Tujuh Perusahaan Garam Disidang KPPU, Rizal Ramli: Bayangkan, Betapa Sakitnya Petani!
10Berita - Seluruh lembaga hukum, ekonomi dan politik seharusnya bersama-sama berantas kartel pangan yang rugikan petani dan gerogoti kedaulatan pangan
Ekonom senior Indonesia, Rizal Ramli mengaku bersyukur, akhirnya masalah impor garam menjadi perhatian banyak pihak. Bahkan diketahui, setidaknya tujuh (7) perusahaan garam yang diduga melakukan kartel disidang oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).
“Ini bukan kali pertama saya memperjuangkan para petani, baik garam, gula maupun petani padi. Tapi yang kita inginkan sama-sama adalah bagaimana mereka bisa makmur, karena hanya itu hasil yang mereka dapatkan untuk melangsungkan hidup, jadi bayangkan saja bagiamana sakitnya mereka,kasihan mereka” ujar Rizal, dalam keterangan tertulisnya hari ini.
Rizal mengaku geram pada sistem impor yang berlebihan. Karena menurutnya kartel sangat merugikan petani, selain itu sistem impor juga memang selayaknya diperhatikan oleh pemerintah. “Saya sudah katakan ini jauh-jauh hari, kasihan mereka, negara kita ini negara berbasis pertanian, kok bisa-bisanya kasih kebijakan impor pangan yang gak merujuk pada kepentingan para petani,” tambahnya.
Mantan Kepala Bulog ini menambahkan, bahwa dengan adanya penambahan impor garam sebanyak 1,5 juta ton akan membuat petambak garam dirugikan. Total dari kelebihan impor, baik garam maupun gula, beras dan sebagainya nilainya Rp 24 triliun.
Indonesia, disebut Rizal menghabiskan divisanya untuk memperkaya industri garam di Australia dan memperkaya petani di Thailand dan Vietnam. Sementara petani garam dan bawang di dalam negeri menangis karena kebijakan itu.
“Pertanyaannya adalah, apakah kebijakan saat ini buat petani di Vietnam, di Thailand atau buat petani kita. Seandainya, dia tidak impor ugal-ugalan uang itu bisa digunakan beli garam lokal, beras lokal, bawang putih lokal, gula lokal. Rp 24 triliun, apa petani kita tidak makin sejahtera? Itu dua kali dari anggaran Departemen Pertanian,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, Sidang yang dilakukan KPPU tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Dinni Melanie didampingi Investigator Utama Noor Rofieq di ruang sidang, gedung KPPU, Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Adapun ketujuh perusahaan itu adalah PT Garindro Sejahtera Abadi, PT Susanti Megah, PT Niaga Garam Cemerlang, PT Unicem Candi Indonesia, PT Cheetham Garam Indonesia, PT Budiono Madura Bangun Persada, dan PT Sumatraco Langgeng Makmur.
Menurut Rofieq dugaan kartel tersebut terjadi di tahun 2013 hingga 2016. Kala itu ada permintaan impor di tahun 2015 karena pasokan garam industri yang menipis.
Menurut Rofieq dugaan kartel tersebut terjadi di tahun 2013 hingga 2016. Kala itu ada permintaan impor di tahun 2015 karena pasokan garam industri yang menipis.
Nyatanya, permintaan tersebut baru direalisasikan setelah dua bulan keterangan stok menipis. “Jadi ada izin impor tapi beberapa realisasi beberapa yang nggak realisasi. Padahal waktu itu industri makanan minuman pas Maret bilang kesulitan tapi ternyata izin impor baru direalisasikan dua bulan. Jadi jeda dua bulan itu stok dari mana? Jadi ini dugaan awal kartel,” jelas dia.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan karena adanya kartel tersebut terjadi kenaikan harga garam di pasaran. Dari sebelumnya di angka Rp 1.200 per kilogram (kg) menjadi Rp 2.800 per kg. “Harganya itu 1.050 hingga Rp 1.200 itu naik jadi Rp 1.900 sampai Rp 2.800-an itu ada. Jadi harga kenaikan tinggi,”pungkasnya. (Fel)
Sumber : Konfrontasi