Ekonom, Dradjad Wibowo soroti proyek infrastruktur yang menyedot dana dari berbagai sektor.

10Berita  Anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dradjad Wibowo mengatakan, Prabowo Subianto tidak pernah mengkritik Kementerian Keuangan soal utang negara.
Ia menegaskan, yang dikritik Prabowo Subianto adalah Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
"Apakah Prabowo menyebut Menteri Keuangan atau Kementerian Keuangan? Jelas sekali yang disebut Mas Bowo adalah Menteri Keuangan" kata Dradjad, kepada Kompas.com, Senin (28/1/2019).
Hal ini disampaikan Dradjad Wibowo untuk menanggapi protes yang disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti atas pernyataan Prabowo Subianto.
Bahkan sebagian pihak menggunakan media sosial dengan tagar untuk menyerang Prabowo Subianto.
Dradjad meminta Nufransa teliti dan mendengar ulang pernyataan Prabowo dalam acara dukungan alumni perguruan tinggi di Padepokan Pencak Silat, Sabtu pekan lalu.
"Apakah kritik terhadap Menteri Keuangan bisa disamakan dengan menghina Kementerian? Jika logika itu dipakai, mengeritik Presiden bakal sama dengan menghina rakyat Indonesia. Mengeritik Ketua DPR sama dengan menghina DPR dan rakyat pemilihnya. Itu logika yang ngawur," lanjut Dradjad Wibowo.
Dradjad Wibowo mengatakan, perbedaan antara menteri dan kementerian ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Dalam Pasal 1 disebutkan, Kementerian Negara adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, sementara Menteri adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian.
"Dia (Nufransa) gagal memahami beda antara Menteri Keuangan dan Kementerian Keuangan sesuai UU. Kalau dia paham bedanya, apakah ini bukan berarti dia sedang mempolitisasi Kemenkeu, dan memrovokasi jajarannya?" ujar Dradjad.
Sementara, soal istilah "menteri pencetak utang" yang disampaikan Prabowo, menurut Dradjad, hal tersebut merupakan kritik yang berbasis pada fakta.
Dradjad mengatakan, faktanya, antara Desember 2014-Desember 2018, utang pemerintah naik Rp 1.809 triliun, dari Rp 2609 triliun menjadi Rp 4418 triliun.
Artinya, utang di era Jokowi setiap tahun naik Rp 452,25 triliun.
Sebagai perbandingan, selama 10 tahun Presiden SBY, kenaikan utang pemerintah Rp 1309 triliun, atau Rp 131 triliun per tahun.
"Jadi setiap tahun pemerintahan Presiden Jokowi berhutang rata-rata 3,45 kali lipat dari pemerintahan Presiden SBY," ujar Dradjad.
"Masak, pejabat negara yang banyak membuat utang tidak boleh disebut pencetak utang?" tambah politisi Partai Amanat Nasional ini.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti menyampaikan kekecewaannya atas pernyataan Prabowo Subianto yang menyatakan bahwa penyebutan Menteri Keuangan bisa diganti dengan "Menteri Pencetak Utang".
"Apa yang disampaikan calon presiden Prabowo Subianto, 'Jangan lagi ada penyebutan Menteri Keuangan (Menkeu), melainkan diganti jadi Menteri Pencetak Utang', sangat mencederai perasaan kami yang bekerja di Kementerian Keuangan," tulis Nufransa di akun Facebooknya, Minggu (27/1/2019).
Kementerian Keuangan, lanjut dia, adalah sebuah institusi negara yang penamaan, tugas, dan fungsinya diatur oleh Undang-Undang.
"Siapa pun tidak sepantasnya melakukan penghinaan atau mengolok-olok nama sebuah institusi negara yang dilindungi oleh undang-undang, apalagi seorang calon presiden," kata dia. (Ihsanuddin)
Sumber : Tribunnews.com