Celaka Dua Belas THR Ala Jokowi
Ilustrasi Via Liputan6
10Berita - Pemerintah harus menggelontorkan dana yang cukup besar untuk membayar Tunjangan Hari Raya (THR) lebaran tahun ini. Tak tanggung-tanggung, pemerintah menyiapkan anggaran Rp 35,76 triliun untuk membayaran gaji pensiunan, tunjangan ke-13, dan THR, mengacu Undang-Undang APBN tahun 2018.
Peraturan Pemerintah pun telah diteken Presiden Jokowi. THR wajib cair.
Sejak awal akan dicairkan, THR tahun ini sudah jadi buah bibir. Disamping harus menguras kas negara dengan angka fantastis, situasi ini justru terjadi pada saat negara dililit utang yang kian membengkak. Di sisi lain, kebijakan tersebut dinilai sepihak karena hanya menyasar PNS, sementara pekerja swasta tidak begitu diperhatikan.
Belakangan diketahui pula bahwa kebijakan ini cacat dari segi perencanaan dan cenderung dipaksakan. Ini setelah ketahuan bahwa dana yang harus digelontorkan berasal dari APBD. Daerah dengan kas pas-pasan tak setuju. Risma, Walikota Surabaya menjerit.
Dia keberatan jika anggaran APBD diganggu.
Pun juga Wakil Gubernur DKI Jakarta yang mengaku harus jungkir balik mempersiapkan dana, sebab sebelumnya THR disiapkan tidak dari dana daerah. Selain itu, beberapa fakta mulai terungkap 1 Triliun qyang menunjukkan belangnya THR ala Jokowi.
Diketahui, pada mulanya THR digadangkan akan ditujukan pada PNS termasuk TNI dan Polri plus pensiunan. Namun ternyata THR ini juga ditujukan untuk Presiden, Wakil Presiden, anggota MPR/DPR/DPD hingga pejabat lembaga negara. Kepala daerah dan DPRD pun kecipratan.
Tentu saja nominal yang didapat para pejabat negara jauh lebih besar daripada PNS biasa. PNS di tingkat pusat diketahui dapat THR sekitar Rp3,401 juta, tetapi pimpinan lembaga nonstruktrural (LNS) bisa memperoleh THR sampai Rp 24,980 juta. Jumlahnya beberapa kali lipat!
Sedangkan untuk wakil rakyat, Ketua DPR dapat Rp 26,6 juta, anggota DPR dapat Rp 16,4 juta’ sementara Wakil Ketua DPD: Rp 20,6 juta, dan Anggota DPD: Rp 14,4 juta. Sementara untuk DPRD diperkirakan akan menerima sekitar Rp15juta – Rp20juta per orang.
Ujung-ujungnya, THR bukan hanya membahagiakan PNS biasa, namun tentu saja mereka yang sudah terlanjur kaya juga kena getahnya!
Di sisi lain, nasib honorer daerah juga semakin nelangsa. Mereka tidak mendapatkan THR karena dilarang Kemendagri. Alasannya, tidak ada payung hukumnya.
Kemudian pada saat daerah menjerit karena tidak ada anggaran kas untuk THR, pemerintah memberikan solusi yang tidak menyelesaikan perkara, yaitu pakai anggaran lain atau tunda THR. Jadi, demi THR ada pos anggaran pembelanjaan daerah yang harus diubah. Bukan tidak mungkin ini akan mengganggu rancangan APBD yang telah dibuat, hanya gara-gara THR.
Memang, bisa saja pemerintah daerah, seperti Risma, menunggu sampai anggaran itu ada. Tapi sampai kapan? Bukankah THR itu kepanjangan dari Tunjangan Hari Raya? Seandainya diberikan diluar hari raya apa namanya?
Sumber :Berita