OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 04 Desember 2018

Menggadaikan Kewarasan Demi Kekuasaan

Menggadaikan Kewarasan Demi Kekuasaan

Oleh: Yuyun Rumiwati*
10Berita , Hiruk pikuk politik menjelang pilpres 2019 kian memanas. Tidak sekedar memanas di dua kubu untuk menggait suara rakyat. Akal kewarasan rakyat secara umum pun turut memabas. Terlebih sejak munculnya keputusan MK tentang hak tuna grahita (orang gila) untuk menggunakan hak pilihnya.
Pro kontra pun terjadi. Jubir tim kampanye Jokowi-Ma'ruf menyambut keputusan tersebut (okezone.com 24/11/2018). Sedangkan Komisi II DPR RI Azikin Sulthon menyatakan bahwa peraturan ini perlu ditinjau ulang karena bisa membuka peluang penyalahgunaan hak suara.
Keputusan tersebut diatur dalam peraturan KPU No.11 tentang pemilih dalam negeri. Dari hasil pendataan ada sekitar 400 ribu orang gila. Bisa dibayangkan dengan jumlah yang besar ini, jika disalahgunakan akan menjadi tambahan cidera bagi pesta demokrasi. Pemilu yang adil hanya menjadi impian kosong. Bahkan suara mereka yang berakal dengan yang tidak berakal disamakan, menjadi bukti kecacatan sistem demokrasi. Jadi tidak berlebihan jika ada yang menyebut democrazy.
/Kekuasaan Tujuan Utama dalam Demokrasi/
Kekuasaan adalah tujuan utama dalam demokrasi. Menghalalkan segala cara pun ditempuh untuk meraih suara sebanyak-banyaknya demi kekuasaan. Terlebih ambisi rezim untuk berkuasa dua periode, beragam cara dilakukan untuk meraihnya. Termasuk keputusan pemberian hak pilih bagi orang gila pun tidak lepas dari kepentingan rezim. Terbukti pihak rezimlah yang paling antusias dengan senang hati menerima keputusan tersebut. Demi kekuasaan, orang gila pun dianggap sebagai aset dan sarana mendulang suara.
Dari fenomena ini, saatnya rakyat kian sadar bahwa pangkal dari segala kegaduhan dan problem selama ini adalah penerapan demokrasi. Sistem yang menyandra kewarasan manusia. Sistem yang mengagungkan hukum manusia dan menguntungkan pihak yang berkuasa dan pemilik modal.
Teori demokrasi dari, oleh dan untuk rakyat hanya slogan utopis yang tidak pernah terwujud, bahkan tidak mungkin terwujud. Suara rakyat hanya alat untuk meraih kekuasaan dan legalisasi bagi pihak terpilih untuk mengokohkan kepentingannya.
/Politik Islam Membawa Ketaatan/
Berbeda dengan politik dalam sistem demokrasi yang berorientasi kekuasaan. Politik dalam Islam memfokuskan pengaturan urusan rakyat ke jalan ketaatan pada tuhannya (Allah SWT). Sehingga tidak ada pihak yang berkepentingan khusus dalam kebijakan politik Islam. Selain demi kemaslahatan umat (rakyat) semata, atas dasar ridha Allah.
Kekuasaan dalam Islam hanya sebagai sarana untuk menerapkan aturan sang pencipta. Penerapan hukum yang lahir dari wahyu sang pencipta meniscayakan keadilan dan kesejahteraan. Betapa sang pencipta yang lebih tahu dan faham yang terbaik bagi mahluk ciptaan-Nya.
Dengan demikian, hanya dengan kembali kepada aturan Allah keadilan, kewarasan, kehormatan dan kemulyaan manusia bisa terjaga. Hak orang berakal dengan yang tidak berakal jelas beda. Karena Allah telah mencabut taklif hukum (tanggung jawab hukum) bagi mereka yang tidak berakal (gila).
Aturan Islam yang sangat menjaga akal dengan aturannya meniscayakan jumlah orang yang gila pun tidak akan sebanyak di sistem demokrasi. Betapa sulitnya hidup dalam sistem yang tidak manusiawi inilah yang memicu kian banyak orang gila.
*Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban

Sumber :