OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 15 Agustus 2018

Nasib BUMN Era Jokowi Tersandera Hutang dan Seluruh Aset Nyaris Dijual

Nasib BUMN Era Jokowi Tersandera Hutang dan Seluruh Aset Nyaris Dijual

Oleh: Salamudin Daeng

10Berita, Salah satu strategi pembiayaan pembangunan terutama dalam pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintahan Jokowi adalah keuangan BUMN. Sumber keuangan BUMN sendiri disuntik oleh APBN dan menginstruksikan BUMN mencari utang dan menjual aset aset BUMN.

Sementara saat ini utang utang BUMN sebenarnya telah berada pada level yang cukup mengkuatirkan, terutama BUMN yang berkaitan erat dengan pemenuhan hajat hidup masyarakat banyak. Berikut gambaran utang beberapa BUMN berdasarkan laporan keuangan BUMN :

Nasib BUMN Perbankan

Tahun 2016, tiga bank BUMN yakni Bank Mandiri, Bank BNI, dan bank BRI dipaksa mengambil utang dari China untuk membiayai taipan Indonesia yang tengah sekarat. Pinjaman dari China (China Development Bank (CDB) senilai US$ 3 dolar dibagi bagikan kepada taipan dan oligarki penguasa nasional.

Dana pinjaman CBD oelh Bank Mandiri digunakan juga untuk membeli saham PT. Newmont Nusa Tenggara sebuah perusahaan tambang yang mau tutup dan gagal mengembangkan operasinya di Nusa Tenggara Barat. Sebelumnya pemerintah beralasan utang ke China adalah untuk membangun infrastruktur. Padahal utang bank BUMN sudah mengkuatirkan dan terancam bangkrut.

Bank mandiri memiliki utang senilai Rp. 45,08 triliun (2015). Bank ini dipaksa mendanai infrastruktur pasti bank ini akan sekarat. Sebuah media internasional terkemuka mengatakan “Indonesia’s biggest bank is hurting but its boss is all smiles Kartika Wirjoatmodjo has taken the helm at Bank Mandiri as profits slide and bad loans balloon”. Keuntungan perusahaan jatuh hampir separuh pada 2016 dibandingkan tahun 2015. NPL bank ini sangat buruk yakni berada pada posisi 4.0 (april 2017).

Hal itu terjadi karena pemberian pinjaman dari China untuk membeli saham Newmont Nusa Tenggara. Itulah mengapa Bank Mandiri baru baru ini berencana akan menjual aset mereka dalam rangka menangani utang yang besar karena kegagalan investasi para taipan yang dibiayainya di sektor tambang.

Bank Negara Indonesia (BNI) memiliki utang sebesar Rp. 46,528 triliun. BNI total debt to equty ratio sebesar 85.16. dana pemengang saham sebesar Rp 109,607 triliun. Sebagian besar adalah pihak asing. NPL perusahaan berada pada batas mengkuatirkan 3%.

Bank Bank Rakyat Indonesia (BRI) memiliki utang paling besar dari jajaran bank BUMN yakni mencapai Rp. 83,783 triliun dengan Rp. 220 triliun lebih pemegang saham yang sebagian besar adalah asing. NPL perusahaan sangat buruk mencapai 5.61. tampak sekali bank ini hendak dibangrutkan untuk dijual kepada asing dan taipan.

Bank Tabungan Negara (BTN) memiliki utang sebesar Rp. 29,89 triliun, dengan aset 171,8 triliun. dengan debt to equity ratio senilai 194%. Pendapatan bersih bank ini sebsar Rp. 1,85 triliun pada tahun 2015. Keuntungan tidak cukup untuk bayar utang. Strategi utama menerapakan bunga tinggi untuk mencekik rakyat. Bank ini tidak ada kemampuan sama sekali membiayai infrastruktur.

Nasib BUMN Industri

Krakatau steel memilili utang sebesar 1,617 juta US dolar atau sekitar Rp. 21,829 triliun, memiliki aset sebesar 3,072 juta dolar. Krakatu steel debt to equity ratio sebesar 90,79 % kondisi keuangan yang mengkuatirkan.

Di tengah proyek pembangunan infrastuktur besar besaran yang dilakukan Jokowi ternyata krakatau steel yang seharusnya menjadi penyuplai utama kebutuhan bahan baku tidak mendapat keuantungan apapun. Perusahaan ini mengalami kerugian senilai 320 juta USD atau sebesar Rp. 4,32 triliun (laporan reuter 2015).

Indosat pada tahun 2015 memiliki utang sebesar Rp. 27,64 triliun. Sementara aset perusahaan sebesar Rp. 55,39 triliun. Perusahaan telah mengalami kerugian sebesar 1,3 triliun pada tahun 2015. Ini mengerikan, asetnya dipreteli satu persatu menjadi bancakan oligarkhi pemerintahan Jokowi.

Nasib BUMN Energy

Utang PGN sudah sangat besar yakni mencapai US$2,852 miliar atau Rp. 38,511 triliun. Nilai ini setara dengan Debt to equity 0.87% (PGN Equity US$ 3,279 miliar), dengan bunga utang 4.57 %. (Laporan PGN Maret 2017). Sementara pengusaan swasta atas PGN telah mencapai 43% dari asset perusahaan senilai US$ 6,986 miliar. Penguasan swasta dan asing terhadap PGN mencapai 43%. Jika ditambah dengan total utang PGN, maka penguasaan swasta atas PGN telah mencapai 84% dari total asset PGN.

Selanjutnya Pertamina sebuah perusahaan negara saat ini sedang digenjot untuk mebiayai mega project. Salah satunya adalah pembangunan kilang kilang Pertamina. Namun sayangnya pembangunan kilang kilang ini akan menggunakan dana asing dan utang dari pasar keuangan. Dengan demikian maka asset paling kunci dari Pertamina akan dilego untuk mendapatkan utang. Tidak tanggung tanggung, nilai mega proyek yang akan dibangun Pertamina mencapai Rp. 700 triliun.

Darimana uangnya? Pasti dari utang. Padahal utang pertamina sekarang sangat besar. Pertamina memiliki utang senilai 8,75 miliar dolar atau sekitar Rp. Rp. 118,125 triliun, aset pertamina 2015 mencapai 45,519 miliar dolar atau senilai Rp. 614,5 triliun. namun anehnya perusahaan ini dilarang mendapatkan keuantungan tapi diperolehkan mencari utang yang besar. Ini sama dengan menjual perusahaan ini dengan diam diam.

BUMN energy yang tidak kalah parah menjadi bancakan penguasa adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sebuah perusahaan bancakan yang sangat empuk dewasa ini. Perusahaan dipaksa memenuhi ambisi pemerintah membangun mega proyek 35 ribu megawatt. Sebuah mega proyek yang menjadi bancakan asing dan taipan. Darimana sumber dananya? Tidak lain dari utang baik melalui tangan PLN langsung maupun menggunakan tangan Negara.

Utang PLN telah mencapai Rp. 500,175 triliun. Ini merupakan perusahaan dengan rekor tertinggi dalam mengambil utang. Total utang PLN sebelum revaluasi asset telah lebih dari 100 % dari total asset.

Sementara laba bersih PLN berdasarkan laporan keuangan mereka hanya tahun 2016 sebesar Rp 10,5 triliun. Pencapaian tersebut turun dibandingkan laba bersih 2015 yang sebesar Rp 15,6 triliun. Pertanyaannya sampai kapan perusahaan ini dapat membayar utangnya?. Meskipun keluruh keuntungan untuk bayar utang maka dalam tempo 50 tahun belum lunas.

Nasib BUMN Kontraktor Infrastruktur

Perusahaan PT Adhi Karya dipaksa masuk ke dalam perangkap utang yang besar. Reuters melaporkan keuntungan perusahaan year on year jatuh hingga -32.40% tahun 2017. Padahal penerimaan perusahaan meningkat dari Rp. 9.39tn menjadi Rp. 11.06 trilun. Akibat perangkap utang yang dibuat pemerintah perusahaan ini tersandera utang yang sangat besar.

Utang Adhi Karya (Persero) Tbk PT telah mencapai 43.68% dibandingkan aset (debt to aset ratio) meningkat dari 37.90% tahun sebelumnya.

Sementara cadangan (cash reserves) Adhi Karya (Persero) kurang dari Rp. 1 triliun atau hanya 10 % dari utang perusahaan. Perusahaan ini benar benar ditempatkan ditepi jurang yang sangat besar demi ambisi penguasa.
Kondisi Utang BUMN infrastruktur belakangan ini semakin memburuk.

Hingga bulan July 2017, total utang dari empat BUMN infrastruktur meningkat sebesar Rp. 42,9 triliun atau meningkat 134% debandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni meningkat 18,3 triliun.

Secara keseluruhan total utang empat BUMN yakni PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Waskita Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., and PT PP (Persero) Tbk., diperkirakan akan meningkat Rp 100.7 trillion pada tahun 2019 dengan melihat trend peningkatan saat ini dan besarnya kebutuhan pendanaan infrastruktur.

Pada sisi lain kemapuan keuangan empat perusahaan BUMN tersebut kian sempit. Sumber keuangan yang ada hanya cukup untuk membayar bunga utang. Saat ini debt to equity ratio (DER) empat perusahaan tersebut sudah beradatingkat yang membahayakan.

Nilai DER pada tahun 2015 ketika Jokowi mulai berkuasa telah mencapai 108%. Sekarang ini DER empat BUMN kontraktor pemerintah ini mencapai 134% dapa 2015 dan diperkirakan 165% paa tahun 2019 mendatang.

BUMN Jadi Alat Menghisap Rakyat

Besarnya utang BUMN tersebut akan semakin menghilangkan kesempatan BUMN untuk mengabdi pada kepentingan bangsa, negara dan rakyat. BUMN dimasa yang akan datang sibuk mengurusi meningkatnya kewajiban utang dan akan mendorong mereka justru mengambil bagian untuk mencekik masyarakat dengan meningkatkan harga dari layanan public, menaikkan tarif listrik, manaikkan tarif tol, menaikkan harga BBM, dan mencekik rakyat dengan bunga tinggi.

Sementara sisi lain Perintah Presiden Jokowi agar BUMN jual aset sambil menyuntikkan dana melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) merupakan langkah pamungkas untuk menjadikan BUMN sebagai bancakan asing, para taipan dan oligarki penguasa.

Suntikan dana kepada BUMN dengan mengorbankan subsidi kepada rakyat. Seluruh subsidi listrik, bbm dan layanan umum lainnya dihapuskan oleh pemerintah.(Jft/EddyJuanidi/)

Sumber :NusantaraNews