Jejak Islam di Burundi
10Berita , JAKARTA -- Islam diperkenalkan oleh pedagang Arab dan Swahili. Sejak awal abad ke 19, kafilah yang datang dari pantai Samudera Hindia menembusUjiji (sekarang di Tanzania), di tepi Danau Tanganyika mencari gading dan kemudian menjadi budak.
Sekitar tahun 1850, mereka men ciptakan sebuah koloni di Uvira, di tepi danau Kongo. Kedua kota tersebut men jadi tempat pertemuan para kafi lah dan pedagang orang Arab dan juga orang Afrika seperti Swahili, Banyam wezi, Bamanyemamulai menukarkan produk mereka dengan Nyanza dan Rumonge, kota-kota pesisir yang terletak di Burundi.
Sedikit demi sedikit, Islam meram bah negeri ini. Pada tahun 1885, Gu bernur Ujiji, Mohammed Bin Khalfan disebut Ruma lizain Kirundi memutuskan untuk memperluas kekuasaannya ke Utara, yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak gading dan budak. Bin Khalfan adalah anggota keluarga Barwani, sebuah keluarga Oman yang terkenal yang menetap di Afrika Timur. Dia melipatgandakan serangannya di Perairan pantai Burundi meskipun tak pernah berhasil menembus negara tersebut.
Pada 1890-an, ketika misionaris pertama tiba di tempat yang sekarang bernama Bujumbura, mereka menemukan beberapa Wangwana, sebuah nama yang diberikan saat ini kepada orang-orang Afrika Muslim di Afrika Tengah.
Kehadiran Islam di kota kemudian meningkat dengan adanya penjajahan Jer man.Mereka sebagian besar askar yakni tentara pribumi Muslim yang tergabung dalam pasukan kolonial. Sementara itu pedagang India dan Arab menetap di kota tersebut untuk memperoleh keuntungan dengan pembangunan kota.
Jerman juga menjadikan suku Swahili dan Banyamwezi sebagai polisi dan pemerintah. Kiswahili menjadi bahasa resmi Jerman Timur Afrika, disamping bahasa Jerman tentu saja. Ketika Perang Dunia I pecah, mayoritas penduduk Bujumbura mengaku Islam.
Pada saat ini, orang Burundi lebih suka tinggal di dalam negeri, jauh dari danau.Mereka mulai menetap di kota ini dengan kolonisasi Belgia, yang dimulai pada tahun 1919. Kolonisasi Belgia meningkat di tahun 1957 sehingga orang Burundi hanya memenuhi 27 persen populasi Bujumbura.
Selain mereka, ada lebih dari 80 suku yang berbicara dengan bahasa yang berbeda dan menggunakan Swahili sebagai ba hasa sehari-hari. Umat Islam masih meru pakan 35,6 persen dari populasi campuran ini.
Sunni Mayoritas Muslim Burundi adalah Sunni. Sebagian lainnya berafiliasi kepada aliran teologi lain. Di negeri ini, Muslim memiliki hubungan dekat dengan Kiswahili, bahasa bantu yang berisi kosa kata penting dari bahasa Arab. Swahili adalah istilah yang biasa digunakan untuk mengatakan Muslim di Burundi, dan lingkungan Muslim di Gitega, kota kedua di negara ini, disebut swahili kuartier.
Doa diucapkan dalam bahasa Arab, seperti juga pembacaan Alquran, meskipun orang-orang percaya menggunakan terjemahan Kiswahili dari masafi (dari mushaf Arab) dan juzu (Arab juz ') dari Kitab Suci juga.
Baru-baru ini, seorang intelektual lokal menerjemahkan beberapa doa ke Kirundi, yang diterbitkan di Kenya dengan dana Saudi. Harus dikatakan bahwa Kiswahili bukan milik kaum muslim saja sebagian besar penduduk Bujumbura memahaminya.
Sumber : Republika.co.id