DUH! Wiranto Coba Kudeta Oesman Sapta di Hanura?
10Berita, Partai Hanura di bawah kepemimpinan Oesman Sapta Odang menilai Menko Polhukam sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto menggelar pertemuan terlarang yang diketahui untuk menindaklanjuti putusan PTUN Jakarta atas Gugatan Terhadap SK Menkumham Nomor: M.HH-01.AH.11.01. Tahun 2018, tanggal 17 Januari 2018 pada Rabu 11 Juli 2018 lalu.
Hal tersebut dibantah oleh Wiranto, dalam surat Ketua Dewan Pembina Partai Hanura, tanggal 5 Juli 2018 yang ditujukan kepada Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta. Namun pihak Hanura tetap menganggap Wiranto tak jujur. Sebab, antara dalil-dalil yang dikemukakan dengan fakta-fakta yang dijadikan dasar bantahan dirasa tidak sinkron dengan fakta yang ada.
“Informasi yang disampaikan oleh Wiranto berbeda dengan isi press release Komenko Polhukam tanggal 11 Juli 2018 yang membantah pernyataan pengurus Partai Hanura tentang intervensi Menko Polhukam,” ujar Wakil Sekjen Bidang Hukum DPP Partai Hanura, Petrus Selestinus dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu 14 Juli 2018.
Wiranto juga sempat menyatakan bahwa Rakortas tanggal 5 Juli 2018 dilakukan dalam rangka implementasi tugas dan fungsi Kemenko Polhukam di bidang politik mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 dan Tindak Lanjut Pasca Putusan PTUN atas SK. Menkumham No. M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018, tanggal 17 Januari 2018.
“Padahal dalam Surat Undangan Komenko Polhukam, tanggal 4 Juli 2018, ada agenda tunggal, yaitu Membahas Tindak Lanjut Pasca Putusan PTUN atas gugatan terhadap SK. Menkumham No. M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018, dengan pimpinan Rakortas Menko Polhukam sendiri,” kata dia.
Menurut Petrus, Menko Polhukam yang langsung memimpin Rakortas tanggal 5 Juli 2018, “Membahas Tindak Lanjut Pasca Putusan PTUN Jakarta atas SK. Menkumham No. M.HH-01AH.11.01 Tahun 2018”, maka yang boleh mempublish hasil Rakortas Tingkat Menteri kepada DPP Partai Hanura, hanyalah Menko Polhukam.
“Namun, yang terjadi justru Wiranto dalam kedudukan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura dalam suratnya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura tanggal 5 Juli 2018, menjelaskan seakan-akan Rakortas telah menyepakati diberlakukannya SK. Menkumham No. M.HH-22.AH.11.01 tanggal 12 Oktober 2017 yang masih menjadi obyek sengketa di PTUN dan dalam proses banding,” tandasnya.
Maka itulah, Petrus menilai, Wiranto patut diduga telah menyalahgunakan hasil Rakortas Tingkat Menteri karena telah dijadikan bahan Instruksi Dewan Pembina dan Dewan Penasehat Partai Hanura kepada Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta.
“Instruksi seperti itu seharusnya dikeluarkan oleh dan atas nama Menko Polhukam kepada Ketua Umum DPP Partai Hanura sebagai pihak yang paling berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap eksitensi Partai Hanura sebagai peserta Pemilu 2019,” jelasnya.
Sebagai informasi, Rakortas Tingkat Menteri dilakukan dalam rangka implementasi tugas dan fungsi Kemenko Polhukam di bidang politik untuk mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada serentak 2018 dan mendiskusikan pendapat hukum untuk memastikan tindak lanjut pasca Putusan PTUN atas gugatan terhadap SK. Menkumham agar seluruh kementerian dan lembaga pemerintah terkait dengan pemilu mempunyai kesamaan pandangan dan tidak salah tafsir terhadap Keputusan PTUN.
Hal itu justru berbeda dengan yang dikatakan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura tanggal 5 Juli 2018, pada point b., dimana Rakortas di Kemenko Polhukam pada tanggal 5 Juli 2018 yang dihadiri unsur-unsur dari KPU, DKPP, Kemenkumham, PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung, sepakat bahwa bagi Partai Hanura tahapan pencalegan selanjutnya, diarahkan mengacu pada SK. Menkumham No. M.HH-22.AH.11.01 tanggal 12 Oktober 2017 dengan Ketua Umum Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderal Sarifuddin Sudding.
“Hal ini tak hanya bertentangan dengan ketentuan Pasal 184 UU 7/2017 tentang Pemilu dan Pasal 13 PKPU 20/2018 serta esensi dari sikap banding Menkumham, akan tetapi juga ini merupakan sebuah “percobaan kudeta” terhadap kepemimpinan Ketua Umum DPP. Partai Hanura Dr. Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderal Herry Lontung Siregar melalui forum Rapat Rakortas Tingkat Menteri,” kata dia.
Selain itu, Petrus juga mengapreaiasi sikap Menkumham dengan Suratnya tanggal 6 Juli 2018 yang ditujukan kepada Ketua KPU RI dan DPP. Partai Hanura dan surat KPU RI kepada KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota tanggal 9 Juli 2018 yang menegaskan bahwa kepengurusan Partai Hanura saat ini adalah kepengurusan berdasarkan SK Menkumham No. M.HH-01.AH.11.01, tanggal 17 Januari 2018.
“Dan kepengurusan Partai Hanura tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang sah adalah kepengurusan yang disahkan dan ditandatangani oleh Ketua Umum Dr. Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderal Herry Lontung Siregar. Sikap ini berbeda dengan dalil Wiranto bahwa Rakortas menyepakati pencalegan diarahkan mengacu kepada SK Menkumham No. M.HH-22.AH.11.01, tanggal 12 Oktober 2017,” jelasnya.
“Sikap Menkumham dan KPU ini membuktikan bahwa Rakortas Tingkat Menteri Polhukam tanggal 5 Juli 2018 tidak mengambil kesepakatan apa-apa atau ada kesepakatan tetapi tidak diakui keabsahan dan legitimasinya,” lanjut dia.
Oleh karena itu, Petrus menegaskan soal perlunya ada klarifikasi secara jujur tidak saja oleh Kemenko Polhukam tetapi juga oleh Dirjen Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara dan Ketua PTUN Jakarta.
Sumber: RMOL