Apa Sih Wisata Halal?
www.tintaperak.com
10Berita, Gebrakan pemerintah, khususnya Kemenpar Indonesia, terkait wisata Indonesia cukup menggembirakan. Promosi besar-besaran dengan tema Pesona Indonesia (Wondeful Indonesia) bisa kita lihat dimana-mana, mulai dari layar kaca hingga billboard di jalan-jalan utama. Ketika mengikuti workshop bersama Kemenpar tahun lalu, saya cukup bisa melihat optismis pemerintah terkait wisata di Indonesia.
Yang tak kalah menggembirakan adalah ikut sertanya Indonesia di ajang World Halal Tourism Award 2016 yang berpusat di Abu Dhabi, Dubai. Setelah sebelumnya Lombok terpilih sebagai destinasi wisata halal dunia, tahun ini menyusul Sumatera Barat dan Aceh memproklamirkan diri sebagai destinasi wisata halal dunia. Dukungan pemerintah daerah pun cukup serius dalam hal ini.
Lalu apakah pengertian wisata halal itu sendiri?
Sebenarnya yang umum dikenal selama ini adalah wisata syariah atau wisata religi. Pengertiannya tentu tak melulu berwisata ke lokasi-lokasi religius seperti makam-makam Walisongo seperti yang selama ini banyak dilakukan orang. Jika wisata religi lebih mengedepankan aspek lokasi atau objek dan sejarah tempat wisata, maka wisata halal lebih mengedepankan aspek pelaku atau wisatawannya.
Nah, istilah wisata halal yang kemudian muncul inipun mendunia. Wisata halal ini memiliki cakupan yang lebih luas lagi. Tak hanya soal berkunjung ke lokasi religius, namun juga ke lokasi-lokasi umum dengan tetap menjaga adab sebagai Muslim dan memberikan fasilitas serta kemudahan bagi para wisatawan Muslim.
Akademisi M. Battour dan M. Nazari Ismail mendefinisikan wisata halal sebagai berikut: Semua objek atau tindakan yang diperbolehkan menurut ajaran Islam untuk digunakan atau dilibati oleh orang Muslim dalam industri pariwisata. Definisi ini memandang hukum Islam (syariah) sebagai dasar dalam penyediaan produk dan jasa wisata bagi konsumen (dalam hal ini adalah Muslim), seperti hotel halal, resort halal, restoran halal dan perjalanan halal.
Menurut definisi ini, lokasi kegiatan tidak terbatas di negara-negara Muslim semata. Juga mencakup barang dan jasa wisata yang dirancang untuk wisatawan Muslim di negara Muslim dan negara non-Muslim. Selain itu, definisi ini memandang bahwa tujuan perjalanan tidak harus bersifat keagamaan. Jadi perjalanan bisa dengan motivasi wisata umum.
Ada 6 kebutuhan pokok wisatawan Muslim yang diidentifikasi dalam studi Crescent Rating di 130 negara yaitu:
1) Makanan halal
2) Fasilitas salat
3) Kamar mandi dengan air untuk wudhu
4). Pelayanan saat bulan Ramadhan
5) Pencantuman label non halal (jika ada makanan yang tidak halal)
6) Fasilitas rekreasi yang privat (tidak bercampur baur secara bebas)
Nah, berdasarkan Global Muslim Travel Index (GMTI) yang menjadi acuan standar wisata halal di dunia, bisa dirincikan kurang lebih sebagai berikut:
Tiga kelompok kriteria wisata halal yang diulas adalah:
1. Destinasi Ramah Keluarga.
2. Layanan dan Fasilitas di Destinasi yang Ramah Muslim.
3. Kesadaran Halal dan Pemasaran Destinasi.
Lalu dari tiga kriteria ini, ada 11 indikator turunan yang menjadi acuannya.
Untuk kriteria pertama, Destinasi Ramah Keluarga:
1. Destinasi wisata harus ramah keluarga.
2. Keamanan umum bagi wisatawan Muslim.
3. Jumlah kedatangan wisatawan Muslim yang cukup ramai.
Untuk kriteria kedua, Layanan dan Fasilitas di Destinasi yang Ramah Muslim:
4. Pilihan makanan dan jaminan halalnya.
5. Akses ibadah yang mudah dan baik.
6. Fasilitas di bandara yang ramah Muslim.
7. Serta opsi akomodasi yang memadai.
Untuk kriteria tiga, Kesadaran Halal dan Pemasaran Destinasi:
8. Kemudahan komunikasi.
9. Jangkauan dan kesadaran kebutuhan wisatawan Muslim.
10. Konektivitas transportasi udara.
11. Serta persyaratan visa.
Untuk memenuhi 11 indikator tersebut, sebuah destinasi wisata halal harus memiliki komitmen di tingkat pemangku kepentingan dan masyarakat, dalam hal ini adalah pemerintah. Kemudian lokasi yang bisa dimasuki oleh seluruh anggota keluarga, ayah-ibu dan anak. Lalu segi keamanan umum oleh kepolisian, satpam dan jajarannya. Sementara untuk jumlah kedatangan wisatawan Muslim sendiri bisa melihat data dari data Kemenpar, Parekraf, Imigrasi dan Bandara.
Yang tak kalah penting adalah pilihan makanan dan jaminan halal yang menjadi komitmen restoran dan penyedia makanan lainnya. Juga akses ke rumah ibadah dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihannya. Selanjutnya fasilitas di bandara yang dilengkapi dengan tempat ibadah yang layak. Kemudian pilihan akomodasi seperti transportasi dan hotel yang sesuai dengan wisatawan Muslim tentunya. Misalnya tersedianya perlengkapan ibadah serta penujuk arah kiblat di kamar hotel serta toilet yang menggunakan air.
Kemudahan komunikasi dengan menyediakan jasa translator Arab untuk wisatawan Timur Tengah, serta bahasa lainnya dari Asia, Eropa dll. Ditambah lagi dengan jangkauan dan kesadaran kebutuhan wisatawan Muslim oleh masyarakat setempat, konektivitas transportasi udara oleh maskapai dan persyaratan visa oleh bagian keimigrasian.
Bagian tak terpisahkan lainnya dari wisata halal ini adalah para pemandu wisata yang juga harus menyesuaikan diri dengan para wisatawan Muslim. Misalnya dengan menjaga adab berkomuniasi, menggunakan pakaian yang sopan sesuai standar Muslim serta tak lupa mengingatkan waktu beribadah tepat waktu kepada para wisatawan.
Nah, kurang lebih inilah gambaran persiapan untuk menuju Wisata Halal Indonesia.
Note: Artikel ini sudah pernah tayang di blog pribadi penulis tintaperak.com
www.tintaperak.com
10Berita, Gebrakan pemerintah, khususnya Kemenpar Indonesia, terkait wisata Indonesia cukup menggembirakan. Promosi besar-besaran dengan tema Pesona Indonesia (Wondeful Indonesia) bisa kita lihat dimana-mana, mulai dari layar kaca hingga billboard di jalan-jalan utama. Ketika mengikuti workshop bersama Kemenpar tahun lalu, saya cukup bisa melihat optismis pemerintah terkait wisata di Indonesia.
Yang tak kalah menggembirakan adalah ikut sertanya Indonesia di ajang World Halal Tourism Award 2016 yang berpusat di Abu Dhabi, Dubai. Setelah sebelumnya Lombok terpilih sebagai destinasi wisata halal dunia, tahun ini menyusul Sumatera Barat dan Aceh memproklamirkan diri sebagai destinasi wisata halal dunia. Dukungan pemerintah daerah pun cukup serius dalam hal ini.
Lalu apakah pengertian wisata halal itu sendiri?
Sebenarnya yang umum dikenal selama ini adalah wisata syariah atau wisata religi. Pengertiannya tentu tak melulu berwisata ke lokasi-lokasi religius seperti makam-makam Walisongo seperti yang selama ini banyak dilakukan orang. Jika wisata religi lebih mengedepankan aspek lokasi atau objek dan sejarah tempat wisata, maka wisata halal lebih mengedepankan aspek pelaku atau wisatawannya.
Nah, istilah wisata halal yang kemudian muncul inipun mendunia. Wisata halal ini memiliki cakupan yang lebih luas lagi. Tak hanya soal berkunjung ke lokasi religius, namun juga ke lokasi-lokasi umum dengan tetap menjaga adab sebagai Muslim dan memberikan fasilitas serta kemudahan bagi para wisatawan Muslim.
Akademisi M. Battour dan M. Nazari Ismail mendefinisikan wisata halal sebagai berikut: Semua objek atau tindakan yang diperbolehkan menurut ajaran Islam untuk digunakan atau dilibati oleh orang Muslim dalam industri pariwisata. Definisi ini memandang hukum Islam (syariah) sebagai dasar dalam penyediaan produk dan jasa wisata bagi konsumen (dalam hal ini adalah Muslim), seperti hotel halal, resort halal, restoran halal dan perjalanan halal.
Menurut definisi ini, lokasi kegiatan tidak terbatas di negara-negara Muslim semata. Juga mencakup barang dan jasa wisata yang dirancang untuk wisatawan Muslim di negara Muslim dan negara non-Muslim. Selain itu, definisi ini memandang bahwa tujuan perjalanan tidak harus bersifat keagamaan. Jadi perjalanan bisa dengan motivasi wisata umum.
Ada 6 kebutuhan pokok wisatawan Muslim yang diidentifikasi dalam studi Crescent Rating di 130 negara yaitu:
1) Makanan halal
2) Fasilitas salat
3) Kamar mandi dengan air untuk wudhu
4). Pelayanan saat bulan Ramadhan
5) Pencantuman label non halal (jika ada makanan yang tidak halal)
6) Fasilitas rekreasi yang privat (tidak bercampur baur secara bebas)
Nah, berdasarkan Global Muslim Travel Index (GMTI) yang menjadi acuan standar wisata halal di dunia, bisa dirincikan kurang lebih sebagai berikut:
Tiga kelompok kriteria wisata halal yang diulas adalah:
1. Destinasi Ramah Keluarga.
2. Layanan dan Fasilitas di Destinasi yang Ramah Muslim.
3. Kesadaran Halal dan Pemasaran Destinasi.
Lalu dari tiga kriteria ini, ada 11 indikator turunan yang menjadi acuannya.
Untuk kriteria pertama, Destinasi Ramah Keluarga:
1. Destinasi wisata harus ramah keluarga.
2. Keamanan umum bagi wisatawan Muslim.
3. Jumlah kedatangan wisatawan Muslim yang cukup ramai.
Untuk kriteria kedua, Layanan dan Fasilitas di Destinasi yang Ramah Muslim:
4. Pilihan makanan dan jaminan halalnya.
5. Akses ibadah yang mudah dan baik.
6. Fasilitas di bandara yang ramah Muslim.
7. Serta opsi akomodasi yang memadai.
Untuk kriteria tiga, Kesadaran Halal dan Pemasaran Destinasi:
8. Kemudahan komunikasi.
9. Jangkauan dan kesadaran kebutuhan wisatawan Muslim.
10. Konektivitas transportasi udara.
11. Serta persyaratan visa.
Untuk memenuhi 11 indikator tersebut, sebuah destinasi wisata halal harus memiliki komitmen di tingkat pemangku kepentingan dan masyarakat, dalam hal ini adalah pemerintah. Kemudian lokasi yang bisa dimasuki oleh seluruh anggota keluarga, ayah-ibu dan anak. Lalu segi keamanan umum oleh kepolisian, satpam dan jajarannya. Sementara untuk jumlah kedatangan wisatawan Muslim sendiri bisa melihat data dari data Kemenpar, Parekraf, Imigrasi dan Bandara.
Yang tak kalah penting adalah pilihan makanan dan jaminan halal yang menjadi komitmen restoran dan penyedia makanan lainnya. Juga akses ke rumah ibadah dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihannya. Selanjutnya fasilitas di bandara yang dilengkapi dengan tempat ibadah yang layak. Kemudian pilihan akomodasi seperti transportasi dan hotel yang sesuai dengan wisatawan Muslim tentunya. Misalnya tersedianya perlengkapan ibadah serta penujuk arah kiblat di kamar hotel serta toilet yang menggunakan air.
Kemudahan komunikasi dengan menyediakan jasa translator Arab untuk wisatawan Timur Tengah, serta bahasa lainnya dari Asia, Eropa dll. Ditambah lagi dengan jangkauan dan kesadaran kebutuhan wisatawan Muslim oleh masyarakat setempat, konektivitas transportasi udara oleh maskapai dan persyaratan visa oleh bagian keimigrasian.
Bagian tak terpisahkan lainnya dari wisata halal ini adalah para pemandu wisata yang juga harus menyesuaikan diri dengan para wisatawan Muslim. Misalnya dengan menjaga adab berkomuniasi, menggunakan pakaian yang sopan sesuai standar Muslim serta tak lupa mengingatkan waktu beribadah tepat waktu kepada para wisatawan.
Nah, kurang lebih inilah gambaran persiapan untuk menuju Wisata Halal Indonesia.
Note: Artikel ini sudah pernah tayang di blog pribadi penulis tintaperak.com