Gak Paham Istilah Makar, Demokrat Minta Ngabalin Hati-Hati Bicara
10Berita – Partai Demokrat meminta pihak Istana Kepresidenan lewat Tenaga Ahli Deputi IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin tidak asal melabeli gerakan #2019GantiPresiden dengan kata makar.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Jansen Sitindaon menilai langkah pihak Istana melabeli kata makar terhadap gerakan #2019GantiPresiden adalah tindakan sembrono.
“Istana dan juru bicaranya Ngabalin harus lebih hati-hati menggunakan kata makar dalam menyikapi gerakan #2019GantiPresiden. Istana boleh tidak suka dan merasa terganggu dengan gerakan ini, namun menyikapinya dengan mengatakan makar adalah tindakan yang sembrono,” kata Jansen dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (27/8).
Menurutnya, Ngabalin harus diberikan pemahaman tentang arti dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai unsur tindak pidana makar dari ahli hukum pidana yang berada di sekitar Istana.
Pasalnya, Jansen menerangkan, bila mengacu pada penjelasan makar yang tertuang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maka pernyataan Ngabalin mengartikan bahwa Indonesia sedang dalam posisi tidak aman.
“Di KUHP hal mengenai MAKAR ini secara khusus diatur di bawah bab kejahatan terhadap keamanan negara. Sehingga, ketika Istana mengatakan telah terjadi makar seperti ucapan Ngabalin, berarti posisi negara sekarang dalam keadaan tidak aman,” katanya.
Berangkat dari itu, Jansen meminta Istana dan Ngabalin mencabut label makar dari gerakan #2019GantiPresiden karena jauh dari konteks yang tertuang dalam KUHP.
Selain itu, lanjutnya, pelabelan makar pada gerakan #2019GantiPresiden juga membahayakan demokrasi di Indonesia sebagaimana telah diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
“Selain lepas jauh dari konteks makar dalam hukum pidana juga membahayakan demokrasi kita jika setiap gerakan yang anti-pemerintah padahal itu bagian dari kebebasan berpendapat disikapi oleh Istana dengan dikatakan makar,” ujar Jansen.
Dia menambahkan, gerakan #2019GantiPresiden tidak berupaya menggulingkan pemerintahan dengan jalan yang tidak sah dan menggunakan kekerasan, sebagaimana larangan yang tertuang dalam Pasal 107 KUHP.
Menurutnya, gerakan #2019GantiPresiden memilih jalan Pemilu 2019 untuk mengganti pemerintahan yang berjalan saat ini.
“Bukan jalan-jalan ilegal menggunakan kekerasan sebagaimana dimaksud makar di KUHP. Jadi tidak tepat makar disematkan kepada gerakan ini sebagaimana disampaikan oleh Ngabalin,” tutur Jansen.
Sebelumnya, seperti dilansir sejumlah media, Senin (25/8) Ngabalin menyebut aksi dan deklarasi #2019GantiPresiden adalah makar. Unsur makar, kata dia, sudah terlihat secara harafiah dari slogan tersebut.
Menurutnya, tagar tersebut memiliki semangat berbeda dari Pilpres 2019 secar tidak langsung.
“Kenapa? Terhitung tanggal 1 Januari 2019 pukul 00.00 WIB, presiden harus diganti. Sementara 27 April baru pemilu. Pemilu itu bukan ganti presiden, pemilu itu adalah pemilihan presiden baru. Oke?” ucap Ngabalin. [cnn]
Sumber : Eramuslim