Terima Uang Rakyat, Ombudsman Semprit Ridwan Kamil Cs. Tidak Netral Dukung Jokowi
10Berita Delapan dari sembilan gubernur-wakil gubernur terpilih dalam Pilkada 2018 langsung menyatakan dukungan pada pasangan Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019. Ombudsman menilai mereka mempertontonkan ketidaknetralan sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Dukungan tersebut diberikan usai dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/9/2018). Delapan gubernur tersebut adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur NTT Viktor Laiskodat, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, dan Gubernur Papua Lukas Enembe. Kemudian, Gubernur Bali I Wayan Koster, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, dan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji.
Empat gubernur pendukung Jokowi bahkan menegaskan dukungannya. Dilansir Republika.co.id, (5/9/2018), Komisioner Ombudsman Laode Ida langsung memberikan teguran. Alasannya, sikap berpihak terhadap salah satu calon presiden tidak boleh dipertontonkan oleh seorang yang menjabat gubernur. Terlebih, mereka seharusnya menjadi teladan bagi aparatur sipil negara (ASN) lain agar menjadi ASN yang netral dan menerapkan birokrasi yang profesional.
Dukungan terang-terangan delapan gubernur justru akan berdampak buruk bagi Jokowi-Ma'ruf. Pasalnya, Jokowi-Ma'ruf sama saja membiarkan ASN merusak birokrasi dengan menjadikan birokrasi dan ASN sebagai instrumen dalam perebutan kekuasaan.
Tentunya tidak masalah jika seorang gubernur terpilih menyatakan keberpihakannya terhadap salah satu capres selama belum dilantik. Namun, begitu resmi menjadi gubernur, jabatan dan tugas yang diembannya itu dibiayai oleh negara, oleh uang rakyat. Bukan dibiayai uang pribadi capres atau cawapres yang mereka dukung.
Ombudsman menilai Ridwan Kamil Cs memanfaatkan uang rakyat untuk kepentingan kelompok tertentu. Secara prinsip melanggar netralitas ASN.
Bagaimana dengan peraturan yang berlaku? Kemendagri memberikan lampu hijau kepada kepala daerah untuk kampanye atau malah menjadi tim sukses salah satu calon dalam Pilpres 2019. Kepala daerah boleh terlibat dalam tim sukses bayangan maupun aktif, sepanjang tidak mengganggu tata kelola pemerintahan di daerah.
Begitu pula dengan KPU hanya melarang kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai ketua tim kampanye. Larangan itu sesuai yang diamanatkan dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilu.
Sumber :