OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 02 Maret 2018

“Penangkapan MCA Palsu Besar Kemungkinan karena Kecewa Kekalahan Politik”

“Penangkapan MCA Palsu Besar Kemungkinan karena Kecewa Kekalahan Politik”

10BeritaNAMA Muslim Cyber Army (MCA) kembali mencuat belakangan ini, setelah kepolisian dengan gencarnya melakukan aksi penangkapan terhadap sejumlah orang yang disebut-sebut sebagai “anggota MCA”.

Berita penangkapan “anggota MCA” itu pun digiring sedimikian rupa secara masif melibatkan berbagai media mainstream. Isunya pun seakan-akan digiring untuk menyudutkan kelompok siber yang turut berjasa besar memenangkan umat Islam dalam perang opini pada kasus penistaan agama oleh terpidana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), 2016 lalu.

Lantas, apa hubungannya MCA di era Aksi Bela Islam tersebut dengan “MCA” yang ditangkap saat ini? Siapa sebenarnya MCA itu? Mengapa penangkapan tersebut gencar dilakukan di tahun politik 2018 ini? Apa hubungannya dengan Pilkada DKI Jakarta 2017 dimana Ahok tumbang?

Menjawab itu, aktivis senior di bidang media sosial yang juga Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Mustofa B Nahrawardaya, mengungkapkan panjang lebar penjelasannya kepada hidayatullah.com di Jakarta, Kamis (01/03/2018), usai pengguna Twitter dengan akun @NetizenTofa ini menghadiri acara di sebuah tempat. Berikut petikannya!


Bagaimana awal mula munculnya MCA?

Kalau nama MCA (Muslim Cyber Army), baru muncul setelah Ahok’s Case (kasus Ahok) muncul ke permukaan. Jadi sekitar pertengahan Oktober 2016, ketika Aksi Bela Islam I pada tanggal 14 Oktober 2016 digelar, nama MCA baru muncul.

Kemudian ketika Aksi Bela Islam II dilakukan pada 4 November 2016, nama MCA mulai melambung dan mendapatkan tempat di media sosial, meskipun pada awalnya sempat dicemooh oleh kelompok netizen lain yang mendukung Ahok.

Jika semula pasukan cyber pendukung Ahok menguasai jagad maya dengan banyak propaganda jahat dan penyebaran info sesat dan hoax, maka kemunculan MCA menjadi penyeimbang informasi yang ada.

Saya yakin, banyak sekali rakyat Jakarta khususnya, yang menjadi korban dari beroperasinya kelompok Cyber Army pendukung Ahok. Saya mensinyalir, praktik penyesatan informasi dan pengaburan fakta demi memenangkan jagoannya, sudah dilakukan kelompok liar tersebut, sejak 2012. Lalu makin sukses membodohi masyarakat pada 2014, dan mungkin akan dilanjutkan 2018 dan 2019.

Tapi, pergerakan MCA, berhasil mematahkan “perjuangan” tanpa etika yang dilakukan mereka.

Walhasil, pada Aksi Bela Islam III, yakni yang dikenal sebagai gerakan ABI 212 di Monas (Jakarta), nama MCA sudah jadi momok kelompok lain yang mencoba membangun citra Ahok setinggi langit.

Yang membuat MCA semakin besar barangkali karena kelompok Cyber Army lain, tidak saja mencitrakan Ahok sebagai manusia sempurna tanpa cacat, namun juga disebabkan oleh sentimen publik terhadap respons Pemerintah yang seperti memaksakan diri mengait-ngaitkan aksi-aksi umat Islam atau ABI, sebagai aksi yang dilandasi motif makar.

Jadi, saat itulah MCA seperti punya tantangan yang harus dilawan.

Persoalannya lagi-lagi karena Cyber pendukung Ahok dan Cyber pendukung Jokowi bersatu mencitrakan aksi umat Islam tersebut dengan tidak selayaknya. Jangan tanya lagi, apa saja bentuk ketidaklayakan itu. Intinya, jika tidak dilawan dengan MCA, maka akan banyak lagi masyarakat menjadi korban kesesatan dan kedzaliman informasi, akibat ulah kelompok lawan MCA yang brutal.

MCA muncul saat Aksi Bela Islam I,  2016. Sementara, salah seorang “anggota MCA” yang ditangkap disebut oleh polisi sudah 5 tahun jadi anggota “The Family MCA” berdasarkan gadget “pelaku”, ini bagaimana?

Ngawur itu (kemudian tertawa).

Lucunya dimana?

MCA baru ada 2016, kok mereka dah 5 tahun. Dari gadget siapa itu?

Apa sih alasan anggota MCA ini mau bergerak bersama?

Pergerakan MCA, unik. Mereka tidak pernah ketemu muka, tidak bertatap mata, tidak bersapa selain melalui dunia maya. Mereka, ribuan akun media sosial yang bergerak dalam MCA, bisa bersama-sama melakukan kontra opini melawan gerakan jahat kelompok lain, tidak lain tidak bukan karena digerakkan oleh ghirrah yang sama, yakni menjaga kesucian Islam dari serangan tangan kotor kelompok lain.

Kenapa, karena sejak para ulama bergerak membawa umat ke jalanan meminta keadilan dalam kasus penistaan (oleh) Ahok, ternyata gerakan menghina, menista, memaki, dan membenci Islam, bertambah besar. Sangat masif, gerakan tersebut di dunia maya. MCA akhirnya juga bersepakat menjaga marwah ulama yang mereka cintai.

Dalam hal ini, karena Aksi Bela Islam dipimpin oleh Habib Rizieq Shihab (HRS) dan ulama-ulama lain dari berbagai ormas Islam lain, maka MCA pun membela dan melindungi mereka dari serangan jahat dunia maya. Apalagi ketika HRS banyak mendapatkan serangan, baik fisik maupun psikis hingga HRS memilih sementara memimpin pergerakan dari Saudi Arabia, MCA pun tidak surut berjuang sampai sekarang.

Yang menarik adalah, sekalipun HRS jadi sentral, namun MCA berkomitmen menjaga apapun dan siapapun yang dianggap sebagai ikon-ikon Muslim di Indonesia. Karena, sejak awal memang MCA seperti ada komando tanpa komando, bahwa MCA hanya bisa bekerja karena semata-mata terikat oleh keyakinan yang sama, yakni Islam.

Jadi, hanya agama Islam lah yang sanggup mempersatukan MCA dalam gerakan yang rapi dan sama.

Lalu cara kerja mereka seperti apa?

MCA senantiasa bergerak tanpa bisa diendus bentuk dan jaringannya. Karena memang cara bergerak MCA mirip OTB, Organisasi Tanpa Bentuk. Meski OTB, MCA beda. Gerakan mereka sangat rapi dan saling memahami. Mereka tahu, harus berbuat apa. Tanpa dikoordinasi sekalipun, MCA bisa menempatkan diri masing-masing saat berjihad informasi.

Saat diserang musuh, MCA benar-benar bisa melawan tanpa panglima. Saat bertahan, MCA bisa bertindak tanpa ada yang membayar, memberi pulsa, dan tanpa keluhan. Bagi MCA, membela Islam dan ulama di dunia maya, menjadi kebanggaan tersendiri yang sulit diceritakan.

Padahal, mereka tidak pernah bertemu dan tak pernah bertatap muka. Uniknya, ketika ada MCA palsu, maka MCA yang asli, bisa dengan sendirinya melakukan hukuman maya spontan tanpa menunggu.

Tanggapan dan saran Anda atas polisi yang merilis “pelaku anggota MCA”?

Saya sangat berterima kasih kepada polisi karena bisa menangkap MCA yang tidak asli. Karena dari merekalah, citra MCA yang asli jadi buruk. Karena ulah merekalah, MCA yang berdakwah dengan landasan al-Qur’an dan Hadits, serta keadaban, kini menjadi kotor oleh ulah segelintir penumpang gelap.

Jika perlu, nama akun mereka juga diumumkan ke publik. Saya meminta polisi memburu jaringannya, pendananya, serta sutradaranya. Jangan sampai ada yang lolos. Jika perlu, nanti saya sowan dan bersilaturahim ke Mabes Polri untuk memberikan kenang-kenangan sebagai tanda penghargaan.

Yang ditangkap itu mengaku-ngaku sebagai anggota MCA, apa iya MCA asli akan mengaku demikian?

MCA tidak melakukan ujaran kebencian. Polisi tentu tidak mudah mengorek para pelaku. Polisi bekerja bukan berdasarkan pengakuan, namun berdasar bukti. Jadi, memang terbukti para pelaku itu melakukan hatespeech dan menamai grup WA-nya menggunakan nama MCA.

Namun jika pelaku mengaku sebagai MCA dan sengaja melanggar ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik), tentu malah aneh. Karena publik juga sudah tahu, MCA tidak punya keberanian melawan hukum ITE. Jangankan melawan hukum ITE. Untuk meluruskan informasi saja, masih kurang tenaga. Intinya, tidak ada waktu dan kesempatan untuk menghina dan menista pihak lain. Hal itu, hanya akan menguras tenaga dan pikiran.

Baca: ‘MCA Asli Membela Islam tanpa Ujaran Kebencian’


Sebelumnya ramai isu “Saracen”. Sekarang isu “MCA”. Analisis Anda?

Di pengadilan, Asma Dewi (ibu rumah tangga yang awalnya diduga terkait “Saracen”, Red) terbukti tidak terlibat. Setidaknya ini yang saya dengar dari media massa. Isu Saracen menyeret banyak nama, termasuk saya juga disebut-sebut. Tapi itu semua hanya omong kosong.

Pelaku-pelakunya hanyalah kelompok iseng yang tidak jelas motivasinya. Tidak jelas arahnya. dan tidak jelas ideologinya. Mengaku membela Islam, tetapi sepak terjangnya atau jejak digitalnya tidak dapat diendus oleh netizen lain yang lebih senior.

Intinya, Saracen adalah kelompok misterius yang tampak sekali, hanya bekerja untuk kepentingan yang tidak jelas. Ulah mereka lebih banyak merugikan umat Islam ketimbang manfaatnya. Saracen hanya segelintir orang tidak jelas yang bekerja karena urusan perut, bukan motif membela agama.

Mungkinkah penangkapan ini pengalihan isu tertentu atau terkait Pilkada 2018 dan Pilpres 2019?

Dugaan ke arah itu sangat kuat. Besar kemungkinan, ini hanya isu jangka pendek karena kekecewaan kekalahan-kekalahan dalam urusan politik. Juga hanya akan berlangsung hingga Pilkada 2018 atau Pemilu 2019 mendatang.

Nanti, jika 2019 terpilih Presiden Baru, mudah-mudahan MCA bisa istirahat. Karena saya pikir, pasukan Cyber liar lawan MCA, otomatis berhenti beroperasi sementara, begitu yang mengkoordinir mereka tidak ada yang melindungi atau membiayai. Namun jika tidak ada pergantian Presiden 2019, kemungkinan musuh MCA akan terus ada.*

Sumber : Hidayatullah.com