Persentuhan Mongol dengan Islam (3)
Patung ksatria Mongolia dan Genghis Khan di wilayah Inner Mongolia.
Mereka menghancurkan apa pun yang ditemuinya, termasuk Bait al-Hikmah.
10Berita , JAKARTA -- Berke Khan, sang penguasa Horde Emas, terus menjalin hubungan diplomatik dengan Dinasti Abbasiyah. Khususnya setelah dirinya memeluk Islam melalui pendekatan dakwah tasawuf.
Bila panglima Mongol ini begitu hangat terhadap umat Islam, lain halnya dengan petinggi Mongol yang berbasis di bekas wilayah Khwarazmi.
Di sini, horde Mongke Khan berkuasa dan berambisi meluaskan jajahan Imperium Mongol hingga ke Mesir.
Tentu saja, ambisi ini mengancam stabilitas sultan-sultan Muslim. Di antara mereka, Dinasti Abbasiyah merupakan yang paling gentar lantaran wilayahnya berbatasan langsung dengan horde Mongol tersebut di Irak.
Mongke Khan sempat memaksa Abbasiyah untuk tunduk. Namun, Khalifah al-Mustashim menolaknya karena percaya, musuh tidak akan bisa menembus pertahanan Baghdad.
Belakangan, keyakinan sang khalifah terbukti keliru. Sejak 1256, Hulagu Khan--panglima perang kebanggaan Mongke Khan--telah mempersiapkan ratusan ribu pasukannya.
Dua tahun kemudian, rencananya mulai menampakkan hasil. Baghdad terkepung 12 hari lamanya hingga tanggal 10 Februari 1258.
Ketika benteng kota tersebut runtuh, balatentara Mongol merangsek bagaikan kerumunan serigala yang lapar. Mereka menghancurkan apa pun yang ditemuinya, termasuk Bait al-Hikmah dengan koleksinya yang amat sangat kaya.
Semua buku di perpustakaan tersebut dibenamkan ke Sungai Tigris. Aliran airnya menjadi hitam lantaran endapan tinta.
Pasukan Hulagu Khan pun menyasar penduduk sipil Baghdad. Ratusan ribu orang tewas karenanya. Mereka juga menyiksa dan membunuh Khalifah al-Mustashim.
Kota kosmopolitan yang berusia hampir enam abad ini adalah mercusuar keilmuan global. Namun, Baghdad sekejap berubah menjadi kota mati akibat serbuan Mongol yang barbar ini.
Berke Khan amat murka begitu mengetahui kabar pembantaian umat Islam di Baghdad. Pemimpin Muslim itu bersumpah untuk melawan Hulagu Khan, kendati keduanya sama-sama menyandang nama Kekaisaran Mongol.
Aliansi dengan Kristen
Sementara itu, balatentara Hulagu Khan bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan Kristen setempat untuk menaklukkan Mesir melalui Suriah. Hulagu Khan sendiri telah memperistri seorang putri Keraite yang beragama Kristen Nestorian, Dokuz Khatun. Pada 1260, koalisi militer Mongol dengan Kristen dapat menyudahi kekuasaan Dinasti Ayyubi di Suriah. Sesudah Damaskus, sasaran berikutnya adalah Yerusalem. Kali ini, Hulagu Khan mesti menghadapi Kesultanan Mamluk.
Sebelum bertempur, dia mengirimkan surat ancaman kepada pemimpin Mamluk, Sultan Qutuz, di Kairo. Sang sultan tidak takut karena lebih baik berperang demi melindungi Yerusalem. Apalagi, dukungan Berke Khan tertuju untuk Muslim. Pada September di tahun yang sama, pertempuran akhirnya pecah antara pasukan Mongol dan Mamluk di Ain Jalut, sebelah utara Yerusalem.
Namun, yang tampil memimpin 20 ribu tentara Mongol adalah Naiman Kitbuqa, seorang panglima beragama Kristen. Hulagu Khan absen dalam perang ini setelah menerima kabar kematian Mongke Khan di Mongolia. Berdasarkan tradisi Mongol, ketika seorang pemimpin besar mangkat, maka para saudaranya harus berkumpul untuk menentukan penggantinya. Penerus mendiang Mongke Khan belakangan diketahui adalah Kublai Khan, yang berbasis di Cina.
Selesai urusan di Mongol, pada 1262 Hulagu Khan bertolak ke Suriah. Dia sudah mengetahui kabar kekalahan pasukan Kitbuqa dalam Perang Ain Jalut. Belum sempat berhadapan dengan Sultan Qutuz di Yerusalem, Hulagu Khan dihadang balatentara Berke Khan, pamannya sendiri yang telah memeluk Islam. Penguasa Horde Emas itu ingin membalas kekalahan kaum Muslim yang sangat mengenaskan di Baghdad dan Damaskus. Berke Khan menempatkan jenderalnya, Nogai Khan, seorang Muslim, untuk menghalau pasukan Hulagu Khan sampai ke utara.
Legasi Hulagu Khan
Memasuki tahun 1263, Hulagu Khan terdesak di Kaukasus. Dia berupaya melanjutkan aliansi dengan raja-raja Kristen di Eropa Timur tetapi gagal. Sebab, mereka telah menjalin kerja sama dengan Kesultanan Mamluk untuk bisa melemahkan dominasi Roma (Kristen Barat). Akhirnya, pada 1265 Hulagu Khan meninggal dunia. Beberapa bulan kemudian, Berke Khan menyusul.
Sebelum mangkat, Hulagu Khan telah memantapkan kekuasaannya sebagai horde Ilkhanat. Tiga puluh tahun pasca-kematiannya, salah seorang keturunannya, Mahmud Ghazan, memeluk Islam. Basis kekuasaan pun bergeser ke Iran. Dalam pada itu, tarekat Safawiyyah mulai berpengaruh luas di wilayah ini pada 1335. Pendirinya merupakan seorang tokoh Kurdi, Syekh Shofiyuddin al-Ardabily. Meskipun di masa hidupnya al-Ardabily bertradisi Sunni, generasi anak cucunya lebih dekat dengan doktrin Syiah. Sejak abad ke-16, Iran memunculkan Dinasti Safavid dengan raja pertamanya, Shah Ismail I, yang masih keturunan al-Ardabily. Hingga abad ke-18, wangsa ini turut mendominasi identitas Iran modern.
Sumber : Republika.co.id