Gereja Anglikan di Tasmania Dijual untuk Bayar Korban Pendeta Pedofil
Gereja Anglikan St Oswald di Tasmania, Australia, akan dijual untuk membayar korban pendeta pedofil.
10Berita –Pendeta John Stanley mengaku tidak akan pernah melupakan prosesi pembaptisan, pernikahan dan pemakaman yang pernah dilakukan di gereja yang dipimpinnya.
Akan tetapi sekarang, gereja yang terletak di Tasmania, Australia, itu menjadi salah satu dari belasan properti Anglikan di pulau tersebut yang dijadwalkan akan dijual, lapor BBC Selasa (5/6/2018). Organisasi-organisasi Kristen banyak yang kewalahan mencari dana guna membayar kompensasi terhadap korban kejahatan seksual rohaniwan gereja terhadap anak-anak.
Di Tasmania, para pemimpin gereja Anglikan mengatakan penjualan properti akan memainkan peran penting.
Mereka berencana menjual 108 properti, termasuk lebih dari setengah bangunan gereja Anglikan yang berada di negara bagian itu –total berjumlah 78– guna mengumpulkan uang sekitar A$20 juta.
Dari jumlah itu, sekitar A$5 juta akan disalurkan ke korban kejahatan seksual yang dilakukan rohaniwan di lingkungan gereja.
Kompensasi itu merupakan bagian dari skema nasional, yang dipimpin pemerintah Australia, menyusul penelusuran selama 5 tahun atas kasus-kasus kejahatan seksual di lingkungan institusi keagamaan dan nonkeagamaan.
“Orang-orang di gereja mengenali dan mengingat siapa saja yang pernah disakiti dan mereka sekarang harus berbuat sesuatu,” kata Stanley kepada BBC hari Selasa.
Perwakilan-perwakilan dari paroki Anglikan se-Tasmania telah menyetujui daftar 108 properti yang akan dijual pada akhir pekan kemarin. Segala kebereratan harus diajukan sebelum bulan Desember tahun ini.
Di lingkungan paroki Stanley, di New Town dan Lenah Valley, empat bangunan termasuk sebuah gereja dan dua pastoran (rumah pendeta) sudah ditandai akan dijual.
Gereja dimaksud, St Andrew’s, sudah ditutup sejak tahun 2016, ketika jemaatnya yang berjumlah 120 orang dipindahkan ke gereja lain di dekatnya. Meskipun demikian, bagi para jemaat kabar penjualan gereja tersebut sangat menyedihkan, kata Stanley.
“Bangunan-bangunan itu membawa kenangan banyak orang. Keluarga mereka tumbuh besar di gereja itu. Tempat itu merupakan lokasi di mana peristiwa-peristiwa spesial terjadi,” imbuhnya.
Namun demikian, Stanley mengatakan bahwa jemaatnya dan para rohaniwan berkomitmen untuk menjual 78 gereja yang tersebar di wilayah negara bagian Tasmania.
“Kami semua sadar bahwa uang tidak dapat memperbaiki kesalahan itu. Namun, kami ingin orang tahu bahwa kami turut berduka mengetahui mereka (korban) telah begitu disakiti.”
Keuskupan setempat mengatakan beberapa gereja yang akan dijual yang berada di daerah pedesaan sudah lama kesulitan untuk bertahan. Beberapa di antaranya yang memiliki hanya sedikit jemaat bahkan tidak sanggup membayar gaji seorang pendeta.
Uskup Tasmania Richard Condie mengatakan kepada BBC bahwa gereja diperkirakab harus mengeluarkan uang A$8 juta untuk mebayar kompensasi kepada 200 korban pencabulan pendeta pedofil di negara itu. Berdasarkan skema yang dibuat pemerintah, setiap korban akan menerima sampai A$150.000 (sekitar 1,5 miliar rupiah).
Seperempat dari hasil penjualan masing-masing properti dipakai untuk membayar kompensasi. Sisanya akan ditanggung bersama lewat kontribusi dari seluruh paroki.
Sebagian tokoh lokal mempertanyakan nasib makam-makam yang berada di lingkungan properti yang dijual, yang akan menjadi milik pihak pembeli.
“Warga marah. Mereka berharap kerabat-kerabatnya dikubur dan beristirahatdi sana selamanya,” kata Tony Bisdee, kepala daerah Southern Midlands.
Sebagian orang mengkhawatirkan akses ke makam-makam dan keberlangsungan jangka panjangnya yang mungkin akan terdampak oleh penjualan properti gereja tersebut.
Akan tetapi, Uskup Condie mengatakan bahwa tempat-tempat itu akan dilindungi dan dipelihara melalui ketentuan hukum.
Pihak keuskupan mengatakan akan terus menerima masukan dari masyarakat terkait penjualan properti milik gereja.*
Sumber : Hidayatullah.com