Fadli Zon : Omong kosong pemerintah menyatakan perang terhadap narkoba, jika upaya privatisasi bandara dan pelabuhan tetap jalan terus
10Berita, Penangkapan kapal asing yang diduga membawa 3 ton narkoba jenis sabu di perairan perbatasan antara Singapura dan Indonesia, Jumat (23/2/2018) kemarin, mendapat perhatian Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Penangkapan ini hanya berselang tiga hari sejak terungkapnya upaya penyelundupan narkotika sabu seberat 1,6 ton pada 20 Februari, dan terungkapnya penyelundupan 1 juta ton sabu pada 9 Februari silam.
Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini, terungkapnya kasus penyelundupan lebih dari lima ton narkoba jenis sabu hanya dalam tempo kurang dari sebulan perlu mendapat perhatian serius seluruh anak bangsa.
“Ini yang ketahuan, berapa banyak yang tak ketahuan dan lolos. Jangan sampai Indonesia jadi surga narkoba,” katanya, dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/2/2018).
“Pertama-tama, kita tentu harus apresiasi kerja aparat kepolisian, patroli bea cukai, BNN, dan TNI Angkatan Laut atas pengungkapan serangkaian upaya penyelundupan narkoba secara besar-besaran tadi. Kerja keras aparat perlu segera diberi penghargaan oleh pemerintah. Kita semua mendukung kerja keras aparat menggagalkan upaya penyelundupan tersebut,” katanya.
Menurut Fadli, hanya kurang dari sebulan, sudah dua kali rekor upaya penyelundupan narkoba terpecahkan. Mulai dari rekor 1,6 ton, dan kemungkinan rekor 3 ton. Meski berhasil digagalkan, hal ini tetap saja sangat memprihatinkan. Itu artinya Indonesia merupakan pasar narkoba yang sangat besar. Indonesia sedang darurat narkoba. Upaya pemberantasan narkoba ke depan seharusnya fokus pada bagaimana mematikan pasar yang sangat besar ini, jadi bukan hanya berusaha mematikan para bandar.
Terkait soal yang lebih strategis, Fadli mengingatkan wilayah negara ini sangat luas, dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Kondisi geografis semacam itu membuat negara ini sangat rawan terhadap berbagai upaya penyelundupan, termasuk narkoba.
Fadli Zon menuturkan, itu sebabnya, negara harus menguasai sepenuhnya infrastruktur vital seperti bandara dan pelabuhan, karena keduanya merupakan pintu gerbang penting yang menjadi salah satu perbatasan dengan dunia luar. Jadi, selain harus bisa menjaga dengan ketat wilayah perbatasan, baik darat maupun perairan, pemerintah juga tak boleh lalai dalam menjaga bandara dan pelabuhan.
“Makanya, saya mengkritik keras pemerintah terkait upaya privatisasi bandara dan pelabuhan. Menurut rencana, akan ada 30 bandara dan 20 pelabuhan yang akan diswastanisasi. Itu keputusan ceroboh. Pengelolaan bandara dan pelabuhan tidak boleh semata-mata dilihat dari kacamata untung dan rugi, tapi harus dilihat dari kacamata strategis yang lebih luas,” katanya.
“Bandara dan pelabuhan adalah bagian dari infrastruktur pertahanan dan keamanan negara. Keduanya adalah infrastruktur vital yang harus dijaga dan dikuasai oleh negara, tak boleh hanya karena alasan ekonomi remeh-temeh pengelolaannya kemudian diserahkan kepada swasta.”
“Saya pertanyakan upaya privatisasi bandara dan pelabuhan tadi. Terungkapnya upaya penyelundupan narkoba lebih dari lima ton di wilayah perbatasan ini menurut saya harus dijadikan catatan penting ibagaimana kita harus menjaga wilayah perbatasan dan seluruh pintu gerbang negara ini.”
“Omong kosong pemerintah menyatakan perang terhadap narkoba, jika upaya privatisasi bandara dan pelabuhan tetap jalan terus.” []
Sumber :tribun