BEGINI KELAKUAN "DOUBLE-KOTAKERS"
"Elu mimpi saja terus, kapan kerjanya kalau bacotnya di Twitter mulu Uno ? Sekarang bukan saatnya untuk bacot. Tapi saatnya untuk kerja, kerja dan kerja. Jadi stop untuk pakai target segala. Paham loe Uno?" (@patria_gusti).
Melihat SS-an komentar nyinyirnya seorang Double-Kotakers terhadap kerja dan kinerja Anies-Sandi benar-benar membuat saya marah.
Sengaja saya pakai istilah "Duoble-Kotakers", untuk membedakan kelompok Super Dungu ini dengan Ahoker maupun Jokower lain yang walaupun sama-sama memakai identitas kebanggaan baju kotak-kotak, tapi masih waras dan bisa berpikir jernih.
Bagi Double-Kotakers ini, kebenaran itu bukan pada objek tapi pada subjek-nya. Bagi mereka nilai kebenaran adalah pada Jokowi atau Ahok-nya.
Apapun tindakan Jokowi atau Ahok bagi Double-Kotakers adalah kebenaran. Tidak perduli bertentangan dengan budaya,norma bahkan hukum di negeri ini.
Ketika Ahok mau menerbitkan sertifikat lonte misalnya, biarpun prostitusi dilarang semua kita suci agama yang di Indonesia, tapi karena itu ide Ahok, jadi tidak salah.
Ketika Ahok menggusur Bukit Duri, walaupun masih sengketa dan proses hukum dan ternyata masyarakat di sana di menangkan oleh pengadilan, tapi bagi kelompok Double-Kotakers, yang salah tetap masyarakat. Alasannya sederhana, Ahok adalah kebenaran.
Bahkan ketika Ahok sebagai pemimpin Jakarta berulangkali memaki rakyat kecil dengan kata favorit, "taik-taik, nenek lo, bangsat" dan makian lainnya, bagi Double-Kotakers tetap saja tidak ada yang salah.
Sebaliknya, setelah Anies-Sandi memimpin Jakarta, semua kebijakan Anies-Sandi dianggap salah.
Anies-Sandi menutup Alexis mereka teriak-teriak kesurupan seperti kerasukan iblis, padahal germo pemasok "bidadari-nya" saja, diam tidak bersuara.
Giliran Anies-Sandi menata Tanah Abang tanpa mengorbankan pedagang kaki lima, mereka tiba-tiba murka seakan manusia paling tertib sedunia, padahal demo dengan jumlah orang seupil aja sampahnya memenuhi seluruh Monas.
Paling lucu ketika Anies-Sandi mewacanakan menghidupkan Becak di DKI, tiba-tiba saja mereka seperti perduli saja kepada manusia.
Bahkan ada seekor Betina Double-Kotakers yang dengan Pede-nya menuduh profesi Mbecak sebagai masyarakat kelas sudra. Tau apa kalian Double-Kotakers tentang kemanusiaan kalau masyarakat kalian golongkan berdasarkan pekerjaan dan harta?
Berhentilah kalian wahai Double-Kotakers memuja manusia. Gunakan akal dan kejernihan pikiran untuk menilai kebenaran.
Kalian boleh tetap mendukung Pak Jokowi, tapi harus tetap bisa kritis terhadap semua kebijakan yang memberatkan rakyat.
Kita mendirikan Negara ini untuk memakmurkan dan mensejahterahkan semua rakyat, bukan untuk melayani Penguasa dan para Konglomerat.
Hormati dan dukung kalau ada Pemimpin yang berkerja untuk Masyarakat, misalnya di DKI Mas Anies Baswedan dan Bang Sandiaga Salahuddin Uno.
Bukan malah memaksa mereka untuk kerja...kerja...kerja tanpa target dan perencanaan.
Kata Buya Hamka "Kalau hidup sekedar hidup, Babi di Hutan juga hidup. Kalau Kerja sekedar Kerja, Kera di hutan juga bekerja".
Jadi kalau Pemimpin sekedar bisa memimpin, Abu Jahal juga seorang Pemimpin. Kalau Pemimpin hanya bisa bekerja tanpa Perencanaan, makanya Negara makin banyak menumpuk hutang !
(Azwar Siregar)
__
Sumber: fb penulis, PI