Sidang Meikarta, Demiz Lapor ke Jokowi Soal 'Menteri Liar'
10Berita - Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar hadir sebagai saksi dalam sidang kasus suap Meikarta dengan terdakwa penerima suap Bupati nonaktif Neneng Hasanah Yasin di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (20/3).
Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim, pria yang karib disapa Demiz itu mengaku melapor ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal keberadaan menteri-menteri yang bermain bola liar terkait Meikarta.
"Kalau mintanya 500 hektare pasti saya hambat. karena menyalahi pelanggaran tata ruang, pidana. Kepala saya taruhannya. Saya sempat melaporkan soal Meikarta ke Presiden Jokowi. Saya bilang, ada menteri-menteri Bapak yang bermain bola liar. Pak Jokowi memerintahkan pak wagub urus sesuai aturan yang berlaku," ujar Demiz dalam kesaksiannya di sidang yang dipimpin ketua majelis hakim tipikor, Tardi.
Hal tersebut diungkap Demiz terkait Rekomendasi dengan Catatan (RDC) yang diberikan untuk proyek Meikarta di kawasan Kabupaten Bekasi tersebut.
Demiz menerangkan RDC itu dikeluarkan dirinya selaku Ketua Badan Koordinasi Pemanfaatan Ruang Daerah (BKPRD) Jabar merujuk pada Perda Nomor 12/2004 yang mengatur tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat.
Dalam Perda Nomor 12/2014, proyek pembangunan yang harus melalui rekomendasi Pemprov Jabar hanya yang di atas lahan 100 hektare lebih. Sedangkan di bawah 100 hektare tidak perlu melalui rekomendasi pemprov.
"BKPRD melakukan kajian dan memang 84 hektare itu haknya Lippo. Berdosa saya kalau tidak memberikan izin. Makanya dikeluarkanlah RDC. Dalam rekomendasi ada catatan terkait kebutuhan air bersih, lalu lintas, soal sampah dan lain-lain," tuturnya.
Negara dalam Negara
Dalam sidang tersebut, di hadapan majelis hakim, Demiz mengatakan ketika polemik proyek Meikarta mencuat dirinya mengeluarkan pernyataan untuk menghentikan proyek tersebut. Pasalnya, proyek Meikarta belum mengantungi izin mendirikan bangunan (IMB), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), dan perizinan lainnya.
Selain itu, kata dia, berdasarkan informasi awal yang beredar Lippo akan membangun di atas lahan seluas 500 hektare. Jika itu dilakukan tanpa rekomendasi, akan berbenturan dengan Perda 12/2014.
Pasalnya, sambung Demiz, Pemprov Jabar tengah merencanakan pengembangan tiga kota metropolitan yaitu Bandung Raya, Cirebon Raya, dan Bodebekkapur (Bogor-Depok-Bekasi-Karawang-Purwakarta) yang akan menjadi kembaran Jakarta.
"Jadi perda ini mengatur tentang tata ruang Jabar. Mencegah pemanfaatn ruang yang sembarangan. Kalau Lippo membangun di lahan seluas 500 hektare (438 hektare), seolah-olah Lippo ini negara di dalam negara, dihuni 2 juta orang. Apa kata dunia," ujar Demiz.
Demiz juga mengungkapkan, pembahasan tentang proyek Meikarta dilakukan lagi setelah ada Keputusan Gubernur (Kepgub) ke DPMPTSP Jabar. Dalam pembahasan diketahui Lippo hanya membangun di atas lahan seluas 84,6 hektare sesuai IPPT yang dikeluarkan Bupati Neneng.
Itulah yang kemudian menjadi dasar dirinya memberikan RDC untuk proyek Meikarta.
Seusai persidangan, Demiz menjelaskan pernyataannya soal 'negara di dalam negara'. Ia menerangkan 'negara dalam negara', bermaksud mempertanyakan rencana pembangunan metropolitan, sementara pemerintah telah memiliki rencana lewat perda.
"Kan ada perdanya tentang metropolitan tapi kok tidak ada rekomendasi (dari Pemprov Jabar). Negara di dalam negara kan? Ya kulo nuwun, ada perdanya seperti itu yang bisa dikonfirmasikan. Kan tidak ada masalah apa-apa," ujar Demiz.
Disinggung apakah dirinya melaporkan masalah Meikarta ke Presiden Jokowi, Demiz mengaku pertemuan dengan Presiden Jokowi Itu terjadi saat kunjungan kerja di Muara Gembong pada 2017.
"Saya kasih tahu bahwa beberapa menteri di kabinet bapak dan juga parlemen sudah mulai bicara soal Meikarta. Saya kan tidak mau jawab, karena kan tak elok lah yah. Jadi dijelaskan, pak persoalannya begini. Makannya Pak Jokowi bilang saya sangat salut beliau sangat simpel cara berpikirnya. Sudah ikuti aturan dan prosedur yang berlaku," ujar Demiz.
Namun Demiz enggan menyebutkan nama-nama menteri dan juga anggota parlemen yang dimaksud itu secara lugas kepada wartawan.
"Sudah banyak (beritanya) tinggal buka saja ya. Ya, mungkin ada kepentingan-kepentingan yang juga mungkin baik, tapi saya tidak tahu. Sekarang pun saya sering ketemu, tidak ada masalah," ujarnya.
sumber: cnnindonesia