OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 14 Januari 2018

Kematian Berantai Bayi Di Papua Tersembunyi Di Balik Pencitraan Jokowi

Kematian Berantai Bayi Di Papua Tersembunyi Di Balik Pencitraan Jokowi


10Berita, Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai mengaku bersyukur karena pada akhirnya media mainstream nasional mau mengangkat tragedi kemanusiaan di Asmat Papua.

"Akhirnya fakta berbicara. Sehebat-hebatnya Harian Kompas menjadi pion pemerintah selama 3 tahun kepemimpinan Jokowi, tapi hujan fakta tak bisa dibendung lagi dengan payung pencitraan," kata Pigai kepada redaksi, Sabtu (13/1).

Menurut Pigai, masyarakat Indonesia selama ini tertipu dengan suguhan informasi pencitraan yang berlebihan tentang pembangunan di tanah Papua oleh Jokowi. Menurut Pigai, adanya pembangunan jalan, jembatan, gedung pencakar langit, jembatan yang melintasi laut, jalan bebas hambatan dan rel kereta ditampilkan hanya untuk menutupi kejadian yang sesungguhnya di wilayah paling timur Indoensia.

"Kita selama ini dihipnotis oleh Jokowi yang mengatakan Papu sudah seperti Jakarta baik pendidikan dan kesehatannya. Itu semua palsu. Kematian bayi berantai di Papua tersembunyi di balik pencitraan Jokowi," tegas Pigai.

Sebagaimana diberitakan, sebanyak 24 anak meninggal akibat kejadian luar biasa campak disertai gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua, dalam empat bulan terakhir. Jumlah korban bisa bertambah karena Pemerintah Kabupaten Asmat masih melakukan pendataan.

Di Rumah Sakit Agats, ibu kota Kabupaten Asmat, Jumat (12/1), terdapat 12 anak berusia di bawah lima tahun (balita) dirawat. Tubuh mereka kurus dengan kondisi kesehatan belum stabil. Salah satu di antara mereka adalah Theresia Bewer (4), bocah asal Kampung Beritem, Distrik Agats. Berat badan Theresia cuma 10 kilogram. Ia terserang campak disertai radang paru-paru.

Pihak rumah sakit berupaya optimal merawat anak-anak itu, antara lain dengan memberikan makanan tambahan berupa biskuit khusus anak dan susu. Pasien juga mendapatkan cairan infus dan oksigen.

Kondisi dan jumlah tempat tidur memadai. Ada tiga bangsal dan dua ruangan khusus untuk merawat pasien. Di setiap bangsal terdapat dua hingga tiga pasien. Adapun ruang khusus, yakni VIP dan HCU (high care unit), dihuni empat anak yang kondisi kesehatannya belum stabil.

Data 24 korban meninggal akibat kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk dihimpun dari laporan tokoh agama di Asmat dan tenaga medis RS Agats.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat Steven Langi mengatakan, ke-12 anak yang dirawat di RS Agats itu menderita campak dan gizi buruk serta penyakit lain, seperti tuberkulosis, radang paru-paru, dan malaria. ”Ada tiga anak yang terkena campak dan gizi buruk telah pulang dari rumah sakit,” ujarnya.

Ada lima distrik di pedalaman yang terserang campak dan gizi buruk, yakni Swator, Fayit, Pulau Tiga, Jetsy, dan Siret. Empat tim telah dikirim Pemkab Asmat ke lima distrik itu sejak Selasa (9/1). Selain memberikan bantuan pengobatan dan makanan, tim juga mendata jumlah korban.

Kepala Bidang Pencegahan Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Papua Aaron Rumainum mengatakan, KLB campak terjadi di Asmat sejak Oktober 2017. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, sejak Oktober 2017 hingga Januari 2018, tercatat 171 anak dirawat inap dan 393 anak dirawat jalan di RS Agats karena terkena campak. (aya/mol) 

Sumber : rmol.com, tribunislam