah berjihad untuk menyelamatkan bumi ini dan mengalirkan darah demi tanah ini. Hendaknya kaum Yahudi menyimpan saja jutaan uangnya. Jika suatu hari nanti Khilafah terkoyak-koyak, maka saat itulah mereka akan sanggup merampas Palestina tanpa harus mengeluarkan uang sedikitpun. Selagi aku masih hidup, maka goresan pisau di tubuhku terasa lebih ringan bagi diriku daripada aku harus menyaksikan Palestina terlepas dari Khilafah. Ini adalah perkara yang tidak boleh terjadi!” (Arief B. Iskandar, Palestina, Al-Quds, Jihad dan Khilafah, 8/12/2017)

Sangat jelas bahwa tanah Palestina adalah tanah mutlak milik kaum Muslim. Tanah Palestina telah berada di bawah kekuasaan Islam sejak dibebaskan oleh Umar bin Khaththab ra. Pada tahun 15H. Beliau yang langsung menerima tanah tersebut dari Pendeta Safronius di atas perjanjian ‘Umariyah, yang diantara isinya adalah usulan dari orang-orang Nasrani, yaitu “Agar orang Yahudi tidak boleh tinggal di dalamnya.”

Namun, sejak Khilafah runtuh pada 1924, sebagaimana yang diucapkan oleh Sultan Abdul Hamid II, akhirnya bumi Palestina jatuh ke tangan zionis Yahudi tanpa mereka harus mengeluarkan uang sepeser pun.

Pada 1948, Yahudi berhasil mendirikan entitas negaranya dengan menduduki 77% tanah Palestina dan mengusir 2/3 rakyat Palestina dari tanah mereka. Sejak pendudukan itu, tak sedikit orang Palestina pergi ke luar wilayahnya menuju ke tempat-tempat lain. Selain itu, di bawah pendudukan dan kekejaman Israel sang penjajah, rakyat Palestina harus menderita. Sejak 1948 hingga detik ini, sudah ribuan menjadi korbannya. Puluhan ribu luka-luka, cedera bahkan cacat, artisan ribu kehinlangan rumah, tempat tinggal  dan pekerjaan, ribuan wanita dilecehkan kehormatannya, ratusan ribu anak-anak menjadi yatim piatu.

Harus berapa puluh ribu lagi saudara-saudara Muslim kita menjadi korban kebengisan Israel dan krooni-kroninya? Kejadian ini harusnya semakin membuat umat Muslim sadar. Bahwa permasalahan ini tak semata masalah kemanusiaan. Lebih dari itu, ini adalah masalah aqidah umat Muslim. Tanah Palestina adalah tanah kaum muslim dimana di tanah ini berdiri Al-Quds. Setidaknya ada beberapa kemuliaan dan sejarah penting yang dimiliki al-Quds.

Pertama, tanah wahyu dan kenabian. Dari Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Para Nabi tinggal di Syam dan tidak ada sejengkal pun kota Baitul Maqdis kecuali seorang Nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.” [HR at-Tirmidzi]

Kedua, tanah kiblat pertama kaum Muslim. Arah pertama bagi Rasulullah saw. dan kaum Muslim adalah Baitul Maqdis/al-Quds sampai Allah swt. menurunkan wahyu untuk merubah arah kiblat kea rah Ka’bah [QS 2: 144].

Ketiga, masjid al-Aqsa adalah tempat suci ketiga bagi kaum Muslim dan satu dari tiga masjid yang disebutkan Rasulullah saw. untuk dikunjungi. Beliau bersabda, “Tidaklah diadakan perjalanan dengan sengaja kecuali ke tiga masjid: Masjidku ini (Masjid Nabawi di Madinah), Masjidil Haram (di Makkah) dan Masjid al-Aqsa.” [HR Bukhari-Muslim]

Maka, sudah jelas seharusnya perkara Palestina ini bagi kaum Muslim. Juga bagi negeri ini yang mayoritas Muslim. Langkah strategis akan mampu diemban oleh sebuah institusi yang membela pada Haq. Sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslim negeri ini juga bagi negeri ini sendiri untuk menyerukan jihad fi sabilillah terhadap perkara ini. Wallahu’alam. [syahid/]

Sumber :voa-islam.com