OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 06 Agustus 2018

Pasien Bingung Kabar Biaya Persalinan, Katarak & Fisioterapi Tak Ditanggung, ini Kata BPJS Kesehatan

Pasien Bingung Kabar Biaya Persalinan, Katarak & Fisioterapi Tak Ditanggung, ini Kata BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan

10Berita - Benarkah Biaya Persalinan, Katarak dan Fisioterapi Tak Lagi Dijamin BPJS Kesehatan?

Aturan baru yang diterapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait penjaminan katarak, rehabilitasi medik dan persalinan dengan bayi sehat membuat pasien kebingungan.

Pantauan Tribunnews.com di sejumlah rumah sakit, tak jarang pasien harus menelan kekecewaan karena aturan ini.

Setidaknya kondisi itu terjadi di sebuah rumah sakit swasta di kawasan Tangerang Selatan. Tak sedikit pasien yang tak mengetahui adanya perubahan peraturan ini. Pun di antara mereka ada yang harus pulang karena tak bisa mendapatkan pelayanan BPJS seperti biasanya.

"Loh, kemarin ibu saya masih bisa terapi. Kan belum ganti bulan ini," tanya seorang pasien kepada petugas di salah satu Rumah Sakit Swasta di kawasan Tangerang Selatan.

Pasien ini terlihat membawa setumpuk dokumen untuk persyaratan terapi di poli Rehabilitasi Medik. Petugas pun menjelaskan jika saat ini BPJS mengubah aturan pada pelayanan terapi pasien Rehabilitasi Medik.

BPJS menerapkan untuk Rehabilitasi Medik yakni mulai pelayanan fisioterapi hingga layanan tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus frekuensi maksimal dua kali seminggu atau 8 kali sebulan. Perubahan ini termasuk jadwal konsultasi dan evaluasi ke dokter spesialis Rehabilitasi Medik.

Menerima penjelasan itu, pasien lain yang mendekati petugas karena juga 'ditolak' sistem BPJS pun berusaha menghitung jumlah terapi yang sudah dijalaninya. "Lha anak saya kan baru 6 kali sebulan ini, berarti masih bisa dicover BPJS kan?" sahut pasien lain.
Petugas yang ditanyai pun tampak sama bingungnya. Ia pun mencoba lagi sistem BPJS, karena mengira ada kesalahan data.

"Tetap enggak bisa juga ya? Duh pusing," ucap petugas layanan medis.

Sudah sosialisasi
Humas BPJS, Nopi Hidayat saat dikonfirmasi Tribunnews.com via WhatsApp.mengatakan peraturan BPJS jika pihaknya sudah melakukan sosialisasi ini sebelum aturan baru BPJS ini diberlakukan 25 Juli 2018.

"Sosialisasi dilakukan sejak 21 Juni 2018. Satu bulan sebelum diberlakukan 25 Juli 2018," jelasnya.

Serupa disampaikan Plh kepala Cabang BPJS Kesehatan Pangkalpinang, Adian Fitria saat diwawancarai Bangka Pos, Senin (30/7) lalu. Menurutnya, tiga peraturan beru tersebut merupakan pengaturan dari Peraturan Presiden terkait pelayanan kesehatan.

"Apa yang disampaikan dalam perpres masih secara global dan umum makanya ini diatur lagi, sehingga pengelolaan dana JKN efektif, efisien dan tepat sasaran. Tiga jenis pelayanan kesehatan ini tetap dijamin, ini diatur untuk mengoptimalkan dan meningkatkan mutu serta efektif dan efisien," kata Adian.

Dia menjelaskan untuk katarak akan ditentukan kriteria akurasi yang bisa dilakukan tindakan operasi sesuai indikasi medis yang telah diassesment dokter spesialis mata dengan memperhatikan kapasitas fasilitas kesehatan, jumlah tenaga dokter mata, tidak dilakukan secara sembarangan dan harus sesuia dengan peraturan menteri kesehatan.

"Untuk Katarak ada kriteria tertentu sesuai indikasi medis. Misalnya, kriteria ini ditentukan berdasarkan kebutuhan medis, misalkan ada katarak menghalangi penglihatan masih kecil itukan tidak harus dioperasi segera. Kita memprioritaskan benar-benar membutuhkan. Jangan sampai sedikit-sedikit harus operasi, kalau dulu kan tidak diatur," ujarnya.

Menurutnya, apabila memang assessment dokter spesialis mata ini harus segera dioperasi, maka tindakan itu harus dilakukan dan akan tetap dijamin BPJS. "Kalau dokter mata assessment untuk dilakukan operasi. Ini akan tetap dilakukan operasi dan penjaminannya tetap dijamin BPJS Kesehatan. Ini supaya mutu pelayanan terjamin, mendapatkan pelayanan dan tentunya berkaitan keberlangsungan program supaya efektif dan efisien," tambahnya.

Sedangkan untuk rehabilitasi medik atau fisioterapi mengatakan dalam peraturan baru diatur hanya boleh digunakan maksimal dua kali dalam seminggu atau empat kali dalam sebulan. Fisioterapi inipun harus mendapatkan assessment dari dokter spesialis bersangkutan. Jika sebelumnya, pelayanan fisioterapi ini tidak dibatasi.

"Untuk fisioterapi bukan pengurangan tapi menempatkan sesuatu yang sewajarnya, ini juga sudah dibahas bersama perhimpunan profesi, terkait fisioterapi ini disepakati dua kali seminggu atau 8 kali perbulan itu tetap dijamin BPJS," katanya.

Apabila peserta JKN meminta untuk penambahan pelayanan fisioterapi tanpa rekomendasi dari dokter spesialis, maka ini akan dikenakan biaya mandiri. Pasalnya, penentuan 8 kali ini dinilai sudah sesuai dengan standar.

"Kalau misalnya dia butuh lebih dari 8 kali tapi itu memang berdasarkan rekomendasi dokter itu tetap dijamin dan tetap mendapatkan klaim, tapi kalau atas permintaan sendiri itu tidak. Karena yang ada selama ini ada yang sampai 14 kali dalam sebulan, ini yang kita pertanyakan, benar efektif atau tidak," katanya.

Satu paket
Sedangkan untuk pelayanan persalinan dengan bayi lahir sehat, Adian mengatakan yang berbeda hanya dari sisi pengklaiman. Ia menjelaskan, jika selama ini bayi lahir sehat dengan proses sesar maka tagihan yang diberikan ke BPJS dalam bentuk terpisah yakni tagihan anak dan tagihan ibu, jumlah ini tentunya lebih besar.

"Untuk melahirkan hak peserta JKN tidak berkurang dan tetap dijamin. Hanya dari sisi pengklaimannya yang kita atur, kalau kemarin bayi sehat sesar itu kan bisa ditagih terpisah, kalau bayi lahir normal tanpa sesar bayi sehat masuk paket yang dijamin bersama ibunya, sedangkan untuk bayi sakit bisa ditagihkan terpisah, dan ini memang jumlahnya lebih besar," jelasnya.

"Kalau sekarang bayi sesar yang sehat masuk dalam paket sesar ibunya tidak ditagihkan terpisah seperti sebelumnya l, tapi itu tetap dijamin, peserta tidak diperkenankan bayar iuran karena bayi masuk dalam jaminan ibu. Kalau bayi sakit memang ada obat tersendiri itu bisa ditagihkan terpisah.

Menurutnya, peraturan ini dibuat sudah berdasarkan kesepakatan dengan organisasi profesi seperti dokter mata, fisioterapi dan anak.

"Ini sudah dibicarakan dengan organisasi profesi. sebelum peraturan ini sudah buat dengan persetujuan perhimpunan baik itu mata, anak, maupun fisioterapi," katanya.

Menurutnya, dari sisi penjaminan tidak ada yang berkurang, ia meyakini peserta BPJS mendapatkan semua haknya, hanya saja diatur untuk keberlangsungan program.

"3 pelayanan ini tetap dijamin, cuma ada pengaturan. Kalau kemarin kan dibuka luas, pengaturan lebih benar-benar untuk efektif dan efisien untuk meningkatkan mutu pelayanan," katanya.

Rujukan Praktek Tak Berlaku

KEPALA Bidang SDM, Umum dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Pangkalpinang, Anugrah Mahaputra adanya tiga peraturan direktur jaminan pelayanan kesehatan yang baru tidak berpengaruh pada sistem pelayanan khususnya rujukan.

Adapun peraturan Pelayanan Kesehatan nomor 2 tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan. Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

"Tidak berpengaruh pada sistem pelayanan dan rujukan, karena sistem rujukan berjenjang dan sesuai dengan prosedur yang telah berlaku sebelumnya," katanya, Selasa (31/7).

Ia menjelaskan untuk sistem rujukan dilakukan secara berjenjang mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama hingga ke tingkat selanjutnya. Menurut Anugrah saat ini faskes tingkat pertama terdiri dari puskesmas, dokter keluarga, dan klinik. Hingga saat ini, pihaknya belum bekerjasama dengan dokter praktek spesialis untuk faskes tingkat pertama.

"Kalau memang masyarakat memilih ke dokter praktek spesialis secara umum, ketika ada kondisi yang tidak memungkinkan dokter praktek spesialis tidak bisa memberikan rujukan langsung ke IGD, tetap harus melalui Faskes tingkat pertama kalau memang mau menggunakan layanan BPJS. Tapi kalau memang mau masuk pasien umum itu bisa saja, karena dokter praktek spesialis termasuk pelayanan umum bukan tanggungan BPJS," jelasnya.

"Kecuali dalam keadaan darurat tanpa ada rujukan pun bisa masuk IGD, misalnya ibu Hamil yang sudah bukaan empat, anak yang panasnya di atas 40, diare, serangan jantung, dan keadaan darurat yang sudah tercantum dalam Permenkes," tambahnya.
Ia menyebutkan, ketika peserta BPJS memilih menggunakan layanan umum meski masuk dalam kepesertaan, maka itu tidak bisa ditanggung BPJS. Pihaknya, hanya bisa menaggung pembiayaan yang sesuai prosedur.

"Ketika di awal memilih ke umum misalnya ke dokter praktek spesialis, kita tidak menjamin karena tidak sesuai prosedur. Rujukan kita berjenjang dan ini berdasarkan indikasi medis. Surat rujukan dari praktek dokter spesialis enggak bisa ditanggung BPJS, karena kita bekerjasama dengan rumah sakit yang didalamnya ada poli dokter spesialis," ujarnya.

Menurutnya, penanganan peserta BPJS baik rawat inap maupun rawat jalan dimulai dari faskes tingkat pertama.

"Rujukan kita berjenjang, fakses tingkat pertama diperiksa dokter keluarga atau puskesmas. Jika bisa ditangani tingkat pertama ini tidak perlu dirujuk. Tapi ketika enggak sanggup di tingkat pertama baru dirujuk ke rumah sakit sampai mereka sembuh. Untuk yang sakit kronis juga sama, tapi apabila mereka sudah normal pelayanan bisa dikembalikan ke faskes tingkat pertama," ujarnya.

Menurutnya, dalam hal penanganan pasien BPJS rumah sakit harus mengutamakan pelayanan dibandingkan kelengkapan administrasi. Pasalnya, pihaknya memberikan waktu 3x24 jam untuk menunjukkan kepesertaan BPJS.

"Pelayanan harus diutamakan apalagi dalam kondisi darurat. Biasanya petugas akan tanya ada BPJS atau tidak, kalau ada BPJS pembiayaannya akan kita tanggung. Kalau memang belum bisa menunjukkan ini bisa diberikan waktu 3x24 jam, kalau tidak bisa menunjukkan ini akan masuk umum," tambahnya.

Ia menyebutkan dalam waktu dekat pihaknya akan menerapkan sistem rujukan online, yang dapat mempermudah peserta BPJS untuk mengakses layanan kesehatan. "Makanya nanti ada rujukan online, sehingga bisa tahu posisi rumah sakit mana yang kamarnya kosong, antrenya panjang atau enggak," katanya.

Menurutnya, untuk meningkatkan pelayanan kepada peserta BPJS pihaknya selalu menindaklanjuti berbagai laporan yang masuk.

"Kita menindaklanjuti keluhan yang ada, ada beberapa runah sakit sudah kami berikan surat peringatan bahkan hampir di-SP, keluhan misalnya diminta iuran biaya, obatnya beli di luar padahal satu paket," katanya. (o2)

Sumber : BangkaPos