OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 27 Mei 2018

WikiLeaks Ungkap Motif Uni Emirat Arab Memboikot Qatar

WikiLeaks Ungkap Motif Uni Emirat Arab Memboikot Qatar

Trump dan Bin Zayed. (Aljazeera.net)

10Berita – WikiLeaks merilis sejumlah dokumen yang menggambarkan motif Uni Emirat Arab (UEA) untuk memboikot Qatar. Motif tersebut tergambar dari serangkaian peringatan dan hasutan kepada Amerika Serikat untuk melawan Qatar dan Al-Jazeera Network, yang telah dilakukan bahkan jauh sebelum Krisis Teluk terjadi.

Dalam laporannya kepada Aljazeera, Andrew Chapelle menyebut peringatan UEA ini tidak hanya disebabkan oleh faktor keamanan saja.

Menurutnya, bahasa yang digunakan para pemboikot Qatar (Saudi, UEA, Bahrain dan Mesir), sejalan dengan pernyataan Putra Mahkota Abu Dhabi yang bocor. Ini sebagaimana yang diungkap WikiLeaks pada 2010 dan 2011.

Dalam bocoran tersebut, diungkapkan bahwa UEA adalah pihak yang ada di belakang semua tindakan permusuhan terhadap Jamaah Ikhwanul Muslimin.

Putra Mahkota Abu Dhabi Syaikh Muhammad bin Zayed tidak hanya mengomentari isu-isu yang tidak ia ungkapkan ke publik. Melainkan juga seluruh dinamika politik di kawasan Teluk.

Dari pernyataan Bin Zayed, dapat disimpulkan bahwa pemboikotan tidak hanya didasari pada masalah keamanan tentang Qatar. Tapi juga termasuk untuk menindak para oposisi yang ada di negaranya.

Ironisnya, hingga mendekati satu tahun ini Bin Zayed sama sekali tidak melontarkan pernyataan publik terkait Krisis Teluk. Ia lebih memilih untuk mewakilkan setiap komentar kepada Menlu UEA atau yang lainnya.

Fakta lain menyebutkan, sejak Bin Zayed memagang tampuk kekuasaan pada 2014 silam, UEA menjadi negara importir senjata terbesar kelima.

Spartan Kecil

Menurut laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), negara kecil di Teluk ini adalah pengguna senjata AS terbesar kedua di Timur Tengah setelah Saudi. Inilah alasan mengapa Menhan AS James Mattis menjuluki UEA sebagai ‘Spartan Kecil’.

Jumlah penduduk UEA kurang dari satu juta orang, namun kini menjadi kekuatan militer baru secara regional. Dapat dilihat dari pengiriman pasukan perang ke Afghanistan dan Yaman, menjadi terduga serangan bom di Libya, membangun pangkalan militer di Somalia dan Eritrea, serta yang terbaru menduduki wilayah Yaman, Sokotra.

Di bawah Bin Zayed, UEA tumbuh menjadi sekutu utama Amerika Serikat, yang disebut dukungannya sangat berpengaruh dalam konfrontasi militer dengan Iran.

Menurut bocoran 2009, Bin Zayed mengatakan kepada para pejabat AS, “Jika Iran menembakkan senjata mereka, maka kami akan mengejar dan membunuhi mereka.”

Musuh Bebuyutan

Ketika Iran menjadi perhatian utama Bin Zayed jauh sebelum Arab Spring, ternyata sang putra mahkota juga terfokus dengan ‘musuh bebuyutan’, yaitu Ikhwanul Muslimin.

Seperti diketahui, Ikhwanul Muslimin merupakan pergerakan Islam tertua dan berpengaruh di dunia Arab. Selain itu, IM juga percaya bahwa prinsip Islam harus diterapkan baik secara pribadi maupun publik.

Seruan IM tentang aktivitas politik dan legitimasi pemilu, sering dianggap ancaman oleh monarki dan semo-demokrasi di Kawasan. Khususnya karena IM punya kekuasaan di kotak suara, kata Courtney Freer, penulis buku: Rentier Islamism: The Influence of the Muslim Brotherhood in Gulf Monarchies.

“(Bocoran WikiLeaks) menggambarkan sejauh mana Bin Zayed menyamakan antara kelompok Islam radikal dan ekstrem dengan gerakan politik moderat seperti Ikhwanum Muslimin, kata Freer kepada Aljazeera.

Dalam bocoran tahun 2009, Bin Zayed menganggap pengaruh Iran kepada IM sangat kuat dan jelas. Tujuannya adalah untuk mengacaukan bangsa Arab dan membuat penguasa Arab tradisional tak berkutik.

Pada tahun 2007, Bin Zayed pernah mengatakan, “Puji syukur atas kemenangan Husni Mubarak.” Hal ini mengingat berbagai survei menyebut IM akan mendapat kemenangan di Mesir.

UEA mulai menargetkan para simpatisan IM sejak tahun 1990. Ini setelah Bin Zayed memegang kendali keamanan setelah diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata pada tahun 1993.

Pada tahun-tahun berikutnya ketegangan semakin nyata terlihat. Terlebih saat para simpatisan IM beralih dari sektor pendidikan ke peran lain di sektor publik. Untuk meredamnya, para simpatisan ini dikeluarkan dari kantor-kantor publik dan kegiatan amal mereka dilarang.

Bersamaan dengan penyerangan WTC pada 11/09/2001, Bin Zayed dan saudara-saudaranya menyampaikan keprihatinan akan merebaknya pengaruh ‘ekstremis’ di masyarakat UEA. Kemudian, secara dramatis mereka memperluas layanan keamanan di seluruh negeri.

Dalam tragedi WTC, dua orang warga UEA bersama 15 orang warga Saudi dinyatakan terlibat. Komisi 9/11 bahkan mengungkap bahwa dana yang dipakai untuk serangan itu ditransfer dari bank-bank UEA.

Namun, setelah melakukans serangkaian pencucian uang, UEA secara cepat dan meningkatkan kerja sama keamanan dengan AS. UEA juga segera menindak mereka-mereka yang didentifikasi sebagai ‘ekstremis’.

Setelah mendukung invasi AS ke Irak, Bin Zayed menuding Qatar dan Aljazeera menebar pengaruh buruk bagi bangsa Arab, menurut bocoran WikiLeaks. (whc/)

Sumber :dakwatuna