Tere Liye: Pembodohan IMPOR BERAS
Oleh: Tere Liye
Saya tidak paham logikanya. Menurut mereka (data mereka sendiri ini loh), Indonesia itu surplus produksi beras, Kementerian Pertanian mengklaim kita surplus 329.000 ton per bulan Januari 2018. Itu bukan angka yang sedikit, itu besar sekali. Apakah kita akan kekurangan beras mulai Februari 2018, jadi harus bersiap-siap dari sekarang? Tidak juga. Semua orang yang terlibat soal beras, tahu persis mulai Februari 2018 adalah musim panen raya di banyak tempat. Produksi beras akan melimpah.
Lantas kenapa pemerintah mendadak mengimpor beras 500.000 ton? Kenapa? Why? Apa poinnya? Katanya surplus, dan toh mau panen raya? Kenapa mendadak impor sekarang? Bukankah itu jadi menyakitkan bagi petani? Mereka mau panen, pemerintah malah beli beras dari LN. Toh, kalau lihat data, 2017, impor beras kita menurun drastis sekali loh, hanya 256.000 ton. Bandingkan dengan 2016, yang impor sampai 1,2 juta ton. Setahun terakhir, produksi beras kita jauh lebih baik. Jika melihat angka-angka tersebut, seharusnya 2018 malah lebih baik lagi. Tapi kenapa mendadak impor setengah juta ton?
Baiklah, mereka bilang, impor ini khusus beras premium. Juga tidak dijual ditempat umum. Baiklah, mereka bilang impor ini untuk menstabilkan harga beras, karena mafia terus membuat beras jadi mahal, distribusi terganggu--tapi kenapa bukan mafianya yang digebuk? Kok malah impor? Belum lagi, pemerintah telah menunjuk PPI sebagai pelaksana impor ini. Dan PPI akan bekerjasama dengan pengusaha serta distributor mengalirkan 500.000 ton beras ini. Kenapa bukan Bulog? Katanya sih biar jelas distribusinya, tidak dioplos. Tapi kenapa bukan Bulog, kan memang tugas Bulog soal beras? Sorry, saya tetap tidak paham. Bukan karena saya tidak suka dengan pemerintah; aduh, kalau setiap isu nasional disikapi dengan situ fans Jokowi, atau fans Prabowo, repot sekali membuat analisisnya. 100% bukan. Melainkan soal beras ini adalah masalah perut banyak orang, dan impor 500.000 ton itu jelas memiliki implikasi serius ke banyak pihak.
Setelah saya otak-atik, pikirkan dengan matang, maka demikian, hanya satu penjelasan tersisa yang bisa saya pahami. Yaitu penjelasan lewat: Matematika sederhana.
BAHWA: Jika 1 kilogram beras impor ini mereka untung Rp 1.000, maka kalikan 500.000 ton (alias 500.000.000 kilogram), maka impor ini akan memberikan keuntungan sebesar 500 milyar rupiah. Selesai. Itulah penjelasan paling sederhananya. Ada keuntungan 500 milyar rupiah (asumsi untung 1.000, kalau ternyata untung 2000 per kilo, kalikan sendiri jadi berapa). Pemerintah (tentu saja) akan mengklaim impor ini tanpa keuntungan, tapi mbok ya jangan naif, mendatangkan 500.000 ton beras ke tanah Indonesia itu butuh rangkaian panjang proses pembelian, transportasi, distribusi, truk, kapal, memangnya gratis? Kagak ada rumusnya. Siapa yang menjamin semua bersih? Kagak ada calo-nya? Namanya juga jual-beli, pasti ada untungnya, Jon. Siapa yang akan diuntungkan? Atau ehem, kamu bersedia melibatkan KPK ujung ke ujung dalam proses impor 500.000 ton beras ini?
Itulah penjelasan sederhananya. Maka, berhenti berdebat soal ini, itu. Kalian yang masih saja nyolot protes soal impor ini, masih nyinyir, beras mahal nyinyir, impor juga nyinyir, sana berdiri di pojok kelas, angkat satu kaki, jewer kuping sendiri. Pemerintah sudah memutuskan impor 500.000 ton beras persis sebulan sebelum panen raya. Semua apa yang mereka lakukan selalu benar, suci tak bernoda. Tidak suka? Sana pindah ke negara lain. Titik.
*dari fb Tere Liye (14/1/2018), PI