HAM PBB Tuntut Rezim Assad dan Rusia Diseret ke Pengadilan Pidana Internasional
10Berita, JENEWA – Kepala hak asasi manusia PBB pada hari Jumat (02/03/2018) mengatakan bahwa kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan berat terjadi di Ghouta Timur dan di tempat lain di Suriah dan harus diseret ke Pengadilan Pidana Internasional, lanasir Anadolu Agency.
“Apa yang kita lihat, di Ghouta Timur dan tempat lain di Suriah, kemungkinan adalah kejahatan perang, dan berpotensi juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan berat,” Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra’ad al-Hussein mengatakan dalam sebuah pertemuan mengenai situasi di pinggiran kota Damaskus yang terkepung pada sesi ke-37 Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa.
“Warga sipil dituntut untuk tunduk atau mati. Pelaku kejahatan ini harus tahu bahwa mereka diawasi, bahwa berkas sedang disusun dengan maksud untuk menuntut mereka, dan bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah mereka lakukan,” dia menambahkan.
Kepala hak asasi manusia PBB mengatakan bahwa meskipun jeda lima jam telah diumumkan oleh Rusia untuk memungkinkan bantuan medis dan kemanusiaan, serangan udara dan serangan darat oleh rezim Suriah dan Rusia terus berlanjut.
“Selain itu, badan-badan kemanusiaan telah sering benar-benar menjelaskan bahwa tidak mungkin untuk memberikan bantuan selama jendela lima jam karena untuk bisa melewati pos pemeriksaan saja membutuhkan waktu satu hari,” katanya.
“Rezim Suriah harus diseret ke Pengadilan Pidana Internasional. Upaya untuk menggagalkan keadilan, dan melindungi para penjahat ini, merupakan tindakan yang tercela,” tambahnya.
Perwakilan AS di dewan tersebut, Theodore Allegra, mengutuk serangan “brutal” oleh rezim Bashar al-Assad.
“Tidak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan kebrutalan serangan rezim terhadap penduduknya sendiri. Kengerian situasi ini bahkan tidak mampu diucapkan dalam bahasa Inggris untuk menggambarkannya,” katanya.
Memperhatikan bahwa tidak ada upaya menghentikan permusuhan meski Dewan Keamanan PBB telah menetapkan resolusi gencatan senjata Sabtu lalu, Allegra menambahkan: “Rezim Assad dan pendukungnya, Rusia, terus melakukan serangan udara – serangan udara yang menyebabkan lebih banyak kematian orang-orang yang tidak bersalah, perempuan, dan anak-anak, dan yang menyebabkan lebih banyak penghancuran infrastruktur sipil, termasuk bangsal rumah sakit bersalin.”
“AS menyesalkan semua serangan senjata kimia, dan sangat prihatin dengan laporan lain tentang serangan senjata beracun klorin di Ghouta Timur kurang dari satu hari setelah gencatan senjata seharusnya mulai berlaku,” katanya.
Duta Besar Turki untuk PBB di Jenewa, Naci Koru mengatakan pengepungan yang diterapkan oleh rezim di wilayah sipil “tidak dapat diterima”, mengacu pada Ghouta Timur.
“Kami siap untuk merawat warga sipil yang kritis dan terluka [dari Ghouta timur] di Turki. Kami akan terus memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Suriah dan mendukung usaha masyarakat internasional dan PBB,” katanya.
Rezim Suriah, Rusia, China dan beberapa negara lain menentang diadakannya diskusi semacam itu di Dewan Hak Asasi Manusia PBB sedangkan AS, Inggris, negara-negara Uni Eropa, dan Turki mendukung sesi mendesak mengenai Ghouta Timur.
Rusia menolak dengan alasan bahwa pertemuan tersebut “tidak berguna dan kontraproduktif”.
Ghouta Timur, pinggiran kota Damaskus, telah diblokade dan dikepung selama lima tahun terakhir, dan akses kemanusiaan ke daerah tersebut, yang merupakan rumah bagi sekitar 400.000 orang, telah benar-benar terputus.
Dalam delapan bulan terakhir, pasukan rezim Syiah Nushairiyah Bashar al-Assad telah mengintensifkan pengepungan mereka terhadap Ghouta timur, sehingga hampir tidak mungkin bagi makanan atau obat-obatan masuk ke distrik tersebut dan membuat ribuan pasien memerlukan pengobatan.
674 orang tewas akibat serangan udara rezim Syiah Assad dan Rusia dalam beberapa hari ini.
Sabtu lalu, Dewan Keamanan PBB mengadopsi sebuah resolusi yang menyerukan gencatan senjata 30 hari di Suriah tanpa penundaan.
Sumber : Jurnalislam.com