Hersubeno Aroef: Aksi Merangkul Anies Baswedan Yang Gagal
10Berita -Foto-foto Presiden Jokowi yang tengah berjalan sambil berbincang akrab dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam beberapa harı ini menyebar massif di media, dan medsos. Keduanya tengah meninjau bangunan Wisma Atlet yang akan dipergunakan pada perhelatan Asian Games.
Melihatnya masifnya penyebaran foto-foto tersebut, terutama di medsos, menunjukkan ada pesan yang ingin disampaikan oleh Presiden Jokowi kepada publik. Dalam beberapa foto tersebut, Jokowi terlihat sangat dekat dan akrab dengan Anies. Sudut pandang (angle) pengambilan gambarnya sangat humanis.
Keduanya terlihat sangat serius berdiskusi, tak jarang diselingi dengan senyum dan tawa lebar. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Menpora Imam Nahrawi berjalan agak di belakang, atau terkadang berdiri dalam posisi mengambil jarak. Terlihat mereka terkesan memberi “ruang” dan tak mau “mengganggu,” pembicaraan Jokowi-Anies. Dalam salah satu foto terlihat posisi Basuki yang kikuk ketika berdiri sejajar dengan Jokowi dan Anies di sebuah lorong.
Padahal kalau melihat jabatan dan posisinya, sebenarnya yang punya gawe Wisma Atlet adalah Menteri PUPR dan Menpora. Pemprov DKI, seperti kata Sekda DKI Saefullah hanya bertugas membangun taman dan fasilitas luar gedung.
Dari sisi public relation dan marketing communication, apa yang dilakukan Presiden Jokowi dan timnya adalah sebuah damage control management. Sebuah upaya memperbaiki kerusakan pada reputasi merek dan personal (brand/personal reputation).
Insiden dicegahnya Anies mendampingi Jokowi oleh Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) pada final Piala Presiden di Gelora Bung Karno, Jakarta (18/2) telah menimbulkan kerusakan yang cukup serius pada reputasi Presiden Jokowi. Dalam sepakbola kadarnya hampir sama, bahkan melebihi gol bunuh diri seorang pemain bintang.
Pengakuan Ketua Steering Committee Maruarar Sirait (Ara) bahwa semua itu merupakan kesalahannya, dan secara pribadi dia bertanggung jawab, tidak cukup memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi.
Serbuan ratusan ribu, bahkan mungkin jutaan netizen —kalau saja tidak dihapus admin— ke akun medsos Presiden Jokowi menunjukkan adanya kemarahan kolektif yang sangat besar dari publik.
Fenomena ini sungguh mengagetkan, dan pasti tidak pernah diduga. Bagaimana mungkin seorang presiden yang dikenal sebagai media darling, aktif di medsos, punya follower jutaan, tiba-tiba mengalami bullying gila-gilaan. Gara-gara “gol bunuh diri” Ara, penyerbuan ke akun medsos Presiden Jokowi sejauh ini barangkali telah tercatat menjadi aksi perisakan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Kerusakan parah itu harus segera diperbaiki, bila reputasi Presiden Jokowi tidak mau bertambah jeblok. Apalagi Pilpres 2019 tinggal kurang lebih satu tahun lagi.
CAP Rule
Dalam strategi damage control ada sebuah pakem yang dikenal dengan istilah CAP Rule (Concern, Action, dan Perspective). Kita harus mendemonstrasikan perhatian, kepekaan yang tulus, sangat serius memperbaiki dan mengatasi kerusakan, serta memberikan perspektif tentang implikasi yang luas dari peristiwa yang terjadi.
Dengan menyebarnya foto-foto Jokowi berjalan bersama, berbincang sangat akrab, dan terlihat sangat dekat dengan Anies, maka pesan yang ingin disampaikan kapada publik, “tidak terjadi apa-apa, antara Jokowi dan Anies.” Keduanya mempunyai hubungan yang sangat akrab. Netizen dan terutama pendukung Persija saja yang lebay.
Sayangnya dalam era medsos strategi managemen krisis damage control tersebut tak sepenuhnya bisa kita kendalikan. Para pendukung Jokowi tanpa sadar telah merusak strategi public relation yang tengah dirancang Presiden dan timnya. Padahal komunikasi internal menjadi salah satu syarat dalam manajemen krisis dan damage control.
Dalam salah satu foto terlihat Jokowi sedang berbicara, dan Anies yang berdiri di sebelah kanannya sedang mendengarkan, dengan tangan kiri seolah terkesan bertolak pinggang. Foto ini diberi komentar seolah Anies tidak tahu menempatkan diri, dan berlaku tidak sopan kepada seorang Presiden.
Foto yang telah diberi caption tersebut disebar ke berbagai group pertemanan dan kemudian menimbulkan reaksi yang beragam. Para pendukung Jokowi beramai-ramai mengomentari dan menghujat Anies. Sementara pendukung Anies, maupun yang kontra Jokowi berkomentar sebaliknya.
Strategi PR yang tampaknya sudah dirancang sangat baik itu berjalan tidak sesuai dengan skenario awal. Target merangkul para pendukung Anies dan the Jakmania menjadi mentah.
Di medsos berbagai tulisan tentang rivalitas antara Jokowi dengan Anies bermunculan. Banyak yang mengingatkan Anies bagaimanapun adalah figur yang tidak disukai Jokowi. Sebagai Mendiknas yang punya reputasi sangat baik, dia diberhentikan oleh Jokowi ditengah jalan. Ada yang menduga pemberhentian Anies karena khawatir munculnya matahari kembar.
Insiden di GBK mengingatkan kembali publik adanya rivalitas terselubung antara Jokowi dengan Anies. Pengajar filsafat dari UI Rocky Gerung menyebut saat ini ada dua matahari kembar. Yang satu di Merdeka Utara (Istana presiden), dan yang lainnya di Merdeka Selatan (Balaikota DKI).
Membangun sebuah brand reputation di era medsos memang tidak mudah. Seperti membangun istana pasir di tepi pantai, sangat mudah tersapu ombak. []
*Penulis adalah Konsultan media dan pemerhati politik
Sumber: Hersubenoarief.com