OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 11 Februari 2019

Kok Polisi Diam Soal Tabloid Indonesia Barokah? Aneh Gak?



Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo

POJOKSATU.id, JAKARTA – Polri sampai saat ini masih ogah bergerak terkait peredaran tabloid Indonesia Barokah yang disebut-sebut mendiskreditkan pasangan Prabowo-Sandi.

Peredaran tabloid 16 halaman itu sendiri sudah terdeteksi bukan saja di Jawa Barat yang menjadi ‘kandang’ pasangan capres-cawapres nomor urut 02 itu saja.

Melainkan sudah banyak ditemukan di Banten dan juga sejumla kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Kendati demikian, polisi tak bisa bergerak, kecuali menunggu hasil penilaian Dewan Pers terhadap tabloid Indonesia Barokah.

Penilaian tersebut, nantinya akan menjadi pegangan bagi aparat kepolisian untuk menindak.

Demikian disampaikan Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (25/1/2019).

Dedi menjelaskan, tanpa penilaian dari Dewan Pers itu, pihaknya tidak bisa melakukan penindakan terhadap tabloid dimaksud.

“Dewan Pers yang harus lebih proaktif,” tegasnya.

Dedi mengaku, dalma hal ini, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Dewan Pers.

“Saya sudah koordinasi dengan Pak Stanley sebagai ketua Dewan Pers, memang ini ranahnya adalah ranah dewan pers dulu,” jelasnya.



Terlebih, sambung Dedi, Dewan Pers telah mendapat pengaduan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang seharusnya bisa langsung melakukan penilaian terhadap tabloid tersebut.

Dengan hasil penilaian itu, penanganan tabloid yang sudah tersebar di Jabar, Jatim dan Banten bisa menjadi jelas.

“Apakah ini masuk ke dalam tindak pidana pemilu, kalau masuk ke dalam situ baru akan diserahkan ke Bawaslu, polri dan kejaksaan,” ujarnya

Lebih lanjut Dedi menyampaikan, jika memang dalam kajian ternyata termasuk tindak pidana pemilu, maka Bawaslu yang akan bertindak dan menyelesaikannya.

“Kalau tidak, ya polisi yang akan menyidik. Seperti kasus Obor Rakyat yang pernah disidik oleh kepolisian, itu rekomendasi dari Bawaslu,” pungkas Dedi.

Sebelumnya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno resmi mengadukan tabloid Indonesia Barokah ke Dewan Pers, Jumat (25/1/2019).

Anggota Direktorat Hukum BPN Nurhayati menyatakan, dalam penelusuran, pihaknya menemukan peredaran tabloid tersebut di tiga wilayah.

Yakni di Jawa Barat, Banten dan Jawa Tengah. Selain itu, diketahui juga bahwa tabloid itu tidak berbadan hukum. alias ilegal.

Terlebih, konten dan pemberitaan yang dimuat dalam tabloid itu dinilai sangat menyudutkan paslon nomor urut 02 tersebut.

“Makanya kami mohon agar Dewan Pers bertindak, dengan begitu bisa ada tindakan dari aparat untuk bisa menyetop peredaran tabloid tersebut,” kata Nurhayati di Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (25/1).

Jika tidak segera ada tindakan, kata Nurhayati, dikhawatirkan dapat memecah belah umat. Sebab, tidak sedikit konten yang mengulas mengenai Aksi Bela Islam 212.

“Terlebih, yang disasar penyebaranya di masjid-masjid,” ujarnya.

Nurhayati menjelaskan, tabloid 16 halaman itu dianggap telah melanggar kode etik wartawan dalam pemberitaanya dan tidak memiliki badan hukum sesuai amanat UU 40/1999.

“Maka patut diduga tabloid Indonesia Barokah ilegal, sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat 2 Jo pasal 12 Jo pasal 18 ayat 3 UU 40/1999 tentang Pers,” bebernya.

Tabloid ini, sambung Nurhayati, juga mencatut nama Islam, dengan mengangkat salah satu laporannya membumikan Islam yang rahmatan lil alamin ditambah.

Serta mendeskriditkan masyarakat islam yang terhimpun dalam aksi 212.

“Mereka mencatut juga nama Islam, jelas ini akan berpotensi memecah belah umat,” imbuhnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan, dalam sebuah pemberitaan setiap wartawan harus bersikap independen dengan memberitakan peristiwa atau fakta.

Sehingga menghasilkan berita yang akurat dan dapat dipercaya sesuai dengan keadaan yang objektif.

“Sebagaimana tertulis dalam pasal 1 kode etik jurnalis UU 40/1999. Karena Pers sebagai wasit dan pembimbing yang adil, juga sebagai pengawas, bukan sebaliknya,” tutup Nurhayati.

(jpg/ruh/pojoksatu)