IKADI: Pasal Ujaran Kebencian dan SARA Belum Jelas Ukurannya
yahya g nasrullah/hidayatullah.com
Menag Lukman Hakim Saifuddin (kiri) menerima cinderamata dari Ketua Umum IKADI Ahmad Satori Ismail saat Pembukaan Munas ke-2 IKADI di Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat (12/02/2015).
10Berita – Pengurus Pusat Ikatan Dai Indonesia (PP IKADI) menyesalkan langkah
tegas kepolisian dalam menindak tegas perkara hukum yang dijeratkan kepada dai atau ulama. Padahal, sosialisasi mengenai undang-undang yang katanya berpotensi “dilanggar” oleh ulama dan berkonsekuensi pidana dinilai masih minim.
Ditambah lagi pasal yang dikenakan kepada ulama seperti hate speech (ujaran kebencian), belum memiliki ukuran yang jelas.
“Para mubaligh harus mendapat sosialisasi terlebih dahulu, sehingga para dai bisa menyadari
bahayanya apa yang dalam UU dilarang, jadi disosialisasikan terlebih dahulu, barulah pidana diterapkan. Janganlah ada orang yang belum mengerti kemudian diberikan punishment (sanksi, Red),” kata Ketua Umum IKADI Ahmad Satori Ismail, Kamis (18/01/2018).
Baca: UZMA: Saya Singgung Komunis, Syiah, dan China Disebut Ujaran Kebencian
“Ujaran kebencian atau tidak, harus jelas ukuran-ukuranya. Ada peringatan terlebih dahulu, tidak langsung disidik. Namanya dai dalam berdakwah mungkin ada kata yang lepas tidak sengaja,” tambahnya.
Satori menambahkan, selama ini, UU terkait ujaran kebencian dan SARA yang belakangan ini ramai dibicarakan belum banyak disosialisasikan kepada para dai.
Untuk itu, ia meminta Polri dan Kementerian Agama lebih aktif mengambil peran tersebut. Sosialisasi bisa dilakukan dengan menggandeng ormas-ormas Islam dan organisasi-organisasi dai.
Menurutnya langkah ini akan lebih baik daripada langsung menerapkan pidana, tanpa disertai sosialisasi yang memadai.
Satori juga meminta pihak kepolisian tidak tebang pilih dan diskriminatif dalam menindak pelaku pelanggaran UU serupa (hate speech dan SARA), yang menjerat tokoh lain.
Satori juga mendorong kepolisian melakukan mediasi terlebih dahulu dalam menyeleseikan kasus hukum yang menimpa Ustadz Zulkifli Muhammad Ali (UZMA). Diketahui, dai yang dikenal dengan sebutan Ustadz Akhir Zaman itu ditetapkan sebagai tersangka bahkan sempat diperiksa Bareksrim Polri di Jakarta, Kamis (18/01/2018).
“Orang menyampaikan data-data selama tidak menuduh seseorang si A si B, jumlah kemiskinan, mungkin ada tempat judi sekian, wajar-wajar saja. Di Youtube hal yang masih wajar, kalau dibandingkan Laiskodat,” terang Satori menyinggung politisi Partai NasDem, Viktor Laiskodat, yang dalam pidatonya menyinggung persoalan SARA di Kupang, NTT, beberapa waktu jauh sebelum UZMA ditersangkakan.
Baca: Soal Kasus Viktor dan Novel, Pengamat: Polisi Cenderung Ambivalen
Hingga saat ini kasus Viktor diketahui belum jelas proses hukumnya, meskipun berbagai pihak sudah menuntut kepolisian menindak tegas.
Sementara itu, Kementerian Agama merekomendasikan agar para mubaligh menerapkan pendekatan soft dalam menyampaikan dakwahnya.
Kemenag juga menyarankan para dai dan mubaligh mampu menyesuaikan materi dakwah dengan kondisi masyarakat yang majemuk dan menjaga perasaan umat lain dengan memilih materi-materi dakwah yang moderat.
“Kita harus mempertimbangkan kemajemukan, dalam kelompok-kelompok Islam sendiri, kan, juga majemuk, karena ini konteks kebangsaaan, menyangkut SARA, penyampaiannya harus bagus, sehingga tidak kontraproduktif dari niat itu sendiri,” kata Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama, Mastuki.
Untuk mengantisipasi kriminalisasi ulama, IKADI meminta para dai lebih berhati-hati dalam menggunakan kata-kata dalam berdakwah, serta menghindari pembahasan mengenai politik praktis dan khilafiyah.
“Dai itu menyampaikan amar makruf nahi munkar, tanpa harus memunculkan kemungkaran yang lain,” pungkas Satori.*
Rep: Anton R
Editor: Muhammad Abdus Syakur
Sumber : Hidayatullah.com