Soroti Kecelakaan Proyek Infrastruktur, Pakar; Namanya Juga ‘Kebut-Kebutan’
10Berita – Tercatat telah terjadi 5 kecelakaan proyek kontruksi pemerintah dalam kurun waktu 5 bulan terakhir. Bahkan yang terbaru di Matraman pada hari Minggu (4/02) kemarin telah menyebabkan 4 orang meninggal dunia. Lalu apa yang salah dengan proyek pemerintah?
Praktisi Konstruksi Basuki Winanto ikut berbicara mengenai banyaknya kecelakaan proyek infrastruktur pemerintah saat berbincang dengan detikFinance. Menurutnya teknologi konstruksi yang ada dan digunakan di Indonesia sudah mumpuni.
“Bahkan tenaga ahlinya juga andal-andal untuk bisa membangun infrastruktur di Indonesia,” ujar Basuki.
Sayangnya, hal ini masih belum cukup untuk meminimalisir potensi kecelakaan kerja di Proyek konstruksi. Perhatiannya tertuju pada kondisi pekerjaan konstruksi yang terkesan kebut-kebutan.
Menurutnya, pekerjaan konstruksi yang diburu-buru target penyelesaiannya, berdampak langsung pada meningkatnya risiko kecelakaan kerja di proyek konstruksi.
“Pekerjaan konstruksi kan banyak yang targetnya cepat-cepat. Itu jadi banyak yang harus lembur dan bekerja lebih panjang. Jangan lupa, yang dipekerjakan di situ (proyek konstruksi) itu kan manusia. Manusia itu punya titik jenuh,” sebut Basuki.
Jenuhnya pekerja konstruksi bisa timbul karena jam kerja yang terlalu panjang akibat tingginya tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi tepat waktu, bahkan lebih cepat dari waktu normal.
“Satu, fokus pekerja itu akan menurun kalau sudah melebihi jam kerjanya. Kalau fokus sudah turun, cenderung jadi abai. Mungkin secara SOP sudah sesuai, tapi ada hal-hal kecil yang sebenarnya penting terlewat karena fokusnya kurang,” sambung dia.
Kondisi inilah yang menurutnya banyak menjadi biang keladi maraknya kecelakaan konstruksi di berbagai proyek pembangunan infrastruktur di tanah air.
Untuk itu, Basuki menyarankan kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan kondisi sumberdaya manusia yang terlibat dalam proyek infrastruktur.
“Karena itu yang selama ini luput. Orang hanya fokus pada alatnya, kualitas betonnya dan seterusnya. Padahal di situ ada unsur manusia, yang juga perlu mendapat perhatian,” tandasnya. (dtk/Ram)
Sumber : Eramuslim