Catatan Asyari Usman: Belajar Dari Bocornya Pertemuan PA 212 dengan Jokowi
10Berita – Sekarang, pihak Persaudaraan Alumni 212 (PA-212) memprotes mengapa pertemuan antara 11 ulama senior penggerak aksi damai umat Islam bisa bocor ke media. Padahal, pertemuan itu sifatnya tertutup. Semua handphone peserta tidak boleh dibawa masuk ke ruang pertemuan di Istana Bogor pada 22 April 2018 (Ahad).
Tapi, akhirnya berita dan foto pertemuan itu beredar. Menjadi viral. Ini yang membuat PA-212 meradang. Tim 11 membuat konfrensi pers pada 25 April (Rabu), kemarin, untuk menjelaskan soal pertemuan itu. Sekaligus menyampaikan rasa kesal mereka terhadap pertemuan yang bocor itu.
Jumpa pers ini cukup menarik. Tim 11 menjelaskan tujuan pertemuan dengan Presiden. Tetapi, poin penting yang ingin mereka sampaikan adalah permintaan kepada Presiden agar mengusut tuntas kebocoran pertemuan itu. Padahal, tidak ada seorang pun wartawan Istana yang hadir.
Tapi, apakah mengherankan sekali bagi Tim 11 setelah mengetahui berita dan foto pertemuan itu beredar viral? Tentu tidak perlu heran. Bukankah Presiden Jokowi sekarang ini memang memerlukan berita-berita seperti ini? Tim reparasi Pak Jokowi pastilah akan memanfaatkan pertemuan ini untuk memperbaiki citra beliau yang selama ini dianggap berjarak jauh dengan umat Islam. Pasti akan ada cara untuk mempublikasikan pertemuan yang bersifat tertutup itu.
Presiden memiliki “tim citra” yang sangat terlatih. Paling-paling nanti penjelasan Istana, mungkin, seperti ini. Foto pertemuan itu diambil oleh salah seorang staf Istana “level bawah”. Staf itu tidak paham bahwa pertemuan dilakukan secara rahasia, tertutup. Si staf merasa senang bisa mengambil foto pertemuan secara “tak sengaja”. Dia kemudian membagikan foto itu kepada salah seorang temannya yang berteman dengan seorang wartawan.
Pertemuan ini kelihatannya sangat penting bagi Presiden Jokowi. Untuk menambah “kredensial” beliau terkait dengan umat Islam. Sebab, Tim 11 itu terdiri dari tokoh-tokoh utama aksi damai. Di sana ada Ketua Umum FPI Ustad Shabri Lubis, Ketua Umum GNPF KH Yusuf Muhammad Marta, Ketua Umum PA-212 Selamat Ma’arif, dan pemuka umat lainnya. Boleh jadi Pak Jokowi diam-diam “bersyukur” pertemuan itu bisa bocor, fotonya beredar luas.
Entah kebetulan atau tidak, bersamaan harinya dengan penjelasan Tim 11 kemarin (25 April 2018), Pak Jokowi juga menjelaskan soal pertemuan itu kepada wartawan. Beliau berusaha mengesankan bahwa pertemuan ini adalah bagian dari rutinitas “jumpa ulama” yang sering dilakukannya. Pak Jokowi tampak santai menjelaskan pertemuan yang disepekati tertutup dan tanpa awak media itu. Beliau tidak menyinggung tentang protes dari Tim 11 terhadap bocornya pertemuan rahasia.
Pihak Tim 11 menggunakan bahasa yang lumayan “keras” dalam tanggapan yang mereka sampaikan di depan jumpa pers, kemarin. Jurubicara Tim 11, Kiyai Misbahul Anam, mengatakan pembocoran berita dan foto pertemuan dengan Pak Jokowi merupakan bentuk adu domba antara Presiden dan para ulama yang dilakukan oleh pihak ketiga. Pak Misbahul mengatakan dengan nada pedas bahwa pembocoran ini menunjukkan para pegawai Istana tidak bisa menjawab kerahasian negara.
Apa yang bisa kita pelajari dari pembocoran pertemuan PA-212 dengan Presiden Jokowi?
Pertama, pembocoran pertemuan ini seratus persen menjadi tanggung jawab pihak Istana. Kantor Staf Presiden tidak bisa berlepas tangan.
Yang kedua. Ada pertanyaan yang harus dijawab oleh PA-212: mengapa Anda semua harus menemui Jokowi secara rahasia? Mengapa harus tertutup? Bukankah tuntutan agar kriminalisasi para ulama dihentikan, lebih baik disampaikan secara terbuka? Tidak salah melakukan pertemuan tertutup, tetapi masalah yang dibicarakan haruslah masuk kategori “sensitif”. Misalnya, para ulama harus mengatakan secara terus-terang dan gamblang bahwa cara Pak Jokowi mengelola negara ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Kedua, sejak kapan para “penggoreng” bisa dipercaya untuk tidak membocorkan pertemuan yang sangat penting artinya bagi pencitraan Pak Jokowi itu? Kelihatannya, para pemuka PA-212 selalu bersangka baik. Tidak salah. Tapi, rasa-rasanya, para anggota Tim 11 tentulah orang-orang yang kecedasannya tak diragukan lagi. Mereka itu adalah para cendekiawan yang sangat piawai. Tak terbayangkan kalau mereka bisa masuk perangkap.
Pelajaran ketiga. Dikeliling oleh sangka-baik, segenap warga PA-212 haruslah “rajin” berkalkulasi dalam menghadapi para penguasa. Khususnya, berhati-hati dalam berkomunikasi dengan para penguasa yang “tiba-tiba” saja senang bersilaturhami dengan para ulama dan konstituen Islam.
Nah, hari ini kita semua menjadi paham. Paham bahwa, hampir pasti, yang diperlukan oleh tim pencitraan Pak Jokowi adalah foto dan rekaman lainnya yang menunjukkan pertemuan itu. Mereka tidak terlalu pusing dengan kualifikasi pertemuan. Pertemuan tertutup atau terbuka, bagi “penggoreng” tak ada bedanya. Yang mereka pentingkan adalah kesan positif untuk Pak Jokowi yang didapatkan dari pertemuan semacam ini.
Semoga ke depan ini keluarga besar PA-212 akan lebih hati-hati. Agar keinginan murni dan untuk ikut berkontribusi positif, tidak diselewengkan oleh para penguasa negeri. Mudah-mudahan saja Presiden mendengarkan desakan Tim 11 agar kriminalisasi terhadap para ulama dihentikan.
Bagus juga dipikirkan saran seorang penulis medsos agar para anggota Tim 11 mengganti handphone mereka karena lumayan lama ditinggal ketika mengikuti pertemuan dengan Pak Jokowi. (kk/swamedium)
*Oleh Asyari Usman, Penulis adalah wartawan senior
Sumber : Eramuslim