OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 22 Februari 2018

Tindakan “Kampanye Hitam” kepada HTI Bukti Kekalahan Intelektual KEMENKUMHAM

Tindakan “Kampanye Hitam” kepada HTI Bukti Kekalahan Intelektual KEMENKUMHAM



Oleh : Achmad Fathoni (Direktur el-Harokah Research Center)

10Berita, Akun Instagram milik Kementerian Hukum dan Ham yang bernama @Kemenkumhamri yang telah menyebarkan poster hoax bertuliskan Bahaya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan hastag #IndonesiaDamai #TolakHTI yang diunggah pada tanggal (17/02). Tuduhan hoax terhadap HTI tersebut antara lain: (1) Ingin membubarkan Indonesia, (2) Menolak Pancasila dan UUD 1945, (3) Menolak Sistem Demokrasi dan produknya, (4) Menolak Nasionalisme, (5) Mendiskriminasi perempuan dan non muslim.

Tentu saja tuduhan dan tudingan yang sangat tendensius patut disayangkan oleh publik di negeri ini. Pasalnya tuduhan yang sangat serampangan itu justru dilakukan oleh lembaga yang menyandang predikat ‘hukum’. Bahkan lembaga kementerian itu telah melakukan propaganda kotor atau hoax terhadap organisasi dakwah HTI. Pernyataan kemenkumham tersebut lebih mengedepankan bahasa politik dan propaganda hitam daripada bahasa hukum.

Hal itu juga patut disayangkan, tuduhan dan poropaganda hitam yang dituduhkan kepada HTI, justru pada saat rezim ini telah menutup rapat-rapat dan meredam segala bentuk kritik dari rakyat. Padahal jika rezim ini mau bersikap objektif, bahwa kritik yang disampaikan HTI selama ini adalah kritik positif yang bersifat membangun dan menawarkan alternatif solusi komprehensif untuk menyelamatkan negeri ini dari keterpurukan yang lebih dalam. Tindakan ini sangat memalukan karena rezim telah menafsirkan, memvonis, dan membubarkan Ormas yang dituduh bertentangan dengan Pancasila, tanpa melalui proses pengadilan. Sementara saat proses sidang gugatan HTI di PTUN, rezim tidak bisa membuktikan semua tuduhan itu di depan hakim PTUN. Justru semua tuduhan rezim tersebut bisa dibantah dengan telak oleh pihak HTI.

Apa yang dipropagandakan negatif oleh Kemenkumham terhadap HTI, sebernarnya sangatlah jauh bertolak belakang dengan realitas yang ada pada HTI. HTI adalah kelompok dakwah, yang hanya mendakwahkan ajaran Islam, yang berorientasi penyadaran masyararat tentang pentingnya penerapan ajaran Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan, termasuk di dalamnya tentang siyasah syar’iyah yaitu Khilafah. HTI hanya berkonsentrasi secara intelektual dan pemikiran, menjauhkan sikap anarkis dan kekerasan fisik dalam setiap aktifitas dakwahnya.

HTI juga secara tegas menolak penjualan asset negara kepada asing maupun aseng. Hal itu dimaksudkan agar kekayaan yang ada di negara ini dikelola secara mandiri dan professional oleh negara, yang akhirnya bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat setinggi-tingginya. Bukankah itu kebaikan ajaran Islam yang ditawarkan HTI untuk seluruh komponen bangsa ini. Sementara Khilafah yang senantiasa disuarakan HTI adalah bagian penting ajaran Islam yang telah ditinggalkan oleh kaum muslimin. Khilafah itulah yang akan menjaga keragaman, kebhinekaan, dan keutuhan negeri ini. Publik juga bisa mengetahui bahwa HTI selama ini sangatlah lantang menolak disintegrasi bangsa seperti kasus Timor-Timur, OPM, dan RMS. Sehingga tuduhan bahwa HTI membahayakan NKRI merupakan tuduhan sangat gegabah dan tanpa dasar yang memadai. Bahkan cenderung bersifat fitnah yang keji, tendensius, dan terkesan dipaksakan.

HTI juga menolak utang luar negeri, karena itu berimplikasi pada terbukanya intervensi negara-negara asing terhadap negeri ini, terutama dalam bidang ekonomi dan politik. Wajar saja jika HTI sangat menentang kebijakan hutang luar negeri, yang jelas-jelas telah menyengsarakan rakyat dan membuat terpuruk bangsa dan negara ini. Sementara itu secara konseptual dan aplikatif Khilafah sangat menjaga harga diri dan kehormatan perempuan. Justru sistem kapitalisme-demokrasi yang telah mengekploitasi wanita, dengan membiarkan wanita banyak bersaing di dunia kerja dengan laki-laki. Bahkan membolehkan wanita bekerja di luar negeri tanpa didampingi suami atau mahramnya. Jadilah setiap saat bahaya senantiasa mengancam kehormatan dan harga diri wanita. Jadi yang jelas pihak yang mendiskriminasi perempuan itu bukan Khilafah tapi sistem demokrasi-sekuler yang diterapkan di negeri ini.

Oleh karena itu, kampanye hitam yang dituduhkan Kemenkumham merupakan tindakan yang tanpa dasar, emosional, dan sangat tidak terhormat. Itu sama artinya menuduh pihak lain membahayakan negeri ini, padahal di pihak dirinya-lah banyak kebijakan yang telah membahayakan negeri ini. Bayangkan banyak catatan buruk yang menerpa Kemenkumham. Sebagaimana dilansir oleh www.mediaoposisi.com (pada 18/2/2018). Pertama, kementerian inilah yang telah gagal kelola lapas. Dengan banyaknya kasus kaburnya ratusan nara pidana di Pekanbaru. Yang merupakan puncak dari rentetan kerusuhan di dalam penjara sejak Januari 2017. Juga adanya kerusuhan di lapas Bentiring Bengkulu, yang melibatkan bentrok fisik ratusan nara pidana di dalam blok tahanan lapas. Tentu saja ini menunjukkan adanya permasalahan yang serius di tubuh kementerian tersebut. Padahal Kemenkumhan telah banyak menyedot anggaran APBN, namun hasinya sungguh sangat memprihatinkan.

Kedua, Kemenkumham telah membebaskan Koruptor. Mantan Jaksa Agung Urip Tri Gunawan adalah Jaksa yang divonis 20 tahun stelah terbukti menerima suap Bank dagang Nasional Indonesia terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun belum sampai separoh menjalanai masa hukuman, Urip sudah dapat pembebasan bersyarat. Tentu ini merupakan kebijakan yang sangat membahayakan bagi penegakan hukum di negeri ini. Ketiga, Maraknya suap menyuap di lapas Kemenkumham. Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak sekali kasus suap-menyuap terjadi di lapas yang dikelola di bawah Kemenkumham RI. Bahkan untuk mereka yang punya uang akan bisa mendapatkan sejumlah fasilitas yang berbeda dengan tahanan lain, oleh karena itu tak jarang kadang terjadi kericuhan hingga larinya para warga binaan seperti di Rutan Sialang Bungkuk Pekanbaru Riau beberapa waktu lalu.

Dengan demikian, publik harus menolak keras sikap yang tidak profesional dan mengarah kepada fitnah tanpa dasar yang telah dilakukan Kemenkumham terhadap HTI. Cara-cara yang tidak terhormat itu dilakukan karena selama persidangan gugatan HTI kepada pemerintah di PTUN, pihak tergugat yaitu Kemenkumham telah mengalami kekalahan intelektual karena tidak bisa membuktikan tuduhannya terhadap HTI. Harusnya Kemenkumham ini bertindak sportif dan fair, tidak melakukan tindakan yang merendahkan kredibilitasnya sebagai kementerian yang fokus dalam hal penegakan hukum. Namun realitas menunjukkan sebaliknya yaitu Kemenkumham justru telah menampakkan tindakan yang rendah secara inlektual dan hina secara moral, yang tidak layak dipertontonkan institusi kementerian yang membidangi masalah hukum. Sadarlah!. Wallahu a’lam

sumber : Bergerak.org