OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 13 Januari 2018

Pengamat: Impor Beras di Saat Surplus Itu Janggal dan Aneh!

Pengamat: Impor Beras di Saat Surplus Itu Janggal dan Aneh!


10Berita .com – Akademisi yang juga pengamat dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Gandhi mempertanyakan impor beras yang dilakukan pemerintah. Terutama mengapa melakukan impor beras khusus jika tujuannya untuk mengendalikan harga beras medium.

“Untuk apa impor khusus?” ujar dia melalui siaran pers, Jumat (12/1).

Menurutnya, kejanggalan harga beras terjadi pada awal 2018 salah satunya di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Data daring yang dikeluarkan PIBC pada 3 Januari 2018, beras termurah dikenal beras masih di harga Rp 7.800 per kg stabil sejak 9 November hingga 3 Januari 2018.

“Tapi tiba-tiba pada tanggal 3 hingga 4 Januari naik tinggi Rp 8.400. Setelah itu pada 5 hingga 8 Januari menjadi Rp 8.800, terus tanggal 9 hingga 12 Januari menjadi Rp 8.900 per kg,” ujar Gandhi.

Sementara itu, stok beras harian PIBC pada periode tersebut berada di atas normal yaitu berkisar 32.001 ton hingga 47.013 ton. Artinya pasokan tidak ada masalah tapi harga naik. “Justru ini sumber masalahnya,” tegas dia.

Menurutnya, solusi yang ditempuh adalah pengendalian harga, bukan impor. Gandhi pun mengusulkan agar harga beras medium dikendalikan dengan beberapa cara. Pertama, operasi pasar secara masif bukan setengah hati. Kedua, percepat penyaluran beras rastra untuk bulan Januari ini.

Ketiga, perlancar arus distribusi dan logistik beras dengan intensifkan Satgas Pangan. “Keempat, tidak perlu impor karena momentumnya tidak tepat,” tegasnya.

Pengamat Universitas Gajah Mada (UGM) Bagus Santoso juga mempertanyakan impor beras yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, jumlah panen petani saat ini berada di level cukup baik. “Jadi kuantitasnya kali ini tidaklah jeblok, apalagi puso,” ujarnya, Jumat (12/11)

Melihat kuantitas produksi yang mencukupi, kebijakan impor beras pada saat musim panen ini dinilai tidak bijak. Apalagi jika hasil impor langsung digelontorkan ke pasar dan justru mematikan para petani.

“Mengapa? Karena harga gabah kering giling yang diterima petani akan jeblok. Kasihan petani tidak bisa menikmati hasil jerih payahnya dengan optimal,” ujar dia.

Bagus mengakui penyebab harga beras tinggi lantaran ketertarikan pedagang untuk mengolah beras kualitas medium menjadi beras kualitas premium. Caranya pun terbilang mudah, cukup mengayak dan mengurangi kadar beras pecahnya.

Pengolahan beras medium menjadi beras kualitas premium tersebut tentunya memberikan keuntungan yang menggiurkan kepada pedagang. “Ini merupakan salah satu penjelasan mengapa kuantitas beras kualitas medium menyusut di pasaran sehingga harganya melonjak belakangan ini,” kata dia.

Koordinasi yang baik antara kementerian/lembaga terkait dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Bulog sangat diperlukan dalam kondisi seperti ini. Kalau mau impor, ia melanjutkan, para pihak perlu mendengarkan secara seksama masukan Kementan terkait jumlah produksi dalam negeri. “Jika cukup, sebaiknya Kemendag jangan impor dulu,” tegasnya.

Kemendag juga perlu melihat apakah ketidakstabilan harga beras merupakan ulah tengkulak yang sengaja mempermainkan harga agar pemerintah membuka keran impor. Sebab, impor yang dilakukan saat musim panen akan merugikan petani.

Bagus juga meminta Bulog bersikap antisipatif dan bermain aktif menjaga kebutuhan stok beras di pasar. “Bulog janganlah pasif apalagi bermain untuk kepentingan kelompok atau pribadi dengan merugikan petani dan membuat konsumen kepayahan oleh harga pangan melangit,” kata dia.(kl/rol)

Sumber : Eramuslim