BPN: 27 Kasus Dilaporkan, Tak Satupun Ditindaklanjuti
Tim Advokat Milenial Peduli Pemilu seusai melaporkan Jokowi ke Bawaslu, di Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin Nomor 14, Sarinah, Jakarta, Kamis 24 Januari 2019. ( Foto: Beritasatu Photo / Yustinus Paat )
10Berita, Jakarta - Tim advokat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Hendarsam Marantolo menyebut, pihaknya telah mengirim 27 laporan polisi ke Bareskrim, Polda dan Bawaslu. Dari 27 laporan itu, hanya satu kasus yang ditindaklanjuti tetapi hingga kini tidak ada naik ke pengadilan.
"Dari 27 laporan itu, hanya satu kasus (ditindaklnjutil). Alhamdulillah sampai sekarang tidak ada yang naik ke pengadilan, rekor sekali, prosesnya sejauh apa juga kita tidak tahu," ujar Hendarsam dalam diskusi Pojok Jubir "Kemanakah Keadilan Hukum di Negeri Ini?" Yang berlangsung di media centerPrabowo-Sandi Jl Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (4/2).
Hendarsam mencontohkan, ancaman pembunuhan kepada Fadli Zon dan Fahira Idris yang orangnya jelas identitasnya, tetapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjut sama sekali.
"Jadi kita paling nyesek tataran teknis, karena sampai sekarang tidak ada tindaklanjutnya. Untuk Bupati Boyolali sudah diperiksa tapi kita juga tidak tahu sampai mana progress-nya," katanya.
Di sisi lain, dari kubu BPN sendiri kerap dipanggil aparat atau bahkan diadili karena berbagai kasus. Ia menyoroti misalnya kasus yang menimpa Dahnil Simanjuntak yang dipanggil sebagai saksi kasus hoax Ratna Sarumpaet. Dia mempertanyakan kapasitas saksi apa yang dilihat, didengar dan ketahui sendiri utk memperjelas posisi perkara.
Alhamdulillah sampai sekarang tidak ada yang naik ke pengadilan, rekor sekali.
”
Kasus lainnya adalah kasus Asma Dewi, yang terkena UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diduga menulis ujaran kebencian terhadap pemerintah.
Kasus lainnya adalah kasus Ahmad Dhani, dia didakwa atas tiga cuitan di Twitter, pertama 7 Februari, kedua, 6 Maret dan ketiga terkait Ahok.
"Ini ada tiga cuitan yang tempus de lictiberbeda, satu bulan sebelumnya. Jadi metodologi yang digunakan polisi dan jaksa, mengambil definisi dicomot dari satu bulan sebelumnya. Metodologi kontekstual, walaupun selama Februari-Maret itu ada banyak cuitan. Saya baru kali ini lihat metodologi seperti ini," jelasnya.
Hendarsam meminta UU ITE ini tidak digunakan secara brutal oleh penguasa. Semua UU itu baik idealnya, tidak ada yang buruk.
"Ini tergantung siapa yang menggunakannya, sama seperti pisau dan pedang. Tergantung cara menggunakannya saja. Kalau dikembalikan ke khitahnya kan yang ditonjolkan bukan hukumannya tapi menertibkan transaksi elektronik, pengaturannya bagaimana. Instrumen pidana bukan itu yang ditonjolkan, tapi kok jadi ujung tombak," tandasnya.
Sumber : Berita satu