OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 28 November 2018

KPU Perbolehkan Penyandang Gangguan Jiwa Nyoblos, Elite Golkar Bingung

KPU Perbolehkan Penyandang Gangguan Jiwa Nyoblos, Elite Golkar Bingung

"Setahu saya, orang yang mengalami gangguan jiwa itu enggak bisa mikir, kalau dia bisa mikir ya engga terganggu dong. Tapi masalahnya ini KPU sudah bikin atur."
Ketua Komisi III DPR RI (Fraksi Golkar) Kahar Mudzakir mengaku tidak mengerti bagaimana cara mengontrol kaum disabilitas mental atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) saat proses pencoblosan.
10Berita  - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mendaftarkan golongan penyandang disabilitas mental untuk dapat masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019. Keputusan itu pun menuai polemik.   
Ketua Komisi III DPR RI (Fraksi Golkar) Kahar Mudzakir mengaku tidak mengerti cara mengontrol kaum disabilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) saat pencoblosan.
"Wah saya sangat tidak ngerti itu, bagaimana cara ngontrolnya orang gangguan jiwa untuk menyalurkan hak politiknya di TPS. Bagaimana, ya?" ujar Kahar pada awak media, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (27/11).
Menurut Kahar, orang yang mengalami gangguan jiwa itu biasanya kurang sehat untuk berpikir. Apalagi bisa menentukan pilihan politiknya.
"Setahu saya, orang yang mengalami gangguan jiwa kan enggak bisa mikir, kalau dia bisa berarti ya enggak terganggu dong. Tapi masalahnya ini KPU sudah bikin aturan," imbuhnya.
Di lain sisi, dia menilai jika ditelisik dalam hukum positif maka disabilitas mental tidak bisa dijerat. Karena baginya, disabilitas tidak bisa berpikir baik dan buruk.
"Tapi anehnya KPU punya dasar sendiri. Gimana ya, saya malah baru denger itu. Logika sederhananya kan orang gila enggak bisa dipidana, tapi kok masih bisa milih?" tuturnya.
"Tapi kita lihat apakah ada yang bisa di-judicial review atau tidak," pungkasnya.
Sebelumnya, Pihak KPU mengklaim memiliki landasan kuat untuk memasukkan ODGJ sebagai bagian dari DPT. Namun, dalam praktik di lapangan, KPU menyatakan ada persyaratan tambahan.
Landasan hukum yang dimaksud adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XIII/2015 yang mengakomodasi ODGJ untuk tetap memiliki hak pilih.
Sumber : Jawapos