OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 12 Mei 2018

Ramadhan dan Kerinduan Rasul

Ramadhan dan Kerinduan Rasul

Oleh: Nurjihan Begum Amir,
Mahasiswi Psikologi Unpad
nurjihanalbhantani@gmail.com

10Berita, RAMADHAN datang dan kita menyambutnya dengan antusias. Namun, dipertengahan kita mulai abai merasa Ramadhan masih panjang. Sampai akhirnya kita baru benar-benar menyadari jika ia akan benar-benar berakhir di kemudian hari. Kita merasa sesuatu begitu berarti setelah dia benar-benar akan pergi. Akankah Ramadhan kali ini berjalan seperti itu lagi?

Mari menengok ke belakang hari. Melihat bagaimana sahabat mengisi setiap momen Ramadhan mereka. Ada Umar yang begitu khidmat menikmati momen malam Ramadhan, bahkan setelah pulang sholat Isya beliau kembali mengerjakan shalat sepanjang malam, sampai terdengar adzan subuh. Ada pula Utsman bin Afan yang menghabiskan malamnya dengan shalat dan setiap rakaat shalatnya beliau gunakan untuk mengkhatamkan Al-Quran. Begitulah para sahabat mengisi bulan yang penuh berkah ini.Sudahkah kita seperti mereka? Sepertinya masih jauh sekali.

Kita mungkin bisa berkata bahwa itu adalah hal yang wajar sahabat lakukan, karena mereka dekat dengan nabi. Mereka langsung beratatap wajah dengan sang bulan purnama itu, bisa mendengar langsung apa yang dilisankan beliau, dan bisa bertanya langsung apa yang mereka ragukan. Sementara kita adalah umat di akhir zaman yang tak pernah bermuajahah, mendengar, dan berinterkasi langsung dengan rasul. Tapi harusnya itu bukan alasan, karena walaupun rasul tidak bertemu langsung dengan kita tapi justru rasul sangat merindukan kita.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda ketika berkumpul bersama sahabat-sahabatnya “Wahai Abu Bakar, Aku begitu rindu hendak bertemu dengan saudara-saudaraku.”

Apakah maksudmu berkata demikin ya Rasulullah? Bukankah kami saudara-saudaramu?”Abu Bakar bertanya.

“Tidak wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku,” kata Rasulullah.

“Kami juga saudaramu, wahai Raslullah,” kata seorang sahabat lain pula.

Rasulullah menggelengkan kepala kemudian bersabda “Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tapi mereka beriman denganku dan mereka mencintaiaku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.”

Rasulullah saja begitu merindukan kita umat di akhir zaman yang tak bertemu dengannya. Harusnya kita membalas dengan balasan terbaik dan momen ramadhan inilah waktu yang tepat. Membalasnya dengan melaksanakan Islam secara kaffah tidak hanya memilah-milah yang diinginkan saja. Perwujudan Islam kaffah tidak hanya aktivitas ibadah mahdoh seperti sholat dan tilawah saja, tapi juga tercermin di setiap langkah kehidupan kita baik sosial maupun politik.

Maka dari itu, marilah memanfaatkan Ramadhan dhan kali ini untuk membalas kerinduan Rasul pada kita, umat akhir zaman. Bisa jadi ini Ramadhan terkahir kita dan kita tidak pernah akan megulangi lagi.[]

Sumber : Islampos.