OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 31 Desember 2018

Generasi Latah

Generasi Latah

Oleh: Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban
(asmachusna@gmail.com)
Latah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan anak muda. Terlebih, dengan keberlimpahan teknologi segala hal viral pun mudah diikuti.
Masih teringat challenge – challenge yang sempat gempar di jagat maya. Mulai dari tik tok, kiki challenge, hingga momo challenge. Jika ditanya mengapa gemar dan latah menirukan sesuatu yang lagi viral di media sosial? Sekadar bersenang-senang, katanya.
Tak hanya kalangan anak muda, ‘kelatahan’ itu juga nampak dari pebisnis dunia hiburan. Berapa banyak alur cerita sinetron, drama hingga film Indonesia yang mengadopsi cerita drama dari negara lain.

Sebagai contoh kisah empat pemuda kaya sombong dan gadis miskin dalam komik asal Jepang berjudu Hana Yori Dango. Cerita ini dibuat versi drama oleh banyak negara. Di antaranya di Taiwan ada Meteor Garden, di Korea ada Boys Before Flowers, maka di Indonesia ada ‘Siapa Takut Jatuh Cinta.
Politisi dan pejabat di negeri ini terkadang juga latah. Pencitraan dengan berbagai polesan dilakukan. Bergaya milenial nan kekinian. Banyaknya jumlah pemilih milenial menjadikan para politisi berebut simpati mereka. Berharap bisa memenangkan kantong-kantong suara kaum milenial.
Kita tentu masih ingat viralnya topi tauhid beberapa bulan terakhir. Masih segar di ingatan pula ketika bendera Rasulullah dibakar, gelombang pembelaan terhadapnya sangat besar. Kaum muslim dari berbagai kalangan begitu antusias mengibarkan bendera tauhid.
Sebagai wujud pembelaan mereka pada pusaka warisan Rasulullah SAW ini. Fenomena hijrah kaum milenial turut memberikan sinyal positif bahwa ghirah keislaman umat Islam mengalami peningkatan. Inilah latah yang positif.
Sayangnya, kelatahan yang negatif masih banyak dilakukan oleh kaum muda. Sekadar ikut –ikutan tanpa menyandarkan aktifitas tersebut pada halal – haram. Paling nampak saat malam tahun baru berlangsung. Ramai –ramai merayakan dan menyemarakkannya dengan berbagai hiburan dan petasan. Padahal, perayaan tahun baru Masehi adalah budaya agama tertentu.
Dalam Islam budaya ikut-ikutan atau latah diistilahkan dengan tasyabbuh. Tasyabbuh secara bahasa adalah bentuk masdar dari kata kerja “tasyabbaha” yang menunjukkan penyerupaan sesuatu, kesamaan warna dan sifat. Tasyabbuh memiliki arti menyerupai atau mencontoh.
Menurut Imam Syafi’i rahimahullah, yang dimaksud tasyabbuh adalah ungkapan yang menunjukkan upaya manusia untuk menyerupakan dirinya dengan sesuatu yang diinginkan dirinya serupa dengannya dalam hal tingkah laku, pakaian atau sifat-sifatnya.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyAllahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, pen.), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim)

Tasyabbuh atau meniru budaya kafir dilarang dalam Islam. Tak perlu latah mengikuti perayaan tahun baru atau budaya khas agama tertentu. Tidak pula latah mengadopsi produk pemikiran mereka. Seperti kapitalisme, sekulerisme, liberalisme, hedonisme, dan isme –isme lainnya. Sebab, sekulerisme telah menjauhkan kita dari Islam. Bukannya menumbuhkan kecintaan pada Islam, malah menimbulkan alergi dan antipati terhadap Islam.
Mari kita ganti kebiasaan latah meniru budaya dan pemikiran asing dengan mengambil Islam sebagai standar amal. Membuang pemikiran asing dari kehidupan. Dengan aktif mengikuti kajian Islam serta berdakwah amar makruf nahi munkar.
Dapat pahala iya, malah mengurangi dosa. Ikut berhijrah dan berbenah diri menjadi hamba yang lebih taat kepada Allah SWT. Menjadikan Al qur’an dan As sunnah sebagai tolak ukur perbuatan. Semoga tahun depan Allah jadikan kita hamba-hamba yang senantiasa berislam secara kaffah, tanpa pilah pilih aturan semaunya. Wallahu a’lam bisshowab. []

Sumber : Islampos