Amnesty International Merilis Politik Kebencian Penguasa Sepanjang 2017, Termasuk di Indonesia
10Berita, Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid (tengah), memaparkan catatan Amnesty International mengenai pelanggaran HAM dunia sepanjang 2017, di Kantor Amnesty International Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Februari 2018. (Foto: MNM/Salam-Online)
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Amnesty International meliris laporan tahunan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di seluruh dunia sepanjang tahun 2017. Laporan itu diluncurkan di Whasington DC dan beberapa negara lainnya, termasuk Indonesia, pada Kamis (22/2/2018) di Kantor Amnesty Internatonal Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat.
Amnesty International mencatat, sepanjang 2017 telah terjadi berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Aktor politik pemerintah maupun non pemerintah. Oleh karenanya Amnesty menganggap 2017 adalah tahun politik kebencian.
Politik Kebencian, menurut Amnesty, telah dilakukan oleh beberapa penguasa di Amerika Serikat, Rusia, Turki, Myanmar, Filipina, hingga Indonesia.
Di Amerika, Politik Kebencian berhasil memenangkan Donald Trump sebagai Presiden. Trump tercatat telah menggunakan Isu Kebencian Agama dalam kampanyenya.
Trump juga tercatat dalam kebijakan luar negerinya telah menggunakan Isu Kebencian dengan melarang warga yang berasal dari tujuh negara Muslim untuk masuk ke negaranya, termasuk imigran asal meksiko.
“(Kebijakan Trump) menimbulkan praktik diskriminasi yang luar biasa,” ungkap Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, di Jakarta, Kamis (22/2).
Di Indonesia, Politik Kebencian juga dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo dengan mengkapitalisasi sentimen “radikalisme” untuk menjustifikasi keputusan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) pada Juli 2017. Perppu itu disahkan oleh DPR RI menjadi UU Ormas pada Oktober 2017.
Perppu tersebut menurut Usman mengancam kebebasan berekspresi dan berkumpul karena pemerintah bisa langsung membubarkan organisasi kemasyarakatan jika terindikasi “anti-pancasila” secara subjektif.
UU Ormas yang saat ini tengah diuji di MK itu, kata Usman, juga mengajak Berbagai pihak, khususnya kalangan moderat, untuk membenci mereka yang dianggap “radikal” sekalipun tidak melakukan tindakan pidana yang diatur dalam undang-undang.
“Ini adalah bentuk kebencian yang disponsori oleh negara yang berlindung dengan alibi mencegah penyebaran paham radikal di Indonesia. Perppu ini membatasi hak kemerdekaan berserikat, berpendapat, beragama dan berkeyakinan,” kata Usman.
Selain itu Amnesty juga merilis pelanggaran HAM pembunuhan di luar hukum yang terjadi di dunia. Amnesty mencatat kasus tersebut telah meningkat tajam dari tahun 2016 yang berjumlah 18 kasus, menjadi 98 kasus di tahun 2017.
Di Indonesia sendiri, dalam catatan Amnesty, pembunuhan di luar hukum kerap dilakukan oleh Densus 88 kepada terduga “teroris”. Terakhir, yang baru-baru terjadi adalah kasus Muhammad Jefri (MJ) yang tewas saat dalam penanganan Densu, tanpa peradilan.
Kasus MJ dikatakan banyak kalangan sebagai kasus Siyono jilid dua. MJ dan Siyono memiliki kemiripan kasus, yakni sama-sama tewas saat dalam penanganan Densus 88 tanpa proses peradilan. (MNM/)
Sumber : Salam Online.