Percakapan Menteri Rini-Bos PLN Beredar Dicurigai Bagian Operasi Intelijen
10Berita, Otak di balik peredaran rekaman percakapan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno dengan Direktur Utama PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, Sofyan Basyir sepatutnya diusut tuntas.
Sebab, isi percakapan kedua orang itu sempat diduga membahas fee proyek sebelum akhirnya diklarifikasi oleh pihak Kementerian BUMN.
“Ini kok bisa ada sadapan yang sudah diedit dan keluar dan lalu dipelintir, apakah ini bagian dari operasi intelijen?” kata Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman dalam keterangannya, siang ini (Sabtu, 28/4).
Yusri mengaku cukup paham soal pembagian kepemilikan saham saham proyek terminal pengelolaan LNG di Bojonegara, sebagaimana pokok percakapan Menteri Rini dan bos PLN dimaksud, yang rencananya dibangun oleh PT Bumi Sarana Migas (BSM) milik keluarga Jusuf Kalla.
Proyek ini bekerja sama dengan Mitsui dan Tokyo Gas.
“PLN sebagai oftaker gas minta saham 15 persen, bukan hanya beli saja tetapi ingin juga punya saham. Tapi BSM dan partnernya (Tokyo Gas Mitsui) hanya bisa menawarkan 7,5 persen,” ulas Yusri.
Dalam perkembangannya, lanjut Yusri, proyek receiving terminal LNG di Merak, Banten oleh PT BSM dengan Pertamina telah dihentikan pada kuartal ke tiga tahun 2017.
“Sehingga potongan rekaman yang sudah diedit dan tidak utuh itu memang diduga upaya pembunuhan karakter terhadap Menteri BUMN Rini Soemarno dan Dirut PLN Sofyan Basyir, akan berpotensi merusak kinerja pemerintahan JKW-JK,” terangnya.
Sebagai informasi, Yusri menambahkan, sejak April 2016, lembaga CERI yang pertama memprotes rencana kerja sama itu. Tujuannya agar Pertamina dan PLN tidak dirugikan.
Oleh karena itu, hemat dia, Presiden Jokowi harus menugaskan Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk membongkar otak di balik peredaran potongan rekaman yang diduga hasil sadapan.
“Termasuk harus diungkap siapa yang menyadapnya,” tegasnya.
“Kegiatan ini sangat berbahaya bagi keamanan negara kalau ada oknum intelijen bermain dengan pihak-pihak yang ingin mengacaukan pemerintahan, bila perlu Presiden mengevaluasi jabatannya,” sambung Yusril.
Sumber: rmol, dakwah media