Tim Pencari Fakta PBB; Genosida Muslim Rohingya Disponsori Negara
10Berita – Tim Pencari Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis temuan berisi pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa etnik minoritas Muslim di Myanmar, termasuk Rohingya, dalam sidang Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss.
Dalam laporan yang dibacakan mantan Jaksa Agung di era Presiden Gur Dur, Marzuki Darusman menyebut kekerasan yang terjadi di Rakhine State dilakukan secara sistematis dan terstruktur.
Laporan ini didasari informasi yang dikumpulkan dari 600-an wawancara dengan para korban dan saksi mata saat tim pencari fakta berkunjung ke Bangladesh, Malaysia, dan Thailand.
“Kejadian-kejadian yang kami selidiki secara rinci di Negara Bagian Rakhine, Kachin, dan Shan adalah wujud dari pola pelanggaran HAM secara sistematis dan bertahan lama di Myanmar,” papar Marzuki.
“Bantahan apapun mengenai keseriusan situasi di Rakhine, pelanggaran HAM yang dilaporkan, dan penderitaan para korban, tidak bisa dipertahankan. Kami mempunyai ratusan pengakuan kredibel yang mengerikan,” imbuh Marzuki.
Sejak tim pencari fakta PBB dibentuk, pemerintah Myanmar menolak memberi tim tersebut akses masuk ke wilayah mereka.
Sebagai gantinya, pemerintah Myanmar membentuk sendiri Komisi Penyelidik Negara Bagian Rakhine. Kesimpulan komisi itu adalah tiada bukti yang menunjukkan terjadinya genosida atau pembunuhan besar-besaran secara berencana terhadap kelompok minoritas Rohingya.
Komisi ini diketuai Jenderal Purnawirawan Myint Swe, yang kini menjabat sebagai wakil presiden.
Operasi ‘Pembersihan’
Di dalam laporan tim pencari fakta PBB, terdapat delapan temuan yang berhubungan dengan tuduhan mengenai ‘operasi pembersihan’ militer Myanmar terhadap komunitas Rohingya selepas serangan kelompok milisi ARSA (Tentara Pembebasan Arakan Rohingya).
“Pengakuan kredibel bermunculan mengenai aksi pelanggaran HAM pasukan keamanan negara selama berlangsungnya operasi ini. Operasi ini menimbulkan korban dalam jumlah yang sangat besar,” tulis laporan tersebut.
Sepak terjang militer Myanmar, sebagaimana dibeberkan laporan tersebut, beragam. Mulai dari penembakan membabi buta ke penduduk desa yang melarikan diri hingga pembakaran sejumlah orang secara hidup-hidup di rumah mereka, termasuk kaum manula, difabel, dan bocah kecil.
Gambar satelit menunjukkan sedikitnya 319 desa dibakar seluruhnya atau sebagian setelah operasi pembersihan dimulai pada 25 Agustus 2017.
“Kami punya pengakuan ratusan saksi mata. Kami telah melihat foto dan gambar satelit desa-desa Rohingya diratakan oleh buldoser, menghapus semua jejak kehidupan dan komunitas yang tadinya berada di sana. Belum lagi, menghancurkan semua bukti kejahatan yang mungkin ada,” papar Marzuki.
Selain mendapat pengakuan soal penghancuran desa-desa Rohingya, laporan tim pencari fakta PBB berisi kesaksikan mengenai pemerkosaan massal dan pembunuhan terhadap anak-anak.
“Sifat kekerasan yang disponsori negara secara meluas dan sistematis ini menunjukkan adanya perencanaan dan pengorganisasian terlebih dahulu dan ini akan kami selidiki hingga detil,” sebut laporan itu.
“Kami tengah menganalisa peran dan struktur komando pasukan keamanan serta keterlibatan pihak lain…Kami akan menyematkan di mana tanggung jawab masing-masing pihak.”
Tim pencari fakta PBB dibentuk Dewan HAM PBB pada Maret 2017 lalu untuk mencari dan mendapatkan fakta-fakta dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan militer dan aparat keamanan di Myanmar.
Sumber :BBC Indonesia,