OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 16 Januari 2018

Pilih Kaya atau Bahagia?

Pilih Kaya atau Bahagia?


10Berita  Ada sebuah hadits Rasulillah shalallahu ‘alaihi wassalam yang kiranya sangat perlu kita tahu. Bukan saja untuk dibaca, lebih darinya harus kita fahami, cerna, dan renungi di kedalaman jiwa.

“Kaya bukanlah banyaknya harta, tapi kaya yang sejati adalah kaya hati.” (Hr. Bukhari).

Itulah hadits yang penulis maksudkan. Kalimatnya sederhana, terkesan lugu, namun tegas dan “meruntuhkan”.

Kekayaan, oleh sebagian besar manusia yang masih Allah ta’ala beri kesempatan hidup di dunia, diartikan dengan wujud benda. Benda-benda yang mana oleh selera dan kepentingan profan dianggap sangat berharga. Contohnya uang, properti, kendaraan, pakaian, juga perhiasan.

Kekayaan, oleh sebagian besar manusia yang masih Allah ta’ala beri kesempatan hidup di dunia, juga sering kali disepadankan atau diselaraskan dengan kesuksesan. Orang dikatakan sukses apabila sudah mampu menguasai uang, properti, kendaraan, pakaian, juga perhiasan.

Pemaknaan seperti tersebut di atas dapat kita fahami bahwa si pemakna atau pengarti itu, sadar ataupun tidak, telah menganggap bahwa kekayaan tidak selalu sepadan ataupun selaras dengan kebahagiaan. Ya, kekayaan dalam pengertian yang bersifat profan (kebendaan), tidak sepadan dan selaras dengan kebahagiaan. Hematnya, harta benda tidak bisa dijadikan jaminan mutlak kebahagiaan. Bahkan banyak bukti empirik menunjukkan bahwa harta benda malah dapat menjadi sebab datangnya kecelakaan, kehancuran, kebinasaan, dan penderitaan. Contoh-contoh kasus mengenai hal ini kiranya sangat mudah diketemukan, sehingga tidak lagi perlu ditulis di sini.

Nah, oleh karena itu, sabda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam di atas sangatlah penting kita tanamkan pada diri. Terdapat kritik tegas di sana, yakni bahwa yang namanya kekayaan tak melulu bersifat kebendaan. Di kehidupan ini terdapat kekayaan yang bersifat transenden, tak kasat mata dan tak bersifat profan. Dan kekayaan itu secara aksiomatis sudah jelas sangat bisa disepadankan dan diselaraskan dengan kebahagiaan.

Mari kita tanyai diri sendiri: pilih mana antara punya banyak harta dengan hidup bahagia? Penulis optimis, orang yang sedang bergelimang harta benda namun sedang atau sering diterpa persoalan yang membuat batinnya menderita, akan menjawab memilih hidup bahagia. Dan orang yang sedang dalam kondisi kekurangan namun senantiasa bisa merasakan kebahagiaan, mungkin akan menjawab pilih punya banyak harta benda, tapi setelah menggapai itu semua (sudah merasakannya) akan berubah pendirian: menjadi memilih hidup bahagia walau hartanya seadanya.

Kebahagiaan tetap saja jadi pemenang dalam dinamika hidup manusia di dunia. Siapa pun mereka, apa pun agama dan tingkat pendidikan mereka, hati kecilnya tetap lebih memilih kebahagiaan daripada kekayaan (harta benda). Dan, orang yang berbahagia sejatinya sudah punya kekayaan yang sebenarnya, kekayaan yang hakiki, yakni kekayaan hati sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sabdakan pada hadits di muka tadi.

Wallahu a’lam. [IB]

Sumber : Panjimas