OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 28 September 2018

Waspadai Neo-Komunis

Waspadai Neo-Komunis


10Berita – Polemik tentang film G30S/PKI seperti tidak berkesudahan. Di sana-sini orang meributkan PKI, partai yang sudah dihancurkan pada penghujung tahun 1965. “Tapi sisa-sisa PKI masih banyak berkeliaran dan ada yang ingin kembali menguasai Indonesia!” ujar yang getol menyuarakan perlawanan terhadap PKI. Ketahuilah, menurut teori Materialisme-Historisnya Marx, untuk bisa membangkitkan Komunisme maka diperlukan syarat-syarat tertentu yang ada di dalam masyarakat dan sikap penguasa itu sendiri, seperti hanya bisa tumbuh di saat sistem kapitalisme yang benar-benar matang dan mencapai ujung kehancurannya, di saat para buruh-tani kehilangan alat produksinya, di saat para buruh-tani sudah memiliki kesadaran kelas, di saat kebanyakan rakyat sudah muak dan siap untuk melakukan revolusi yang terkait dengan kesadaran faktual bobroknya sistem kapitalisme yang berlaku sekarang. Adakah syarat-syarat bagi kebangkitan komunis seperti ini?

Lihat kondisi faktualnya. Jujur saja, kebanyakan rakyat Indonesia sekarang ini masih belum menyadari sistem apa yang bekerja sekarang sehingga mereka menjadi obyek penindasan dan penghisapan. Mereka menjadi korban dari exlpoitation de l’homme par l’homme, eksploitasi manusia oleh manusia lainnya. Bahkan masih banyak rakyat Indonesia yang masih terbius dan terkena Stockholm Syndrom, yang malah mendukung mereka-mereka yang menindasnya. Pendidikan politik terhadap rakyat kecil seperti yang dilakukan Paulo Freire dengan Pendidikan Untuk Kaum Tertindas di Amerika Latin yang membuka kesadaran rakyat kecil praktis belum ada. Diskusi-diskusi bernas seperti yang dilakukan kelompok Frankfurt Institute yang diikuti Marcuse, Horkheimer, dan sebagainya belum ada. Kesadaran rakyat Indonesia kebanyakan tentang sistem yang menindas ini belum ada. Lha kesadaran untuk melindungi diri sendiri saja belum punya kok. Lihat saja emak-emak di jalan, mau belok kiri malah kasih sein ke kanan. Tidak pakai helm, diingetin, malah dia yang marah. Dan sebagainya dan sebagainya. 

Singkatnya, kebanyakan rakyat Indonesia masih menjadi rakyat yang sangat baik, sangat penyabar, yang masih bisa tersenyum di saat ditindas, yang masih tertawa-tawa di saat keringatnya diperas, dan masih mau-maunya foto selfie dengan para tiran yang menghisap mereka sambil tertawa genit layaknya sepasang kekasih. Jika komunisme diibaratkan api, maka rakyat Indonesia saat ini masih berupa rumput basah yang berada di dalam genangan empang yang penuh air.

Dalam teori asli Komunisme yang digagas Marx, situasi dan kondisi rakyat Indonesia sekarang masih sangat-sangat jauh dan sama sekali belum kondusif untuk suatu gerakan komunisme. Jika pun ada yang ingin kembali membangkitkan komunisme, katakanlah membangkitkan PKI, maka itu tidak lebih dari para avonturir, aktivis petualang, yang sama sekali jauh dari teori asli Marxis itu sendiri. Yang ini memang harus digebuk, tapi jangan sampai menghabiskan energi seluruh komponen bangsa. Pantau saja terus oleh mereka-mereka yang kompeten, tidak perlu berteriak-teriak di tengah jalan melibatkan satu negara. Bahasa gaulnya: Jangan lebay.

Dalam kalimat pembukaan Manifesto Komunis, Marx menulis: “Ada hantu yang membayangi Eropa, Hantu Komunis…” Kebangkitan PKI di Indonesia memang masih berupa hantu, dan cilakanya ada saja pihak-pihak yang berkepentingan dengan Pilpres 2019 menunggangi polemik ini untuk memoles citranya agar disayangi rakyat. Padahal dia saat ini masih menjadi bagian dari elit kekuasaan, dengan kata lain semua yang dilakukannya, semua yang dikatakannya, atas restu penguasa. Sayang, banyak rakyat kita yang cuma melihat aktingnya sebagai Good Cop yang bagus, didukung oleh media massa yang berkepentingan dan lugu-lugu nan lucu.

Yang sungguh-sungguh harus diwaspadai sekarang adalah Neo-Komunisme. Namanya bisa saja bukan “PKI”. Namanya bisa saja ini dan itu yang terdengar sangat bagus namun sesungguhnya jahat sekali.

Bagi yang melek sejarah, dulu kita kenal adanya Gerakan Semangka. Kulit Hijau dan isinya Merah. Gerakan ini seolah-olah agamis di luar tapi  didalamnya punya agenda Marxistis. Itu dulu. Sekarang yang benar-benar menjadi BAHAYA bagi bangsa ini adalah gerakan: “Semangka Kulit Kuning Isi Merah”. Inilah biang dari gerakan Neo-komunisme dunia dewasa ini.

Semangka Kuning Isi Merah adalah suatu gerakan kaum Komunis, Kaum Merah, yang menampakkan diri keluar sebagai Kapitalis-Borjuasi. One State Two System. Ke dalam dia Komunis, tapi kebijakan keluar sangat teramat Kapitalis. Ini sama saja dengan Tentara Merah yang membelot terhadap Karl Marx dan menjadi muridnya Max Weber dan Adam Smith. Semangka Kulit Kuning Isi Merah bisa dilihat dari bendera negara itu yang juga berwarna Merah dan Kuning. Coba saja ketik google: Satu Negara Dua Sistem. Gerakan ini digagas oleh Deng Xiaoping dan disahkan pada Januari 1982.

Sejak itulah, Deng Xiaoping dan para penerusnya berambisi untuk menguasai sebanyak-banyaknya wilayah di dunia, tentu saja termasuk Indonesia. Mereka tidak lagi mengirimkan Tentara Merah untuk menaklukkan dan menjajah negara-negara lainnya. Tapi mereka sekarang mengguyur uang dalam jumlah besar dan berbagai syarat ke berbagai negara agar negara itu bisa tunduk pada keinginan mereka. Banyak negara di Afrika sudah menjadi negeri jajahannya, walau kondisi tersebut dibungkus dengan istilah indah “Kerjasama Antar Dua Negara”. Hanya dua pihak yang diuntungkan: Negerinya Deng Xiaoping di satu pihak, lalu para pejabat korup yang berkuasa di negara-negara Afrika di pihak lain. Sedangkan rakyatnya terus-menerus ditindas, dieksploitasi, dan dihisap.

Hal ini tidak saja terjadi di Afrika, tapi juga di negara-negara lainnya. Apakah di Indonesia juga sedang terjadi? Pikir sendirilah. Kalo saya jawab, takutnya nanti ikutan TERCYDUK di alam demokrasi yang sangat bebas ini (tanya saja kata Wanda Hamidah).

Rakyat Indonesia masih sangat memerlukan pendidikan politik yang benar, yang bisa menimbulkan kesadaran di dalam kepala mereka tentang sistem yang menindas mereka. Hijrah adalah pindah dari kebodohan menuju keterang-benderangan. Belajarlah dengan benar, dengan berguru pada mereka yang memang ahlinya, bukan dengan berkoar-koar di grup whatsapp tentang ini dan itu, dan sebagainya. Cyber Crime aparat akan ketawa-ketiwi memantaunya. Air yang tenang itu tandanya dalam, dan kaleng yang kosong itu biasanya berisik. Kurangi bicara, perbanyak berpikir. Tabik. [rd]

Sumber : Eramuslim