Ali Ngabalin Sebut #2019GantiPresiden Makar, Begini Penjelasan Pakar
10Berita, BANDUNG – Beberapa waktu lalu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mocthar Ngabalin mengatakan #2019GantiPresiden adalah gerakan melawan hukum. Bahkan ia menyebutnya sebagai gerakan makar yang ingin menggulingkan pemerintahan yang sah.
Menurut politisi yang baru diangkat sebagai Komisaris Angkasa Pura I itu, #2019GantiPresiden bermakna bahwa pukul 00.00 tanggal 1 Januari tahun 2019 presiden harus diganti. Oleh sebab itu, ia menyimpulkan gerakan #2019GantiPresiden adalah gerakan makar dan inskonstitusional.
Tak sampai disitu, lebih tegas lagi, Ngabalin menuding #2019GantiPresiden sebagai gerakan pengacau keamanan negara yang harus dibubarkan.
Pakar hukum tata negara, Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf membantah keras pernyataan tersebut. Menurut Prof Asep, gerakan #2019GantiPresiden adalah gerakan konstitusional yang dilindungi undang-undang. Di dalamnya tidak ada agenda untuk mengganti presiden melalui jalur inkonstitusional.
“Jadi aneh kalau ada yang mengatakan, sejak januari itu sudah berlaku ganti presiden di luar pemilu, itu hanya kedangkalan cara menafsirkan dan cara memahami fakta itu,” kata Prof Asep saat dihubungi Jurnalislam.com, Selasa (4/9/2018).
Ali Mochtar Ngabalin dan Presiden Joko Widodo
Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung ini, para tokoh dan aktivis gerakan #2019GantiPresiden menginginkan pergantian presiden melalui pemilu yang sah, yaitu pada 17 April 2019 nanti. Tidak ada indikasi dan bukti yang mengarah ke arah inskonstusional.
“Coba tanya kepada mereka yang melakukan deklarasi, tanya kepada tokoh-tokohnya, ada tidak mereka yang bermotivasi untuk inkonstitusional dalam cara mengganti presiden, dugaan kuatnya tidak ada. Mereka ingin pemilu yang sah, yang sesuai aturan, itu kemudian harapannya, ya ganti presiden itu,” paparnya.
Tapi konsekwensinya, lanjut Asep, jika presiden petahana menang lagi, maka pendukung #2019GantiPresiden harus menerimanya dengan lapang dada. Begitu sebaliknya jika petahana kalah.
“Jika begitu kan negara demokrasi yang berkeadaban, demokrasi yang professional,” tukasnya.
Asep menjelaskan, #2019GantiPresiden adalah peristiwa politik yang harus disikapi dengan politik. Oleh sebab itu, ia menyayangkan jika ada pihak yang justru membawanya ke ranah hukum.
“Saya agak heran cara menyikapi tata cara hukum, seolah-olah ini peristiwa hukum, padahal ini peristiwa politik yang harus disikapi dengan politik juga, bukan dengan cara dibawa-bawa ke ranah hukum,” jelasnya.
“Coba kita lihat Bawaslu, KPU, menyatakan bahwa itu tidak ada hubungannya, tidak ada kaitannya dengan persoalan kampanye,” sambungnya.
Ia menambahkan, gerakan #2019GantiPresiden tidak pernah menyosialisasikan program-program paslon tertentu apalagi menyebut nama calon.
“Jadi tidak murni kualifikasi kampanye, jangan dilanggar. Undang-undang pemilu kan sudah menjelaskan,” kata Asep
Menurutnya, gerakan #2019GantiPresiden adalah soal hak menyampaikan pendapat yang dilindungi konstitusi, tidak ada pelanggaran hukum disana.
Ia juga merasa heran ada pihak yang menyebut #2019GantiPresiden adalah ujaran kebencian.
“Coba kalau ada kalimat kepada orang. Kalau kita lihat dari rumusannya tindak pidana ujaran kebencian, tidak pada orang, tidak pada institusi. Bahkan yang lebih na’if lagi, mengatakan sejak pukul 00.00 tahun 2019 itu dianggap ganti presiden, kok dangkal banget cara menerjemahkan itu,” pungkasnya.
Sumber :Portal Islam