Hilang Peduli: Antara Dilan dan Ghouta
10Berita, Tragedi Ghouta masih menjadi tagline di linimasa hingga hari ini. Beritanya masih belum tuntas. Paralel dengan berbagai problematika yang menimpa muslim Ghouta yang masih dicekam kelaparan, dentuman bom dan syahidnya para syuhada.
Neraka jahanam pun seolah-olah berpindah tempat di atas bumi Ghouta. Jasad syuhada yang tergeletak tak berdaya yang dilumuri darah. Banyak diantaranya tak utuh dan rusak. Tak sedikit pula yang tak dapat dikenali. Ada pula yang syahid terhimpit bangunan-bangunan runtuh akibat bombardir bom. Di antara para syuhada itu ada anak-anak yang tak berdosa. Anak-anak yang harusnya kita peluk dalam dekapan hangat penuh cinta, tapi harus lebih awal menjemput syahid.
Korban yang terluka pun tak sedikit. Muka dan badan berdarah akibat serpihan kaca dan batu, mungkin tak seberapa sakitnya. Tapi bagi yang mereka, yang tangan dan kakinya hancur, patah, terpisah dari badan, sakitnya tak dapat diungkapkan. Belum lagi organ dalam yang terkena hantaman bom dan runtuhan bangunan, rasa sakit berujung pada jeritan dan air mata. Berharap setiap inci dari anggota badan yang terluka menjadi saksi perjuangannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala di yaumil akhir kelak.
Ya, mata dan hati siapa pun tak akan kuat menyaksikan pembantaian massal penduduk Ghouta. Siapa pun tak akan dapat menahan laju tetesan air mata melihat perjuangan para syuhada mempertahankan tanah, kehormatan, harta, raga dan nyawa di bawahan hujaman bom rezim zalim Assad dan para sekutunya. Apalagi bagi siapa saja yang mengaku dirinya seorang muslim. Harusnya dalam sanubarinya ada setitik rasa peduli bagi muslim Ghouta. Tak terkecuali bagi muslim di Indonesia.
Nyatanya rasa kepedulian tersebut tak tercermin pada penguasanya. Penguasa negeri ini justru lebih peduli pada film percintaan remaja yang sedang hits, bahkan dibumbui sikap bapernya dibandingkan dengan peristiwa pembantaian kaum muslimin yang terjadi di Ghouta. Diberitakan kompas.com, 25/2/2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi), Minggu (25/2/2018) siang, menyempatikan diri nonton bioskop di Senayan City, Jakarta Selatan. Ia bersama putrinya Kahiyang Ayu dan suami Bobby Nasution menonton film romantis berlatar tahun 1990 yang sedang nge-hits, "Dilan 1990".
Prihatin, mengingat seorang penguasa adalah teladan pertama dan utama bagi rakyatnya. Apalagi sebagai pemimpin yang memimpin negara berpenduduk mayoritas muslim terbanyak di dunia, harusnya terdepan dalam memberi contoh rasa kepedulian di hadapan dunia Islam. Apalagi antara kaum muslimin telah diikat dengan erat oleh persaudaraan hakikih karena aqidah Islam yang mulia. Bukan sebaliknya abai terhadap derita Ghouta, dan terbuai film romantisme remaja ala Dilan.
Sekat nasionalisme semu telah berhasil meninabobokan rasa peduli dan rasa persaudaran seorang muslim bahkan selevel seorang penguasa negeri muslim. Racun nasionalisme semu telah membangun dinding tebal antara negeri-negeri muslim di dunia pasca runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyyah. Kaum muslimin di berbagai negeri muslim seolah-olah tak saling memiliki, padahal sejatinya mereka adalah umat yang satu, yang diibarat sebagai satu tubuh. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam menyampaikan, “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim).
Suatu kezaliman pula jika kita hanya diam sementara saudara kita dalam kondisi terzalimi seperti penduduk Ghouta kini. Ingatlah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya (tidak peduli padanya), menghinanya.” (HR. Muslim).
Jauhnya jarak dan tempat bukan alasan syar’i bagi seorang muslim untuk mengabaikan urusan saudaranya. Karena hakikatnya ukhuwah Islamiyah menuntut seorang muslim untuk peduli, menolong dan memudahkan setiap urusan yang menimpa saudaranya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji akan memudahkan dan meyelesaikan setiap kesulitan seorang mukmin yang memberikan kemudahan bagi saudaranya.
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda:”Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya."
Seorang penguasa muslim sejatinya terdepan dalam mengambil sikap terhadap berbagai problematika umat. Terlebih terhadap tragedi pembantaian massal yang menimpa kaum muslim Ghouta. Kepedulian seorang penguasa terhadapan derita Ghouta akan berimbas pada tumbuhnya rasa peduli dan persaudaraan di tengah rakyatnya. Lebih dari itu seorang penguasa memiliki kekuatan untuk menyelesaikan konflik di Ghouta dengan kedua tangannya tentunya dengan kekuatan militer yang dimilikinya.
Sebaliknya seorang penguasa muslim yang tak peduli bahkan bersenang-senang di atas derita saudaranya. Patut merenungi kembali nasihat Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, “Barangsiapa yang pada pagi harinya hasrat dunianya lebih besar maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barangsiapa yang tidak takut kepada Allah maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barang siapa yang tidak perhatian dengan urusan kaum muslimin semuanya maka dia bukan golongan mereka”(HR. Al-Hakim dan Baihaqi).
Semoga kita termasuk golongan umat Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam yang senantiasa peduli dengan nasib kaum muslimin di belahan bumi mana pun dan dalam kondisi apa pun. Serta menjadi golongan terdepan dalam menjaga dan melindungi dinul Islam, sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala memenangkan dakwah ini atau sampai memanggil kita pulang. Amiin.
Ummu Naflah
Muslimah Peduli Ghouta, tinggal di Tangerang
Sumber : SI Online