Mesir Gagal di Piala Dunia Lalu, Mengapa Ikhwanul Muslimin yang Disalahkan?
10Berita,
As-Sisi (berjas) berjabat tangan dengan bintang sepak bola Mesir, Mohamad Salah. (Aljazeera)dakwatuna.com – Kairo. Tampil mengecewakan di ajang Piala Dunia 2018 lalu, Presiden Asosiasi Sepak Bola Mesir (EFA) Hany Abo Rida menangkis kritikan terhadap permainan buruk timnya dengan menyalahkan Jamaah Ikhwanul Muslimin. Tim Firaun tak dapat berbuat banyak dalam ajang tersebut, dan mengalami tiga kekalahan pada fase grup.
Melalui komentarnya di surat kabar Al-Watan, Abo Rida enggan menjelaskan bagaimana organisasi Islam itu berperan dalam kekalahan 3-1 Mesir atas Rusia, atau merinci bagaimana organsasi yang tengah dilarang itu berkomplot untuk kekalahan melawan Arab Saudi di pertandingan terakhir fase grup.
Sejak Abdul Fattah As-Sisi merebut kekuasaan di Mesir melalui kudeta militer 5 tahun lalu, ketidakmampuan menstabilkan negara dan serangkaian kegagalan dalam kebijakan mewarnai negara tersebut. Komentar lucu Abo Rida terhadap kinerja timnya yang mengecewakan sejalan dengan rezim As-Sisi yang selalu menjadikan para lawan politiknya sebagai kambing hitam dalam setiap kegagalan yang ia buat.
Segera setelah kekalahan tim mereka di Rusia, Mesir diam-diam memperingati lima tahun kekerasan untuk mengakhiri masa revolusi menggulingkan Presiden Husni Mubarak 2011 silam. Didukung dengan demonstrasi massa, As-Sisi memimpin kudeta militer pada Juli 2013 untuk menggulingkan pemerintahan Ikhwanul Muslimin.
Berikutnya, pembunuhan massal, pemenjaraan puluhan ribu warga sipil dan penghilangan ratusan orang mewarnai hari-hari di Mesir. Situasi ekonomi Mesir juga semakin memburuk sejak kudeta, di tengah korupsi yang meluas, pencabutan subsidi krusial, dan inflasi besar-besaran.
Kebebasan pers dan hak bagi aktivis masyarakat sipil untuk menyuarakan oposisi benar-benar padam. Hukum bahkan diloloskan untuk melarang kegiatan pendukung klub sepakbola, yang sekarang dianggap sebagai kelompok teroris.
Mohamed Aboutrika, pemain legendaris dan pemenang dua gelar Piala Afrika untuk Mesir, menjadi salah satu target As-Sisi. Pejabat Rezim menyita aset Aboutrika dan menambahkannya ke daftar teroris karena diduga mendukung Ikhwanul Muslimin.
Di tengah krisis ekonomi yang tak tertahankan dan penindasan yang berkelanjutan, lolosnya Mesir ke Piala Dunia untuk pertama kalinya sejak 1990 adalah kesempatan langka dan kebahagiaan nasional. Bisa ditebak, As-Sisi berusaha mengeksploitasi penampilan timnya di panggung global untuk meningkatkan dukungan bagi rezim. Namun, tampaknya ia tak dapat mewujudkan ambisinya tersebut. (whc/)
Redaktur: William Ciputra
Sumber : dakwatuna