OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 11 Maret 2018

Fadli: Korban Hoaks yang Kontra Pemerintah Penanganannya Lamban

Fadli: Korban Hoaks yang Kontra Pemerintah Penanganannya Lamban


Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. (Foto: mus)

10Berita, JAKARTA  Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyesalkan aparat Hukum dalam menangani kasus hoaks tertentu lamban. Untuk hoaks yang korbannya adalah mereka yang dekat dengan pemerintah, itu cepat sekali penanganannya.

“Tapi kalau hoaks yang korbannya partai (yang berseberangan) atau pihak yang dianggap kontra dengan pemerintah, itu (penanganannya) lamban,” kata Fadli dalam Diskusi Publik bertema ‘War on Hoax’ yang digelar Jurnalis Islam Bersatu (JITU) di Masjid Abu Bakar Ash Shiddiq, Jl Otista Raya, Jakarta Timur, Sabtu (10/3/2018).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini mencontohkan kasus mantan wartawan BBC Ansyari Usman yang dilaporkan Ketum PPP, cepat sekali prosesnya. Ansyari bahkan ditangkap, meski setelah diperiksa, dia dibebaskan. Tetapi kasusnya belum dihentikan.

Apapun, kata Fadli, hoaks harus dilawan, karena hal ini membuat media sosial kita rusak. “Perdebatan juga jadi tidak bermutu bahkan saling serang,” ujarnya. Hoaks, tutur Fadli, sangat membahayakan karena (dengan hoaks) bisa terjadi politik adu domba. Dan tentu saja yang paling banyak dirugikan dalam kasus belakangan ini adalah umat Islam.

“Apalagi seolah-olah lebelingnya itu Muslim Cyber Army (MCA). Saya termasuk yang komplain lebeling MCA itu. Seharusnya kepolisian tidak boleh menyebutnya itu dengan identitas,” ujarnya.

Menurut Fadli, kalau kita konsisten untuk tidak menggunakan SARA, ya jangan menggunakan ini untuk menyebarkannya.

“Kalau ada yang melanggar hukum sebut dia pelanggar hukum. Kalau ada perampok masak disebut perampok Muslim. Dia merampok nggak ada urusannya dengan identitas,” kata Fadli.

Di sini, menurut Fadli, dia melihat tidak ada sensitivitas aparat penegak hukum terhadap isu-isu yang berkembang. Dan, ini ujarnya, yang menjadikan kita tidak kondusif dalam persoalan SARA, karena pemimpinnya tidak mengerti bagaimana mengatasinya.

“Pemimpinnya tidak kredibel, tidak mempunyai wawasan tentang sejarah, tentang bagaimana memahami hubungan umat Islam dengan pemerintah di masa lalu dan sebagainya,” tandasnya. []

Sumber : Salam Online.