Ini 3 Bekal Manusia sejak Awal Penciptaan
Oleh: Ragil Rahayu
Sobat muda voa-islam yang dirahmati Allah, setiap Ramadan pasti kan ketemu lebaran. Nah, menjelang lebaran biasanya diisi dengan acara mudik ke kampung halaman. Bisakah kita mudik tanpa bekal? Tentu tidak dong. Senekat-nekatnya orang, pasti ia membawa bekal meskipun sedikit. Begitu juga Allah swt ketika menciptakan manusia, pastilah dilengkapi dengan bekal juga. Apa sih bekal yang berasal dari penciptaan manusia itu?
Kita tahu dan yakin bahwa Allah swt adalah pencipta semua manusia. Entah manusia itu beriman pada Allah maupun kafir, Allah tetap Mahaadil. Dia menciptakan semua manusia dengan bekal yang sama sehingga bisa hidup di dunia. Bekal itu bernama Thaqatul Hayawiyah (Potensi Kehidupan).
Thaqatul Hayawiyah adalah hal yang melekat pada manusia. Setiap manusia diciptakan, pasti dibekali thaqatul hayawiyah. Jadi manusia nggak perlu ngiri pada manusia lain untuk urusan ini. Thaqatul hayawiyah ini sudah ada sejak manusia lahir. Hanya saja levelnya masih rendah. Level ini bisa makin meningkat saat manusia beranjak dewasa yaitu saat akalnya sempurna. Bekal ini terdiri dari 3 hal.
1. Kebutuhan Jasmani (hajatul udwiyah)
Guys, thaqatul hayawiyah yang pertama adalah kebutuhan jasmani (hajatul udwiyah). Semua manusia sejak lahir punya kebutuhan jasmani yaitu rasa lapar, haus, kebelet pipis dan dorongan buang hajat. Dedek bayi saja sejak hari pertama sudah pup. Ups… itu tandanya dia punya kebutuhan jasmani. Selain itu, dedek bayi juga nangis saat lapar dan haus.
Nah, selama manusia hidup, dia selalu merasa lapar, haus serta kebelet pipis dan pup. Baru ketika manusia mati, dia tak merasakan semua “gejolak rasa” tersebut. Pas puasa gini, kalian merasa lapar dan haus kan? Tuh berarti kalian punya kebutuhan jasmani.
2. Naluri-naluri (gharaiz)
Thaqatul hayawiyah yang kedua adalah naluri-naluri (gharaiz). Ada naluri beragama (gharizah tadayyun), naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’) dan naluri melestarikan jenis manusia (gharizah nau’).
Contoh penampakan naluri ini sangat banyak. Misal pada dedek bayi, dia akan senyum saat melihat mamanya (gharizah nau’). Dia juga marah jika tak dituruti keinginannya untuk digendong (gharizah baqa’). Debay meski kecil juga sudah merasa suka pada lantunan ayat al Qur’an (gharizah tadayyun).
Naluri ini juga ada pada diri kita. Misal, kita malu banget kan kalau ada si jerawat nongol di ujung hidung. Iiihh...gemess… itulah penampakan gharizah baqa’. Sejak puber kita juga mulai naksir sama cowok cute kelas sebelah. Melihat pict sosmed-nya saja bikin kita dag dig dug seerrr… itulah penampakan gharizah nau’. Dan saat puasa gini kita pasti pengen ibadah banyak-banyak. Itu tandanya kita punya gharizah tadayyun.
3. Akal
Hemm…sudah komplet thaqatul hayawiyah. Ada kebutuhan jasmani dan naluri-naluri. Itulah bekal kita hidup di dunia. Kita beraktivitas sehari-hari adalah untuk memenuhi thaqatul hayawiyah itu. Misal kita berbuka puasa karena kebutuhan jasmani. Kita sekolah agar terwujud eksistensi diri dengan ilmu yang manfaat. Kita juga akan menikah karena ingin berkasih-sayang dan punya keturunan, yaitu naluri melestarikan jenis.
Tapi eh tapi, bekal berupa taqatul hayawiyah itu sifatnya masih bahan mentah. Ada proses untuk mengubahnya menjadi amal perbuatan. Nah “mesin” untuk memproses taqatul hayawiyah menjadi amal perbuatan adalah akal. Akal adalah proses berpikir. So, saat lapar kita tidak langsung main comot makanan saja. Kita mikir dulu, apakah kita boleh makan. Ternyata kita punya “memory” di mesin akal tersebut yang isinya “makan di siang bulan ramadhan adalah haram”. Maka kita urung makan. Kita menundanya hingga bedug magrib tiba.
Saat kita naksir cowok yang cute kayak artis korea, kita nggak main tubruk langsung cap cip cup kan… Meski rasa di dalam dada luar biasa bergejolak kayak ombak laut selatan, kita pasti berpikir dulu. Saat kita punya memory di “mesin” akal bahwa pacaran haram, maka kita tak akan nembak cowok itu. Meski dia sangat cute dan bikin susah tidur.
Supaya Akal Berfungsi Maksimal
So, memori yang baik akan membuat keputusan akal kita menjadi baik. Memori yang buruk akan menjadikan hasil berpikir kita juga buruk. Agar amal perbuatan kita selalu baik, banyak-banyaklah menyimpan “file memory” kebaikan. Caranya adalah dengan ngaji Islam. Tak cukup sekali-sekali tapi kontinyu. Untuk membersihkan (scanning)memory yang buruk. Jangan lupa sering-sering men-delete file memory buruk yang kita dapat dari lingkungan, medsos, dll agar kinerja “mesin” akal kita prima.
Inilah bekal hidup kita di dunia. Namanya saja bekal, suatu saat pasti habis. Kapan? Saat Sang Pencipta mengambil ciptaan-Nya yaitu pas kita mati. Nah, semua amal perbuatan kita dengan menggunakan bekal hidup itu nanti yang akan jadi raport di akhirat. Apakah sudah benar sesuai aturan Allah swt, ataukah tidak. Jangan sampai deh raport amal kita merah. Pastikan raport kita bagus dengan selalu beramal salih. Setuju kan? Sip! (rf/)
Ilustrasi: Google
Sumber :voa-islam.com