OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 25 Februari 2018

Prabowo (Tak) Bodoh Kalau Kalah Lagi

Prabowo (Tak) Bodoh Kalau Kalah Lagi 


Jokowi dan Prabowo akan berhadapan lagi. Foto: dok. VOA Islam.TV

10Berita, Tantangan dari Prabowo Subianto yang menyatakan untuk maju sebagai Capres dalam Pilpres 2019 ditanggapi oleh keluarga Banteng Moncong Putih: Joko Widodo. Praktis ia akan berhadapan lagi dengan Jokowi. Mirip dalam Pilpres langsung 2014.

Jika kubu Prabowo masih disokong tunggal Gerindra atau oleh PKS, Jokowi sudah digadang-gadang oleh, terutama, Golkar (ketika ketumnya Setya Novanto) dan Nasdem. Menyusul kemudian PPP, Hanura dan puncaknya PDI Perjuangan yang biasa menjadi king maker. Bahkan sang ketum seperti dilansir iNews (23/2) “Dengan ini saya nyatakan calon presiden PDI Perjuangan, Bapak Insinyur Joko Widodo. Metaaaaal, pasti menang totaaal…,” kata Megawati sambil mengangkat tangan dengan simbol metal, di Rakernas di Denpasar, Bali, Jumat (23/2/2018).

Prabowo sesungguhnya faham. Bahwa ia akan berhadapan lagi dengan Jokowi – yang ketika ia bergandengan dengan Megawati menghadapi SBY-Hata Rajasa, Jokowi bukan apa-apa. Masih di Solo sebagai walikota yang belum diperhitungkan dalam kancah perpolitikan nasional. Lha, ketum PDI Perjuangan saja pasangan Prabowo. Ditambah dengan ada semacam kesepakatan jika dalam pilpres mendatang ia akan dicalonkan sebagai Capres disokong PDIP. Apa daya, ini namanya politik: bisa berubah sebagai bukan lagi kawan setelah kalah oleh SBY.

Prabowo hafal dengan kubu (terutama motornya PDIP) sebagai rivalnya. Secara”ilmu” di luar kepala dalam menghadapinya. Namun ini bukan matematika. Sebagai yang lebih pintar dan lebih senior mesti bisa menang. Terbukti Pilpres kemarin yang suhunya sangat keras dibandingkan ketika Pilpres yang dimenangkan oleh SBY. Karena head to head, dan ia disokong Golkar yang lebih senior.

Jika hitungan secara angka per kubuan, memang Jokowi mengantongi kursi 52 persen dari himpunan: Golkar-Nasdem-PPP-Hanura dan PDIP. Sedangkan bagi Prabowo yang masih bisa dipegang baru PKS. PAN, mungkin. Namun dengan masih berpegang king maker Amien Rais mengayun-ayun. Jika PAN berpaling ke Jokowi, selesai sudah Pilpres 2019 sebelum waktunya.

Benar, pilpres masalah siapa yang maju dan diajukan. (Mesin) Partai bisa dikalahkan dengan nama: popularitas, integritas dan kapabilitas. Dan Prabowo yang menyandang beban masa lalu, toh sudah bisa melalui. Ketika Pilpres 2009 dan 2014.

Jokowi sebagai rising star, digarap di wilayah kekurangannya: sipil, muda dan relatif biasa-biasa saja. Plus dari keluarga yang dicari-cari kekurangannya. Sebagai keluarga “tak bersih lingkungan” dan seterusnya. Termasuk bukan Islam, dan tak disebut-sebut ke-Haji-annya. Diragukan.

Dengan kata lain, Prabowo di atas angin. Meski kenyataannya ia mesti menerima kenyataan hanya Juara Kedua dalam Pilpres dari dua pasang capres itu. Menyakitkan.

Prabowo harus menemukan bekal jitu kali ini. Ia tentu tak ingin dua kali sebagai Capres masuk lobang yang sama sebagai “kebodohan” terulang. Sebagai orang yang pernah menjadi komandan Kopassus ia bukan SBY yang tak pernah melewati militer yang terjun ke lapangan.

Sayangnya Jokowi bekalnya kali ini lebih kuat daripada Pilpres 2014 lalu. Sebagai petahana, ia sudah menjadi magnet, membuat Golkar termehek-mehek ingin gabung dan pasang badan sejak awal sebelum PDI Perjuangan. Bagian penting bekal Prabowo lima tahun lalu.

Jadi? Prabowo sedang berpikir keras dan cerdas dalam Pilpres yang genderang perangnya sudah ditabuh oleh pasangannya masa lalu: Megawati.

***

Sumber tulisan:

www.inews.id/news/read/mega-buat-kejutan-di-rakernas-pdip-usai-menutup-pidato-dengan-salam? sub_slug=nasional