Perludem: Penunjukan Polisi Jabat Gubernur Langgar UU Pilkada & UU Kepolisian
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil
10Berita, JAKARTA- Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil seperti dilansir Kompas.com, Sabtu (27/1) menilai rencana penunjukan petinggi Polri sebagai penjabat gubernur berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
Ia mengatakan, dalam UU Pilkada disebutkan kekosongan jabatan gubernur diisi pegawai tingkat madya.
Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), pengertian pegawai tingkat madya adalah sekretaris jenderal kementerian dan sekretaris utama.
Selain itu juga termasuk sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga non-struktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wakil presiden, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi dan jabatan lain yang setara.
“Dengan ketentuan ini, sesungguhnya sudah jelas, jika menteri dalam negeri menunjuk selain jabatan yang ada di atas, artinya tidak berkesesuaian dan berpotensi melanggar UU Pilkada itu sendiri,” kata Fadli melalui keterangan tertulis, Jumat (26/1).
Ia menambahkan, rencana tersebut juga berpotensi melanggar Pasal 28 Undang-undang Kepolisian. Pasal itu menyebutkan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
“Karena itu kami meminta menteri dalam negeri tidak melanjutkan rencana menunjuk polisi sebagai penjabat gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Jika usulan ini tetap dilanjutkan, kami meminta Presiden untuk tidak menyetujui usulan ini,” ujarnya. (*)
Sumber: Kompas com, Salam Online