OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 03 April 2019

Berakhirnya Jokowi dan Antusiasme Rakyat Kepada Prabowo

Berakhirnya Jokowi dan Antusiasme Rakyat Kepada Prabowo


10BeritaSuasana nonton Bareng debat Calon Presiden di Markas Komando Ulama Untuk Pemenangan Prabowo Sandi (Kopasandi) riuh dengan suara tepuk tangan ketika Calon Presiden Nomor urut 02 memberikan visi-misi, Tanggapan dan pertanyaannya terhadap soal-soal debat. Suasana semakin riuh, ketika Prabowo “mengajarkan” kepada Jokowi tentang Pertahanan, keamanan, kedaulatan dan penguatan sistem pemerintahan serta pentingnya hubungan luar negeri.

 Debat itu memang sangat tidak imbang, apalagi Jokowi dalam persoalan pertahanan dan keamanan begitu sangat minim, juga tentang hubungan luar negeri yang hanya sekedar seremonial. Memang Jokowi sangat minim pengalamannya dalam hal ini.

 Suasana debat yang tidak berimbang itu menghasilkan wajah yang murung bagi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf. Beberapa wajah yang terlihat dari layar televisi, yang hadir duduk di deretan kursi paling depan, terlihat kecut, sepertinya ada perasaan tidak puas dengan penampilan Joko Widodo.

 Ketika sesi penyampaian visi misi, Prabowo dengan sangat tegas menyatakan akan berjuang untuk menjaga pancasila dan NKRI. Ketegasan itu datang dari berbagai isu dan tuduhan bahkan fitnah yang ingin merusak Prabowo. Di satu sisi dituduh sebagai "Islam Radikal yang akan mengganti Pancasila dengan Khilafah” disisi lain ia dianggap tidak faham Islam, tidak bisa jadi imam salat, tidak bisa baca Qur’an.

 Fitnah yang kontradiksi ini, membuat Prabowo dengan tegas menyatakan sikapnya sebagai penjaga Pancasila dan NKRI. Dan itu memiliki bukti yang nyata ketika ia masih berada di Militer. Pembelaannya terhadap Pancasila dan NKRI sangat luar biasa.

 Di sisi lain, Jokowi hanya menggambarkan visi dan misi yang normatif dan tidak memiliki sebuah nilai dalam percakapan elit bangsa. Karena itu ketika sesi debat dibuka, yang terekam dalam memori publik adalah sikap tegas versus ketidaktegasan karena ketegangan.

 Bahkan lebih jauh lagi, dari hasil debat itu, publik melihat ketidakmampuan Jokowi menjelaskam pikiran ideologis, filosofis, politik, dan hukum. Sementara dalam konsep membangun kekuatan pertahanan keamanan, birokrasi yang kuat dan hubungan luar negeri yang berwibawa, Jokowi kelihatannya tidak memiliki sebuah konsep yang jelas.

 Ketidakmampuan untuk menjelaskan tentang filosofis bernegara dan ketidakmampuan untuk mengungkapkan program pemerintah dalam bidang-bidang yang menjadi perhatian debat tersebut, sebanding dengan ketidakmampuan jokowi serta tidak adanya prestasi yang mencolok dari pemerintahan Jokowi tentang hal tersebut.

 Akibat dari semua kelemahan kekuasaan pemerintahan Jokowi selama satu periode itu, menghasilkan penurunan harga diri bangsa Indonesia di mata internasional, yang tersisa hanya “pujian maut” untuk merampas semua yang dimiliki oleh Negara, dari koorporasi swasta dan asing.

 Yang dibanggakan oleh Jokowi dan pendukungnya, hanya pujian dari Asing, yang tidak jelas dalam bidang apa pemerintahan Jokowi dipuji. Sementara pujian itu dijual di publik untuk kepentingan elektabilitas. Sedangkan kenyataan berbeda jauh. Yang hilang adalah trust, kepercayaan publik merosot tajam.

 Akhir Dari Jokowi

 Debat Capres keempat itu akan menjadi titik penting bagi peralihan besar untuk kemenangan Indonesia. Juga sebagai tawaran konsep kenegaraan yang jelas dari Prabowo kepada Rakyat Indonesia. Debat itu akan menjadi titik penentu bagi rakyat untuk memilih dan melabuhkan suaranya kepada Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 02 Prabowo Sandi.

 Point debat itu, memperlihatkan bahwa Prabowo sangat komprehensif dalam memahami konsep Negara, dari perspektif, kedaulatan, pertahanan dan keamanan, hubungan internasional dan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta birokrasi yang kuat. Sekaligus menjadi pemantapan bagi pemilih cerdas untuk menentukan pilihannya.

 Pemilih Undecided Voters dan Swing Voters, tengah menanti konsep yang jelas ini. Tentu ini menjadi titik balik dan peralihan besar, di mana ketika titik terendah kepercayaan kepada kekuasaan, muncul satu konsep yang integral untuk mengalihkan suara kepada Prabowo-Sandi.

 Debat Capres keempat itu juga merupakan akhir dari segala wacana publik yang mencari kelebihan Jokowi. Mengakhiri segala klaim dan keberhasilan yang dipuja-puji oleh buzzer kekuasaan. Mendeligitimasi pujian-pujian maut yang datang dari asing untuk mengelabui Indonesia.

 Hal inilah yang ditunggu oleh rakyat Indonesia. Sebuah pikiran besar, narasi besar untuk Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur. Sebuah cita-cita dan pandangan kenegaraan yang jelas, telah datang untuk menjawab segala kegundahan hati rakyat Indonesia dan memecahkan segala soal yang dikhawatirkan oleh bangsa Ini.

 Jelas, apa yang diinginkan oleh Prabowo adalah kedaulatan Indonesia di bidang Politik, Kemandirian Indonesia di bidang Ekonomi, kepribadian Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan nilai luhur bangsa. Sebuah pandangan kenegaraan yang diambil dari nadi bangsa yang menjadi filosfische groundslaag Indonesia Merdeka.

 Sementara Jokowi tidak bisa mengucapkan pikiran besar itu, kecuali ia mengungkapkan sebuah argumentasi yang teknis, bukan pikiran kebangsaan yang fundamental, melainkan hanya sebatas  pada persoalan teknis.

 Sungguh menyedihkan, seorang Capres tidak memiliki konsep berpikir kenegaraan. Ini saya sebut kemiskinan. Miskin ideologi, duafa intelektual, miskin narasi dan mengemis dalam persoalan ekonomi.

 Ketidakmampuan seorang Capres seperti itu, akan memberikan dampak buruk bagi kemajuan bangsa. Sebab bangsa yang maju, pertama-tama harus memahami ideologi dan konsep dasar serta cita-cita luhur bangsa.

 Jokowi menganggap cita-cita luhur itu, hanya pada sebatas fisik saja. Seperti membangun jalan tol dan lain-lain. Padahal bangsa yang besar, adalah bangsa yang menyadari akan sebuah sejarah dan pikiran serta falsafahnya.

 Jokowi tetaplah Jokowi. Ia hanya memahami negara dari bentuk fisiknya saja. Ia menganggap negara itu besar karena infrastruktur fisik, tapi pikiran ia tidak pedulikan. Ini menjadikan kita kehilangan identitas dan kepribadian Indonesia.

 Sebuah bangsa dengan infrastruktur yang besar, tapi dibangun diatas tumpukan hutang menggadaikan harga diri, memberikan jalan untuk asing memeras sumber daya adalah merupakan pemerintahan kolonial yang dihidupkan kembali. Sebab belanda ketika menjajah ia membangun infrastruktur, tapi semua kekayaan alam dikuras habis dan rakyat Indonesia menanggung derita kemiskinan.

 Inilah yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia saat ini. Menyediakan karpet merah untuk penjajah, melalui digitalisasi dan semua alat teknologi, tapi kita tidak sadar kekayaan dan uang negara mengalir begitu cepat ke luar negeri.

 Apakah hal seperti ini yang kita inginkan? Kalau ini terjadi, bukan hanya kita terancam miskin dan dikuasai oleh negara besar, tetapi harga diri dan martabat Indonesia akan turun ke derajat yang hina, hanya karena pemimpin yang doyan hutang dan tidak mengerti bagaimana menjaga kedaulatan negaranya sendiri.

 Akibat dari ketidakpahaman itu, maka terjadilah penyelengaraan negara secara serampangan dan amatiran , Kedaulatan terancam, investasi asing yang berjalan bersamaan dengan invasi.

 Seperti membanjirnya tenaga kerja Asing, itu merupakan ancaman kedaulatan dan awal dari invansi Negara-negara besar yang sedang disiapkan untuk mengepung Indonesia, melalui Laut Cina Selatan. Sementara pertahanan kita rapuh dalam menghadapi ancaman perang yang setiap saat bisa mengancam negara Indonesia.

 Invasi yang berkedok investasi, serta penguasaan sumber daya alam yang terus menerus membuat kekayaan Negara mengalir keluar negeri. Jokowi tidak punya argumentasi untuk menjaga semua kekayaan dan sumber daya yang dimiliki oleh negara.

 Tetapi dalam situasi bimbang Prabowo, memberikan satu optimisme dan jalan keluar yang sangat utuh, yang digali dari ideologi dan identitas nasional dengan semangat nasionalisme dan patriotism yang tinggi.

 Jokowi Menjadi Pengekor

 Jawaban-jawaban yang diucapkan oleh Jokowi untuk mencukupkan alasannya bukanlah sebuah pikiran Capres yang berpengalaman. Sebab apa yang diucapkan oleh Jokowi adalah pengulangan terhadap apa yang disampaikan oleh Prabowo. Orisinalitas pikiran memang tidak dimiliki oleh Jokowi dalam konsep yang utuh tentang Negara. Karena berkali-kali Jokowi hanya menjadi “pengekor”.

Jawaban yang dikemukakan oleh Jokowi terhadap berbagai persoalan yang diperdebatkan, sangat tidak substansial dan hanya sebatas pada memenuhi pertanyaan. Seharusnya seorang capres, yang selalu mengklaim diri sebagai orang yang berpengalaman, memiliki jawaban yang konkrit dan diperkuat oleh data-data yang valid dan terbaru.

 Tetapi, memang Jokowi sangat tidak memiliki satu pandangan yang jelas dan visinya untuk membangun pertahanan, keamanan, juga tidak ada. Apalagi dalam hubungan internasional, Jokowi bahkan alpa selama berkuasa menghadiri sidang sidang PBB. Bagaimana mau membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat, kalau sekedar hanya diplomasi senyum-senyum.

 Karena ketidakpahaman terhadap masalah kenegaraan ini, maka jawaban Jokowi pada saat debat adalah mengulang sekaligus memperkuat pandangan Prabowo. Hal itu justru memperlihatkan Jokowi tidak memiliki konsep dan pengalaman dalam menyelenggarakan Negara untuk memperkuat pertahanan, keamanan, kedaulatan, hubungan luar negeri dan penguatan kelembagaan.

 Jadi dengan debat tersebut, Jokowi seakan-akan mengakui, bahwa Prabowo memang pantas untuk memperbaiki kondisi dan keadaan Negara yang sedang dalam kondisi lemah, akibat pengelolaan Negara yang keliru.

 Kemenangan Prabowo

 Debat itu merupakan kemenangan besar bagi Prabowo untuk mengalihkan dukungan masyarakat kepada dirinya. Bukan hanya itu, Debat itu, menjadi titik balik penemuan kembali semangat patriotism dan Nasionalisme Indonesia yang murni.

 Dengan debat itu saja, public bisa membaca pikiran-pikiran besar Indonesia yang tertimbun oleh narasi perpecahan yang terjadi hampir 5 tahun Jokowi berkuasa. Konkritnya adalah masyarakat mulai menyadari kelemahan-kelemahan kepemimpinan Jokowi, sehingga membuat birokrasi menjadi korup, Negara menjadi “miskin”. Miskin narasi, Duafa intelektual, dan kealpaan dalam segala bidang.

 Maka, keadaan tersebut mendorong masyarakat untuk mengerakkan kekuatan yang dimilikinya untuk memenangkan Prabowo-Sandi. Contoh konkrit lapangan telah memperlihatkan, bagaimana rakyat ingin sekali ada perubahan yang membawa bangsa ini maju.

 Setiap kali kunjungan dan kampanye akbar Prabowo Sandi, terlihat jelas, people power membludak. Ratusan ribu massa berkumpul di berbagai tempat. Seperti di Palembang, Wong Kito, memberikan sinyal yang paling dahsyat, bahwa Prabowo adalah Harapan mereka. Di Bandung, di Bogor, disemua tempat hysteria massa tak bisa dibendung.

 Pengaruh perubahan memang ada siklusnya, dan rakyat menemukan chemistrynya, siapa yang bisa mereka percaya. Prabowo dan Sandiaga Uno adalah merupakan siklus baru dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Itulah yang mendorong kaki masyarakat untuk berbondong-bondong datang meramaikan kampanye akbar dan kunjungan Capres dan Cawapres Prabowo-Sandi dengan sukarela bahkan memberikan sumbangan kepada Paslon 02.

 Kunjungan Sandiaga Uno dan Kampanye Terbuka di berbagai tempat membuka sebuah kebuntutan dan membongkar kedok survey yang tidak berimbang. Sebab massa yang membludak dengan antusiasme dan pengorbanan rakyat, sungguh sangat mengharukan.

 Sementara lembaga survey, tidak melihat realitas itu, mereka hanya menjadi penghitung elektabilitas petahana yang sebenarnya diambang kekalahan. Data disembunyikan sekuat apapun, tapi kenyataan lapangan tidak bisa dibohongi, ini adalah titik balik untuk Indonesia menang, Adil dan Makmur.

 Salam terakhir

 Tanda-tanda kekalahan semakin nampak, kondisi rill di lapangan memperlihatkan kekuatan perubahan, sementara kecemasan sedang menyelimuti Jokowi dan timnya.

 Situasi keterpurukan itu membuat Jokowi Dalam Clossing Statement berbicara secara lunak, sepertinya ia ingin mengucapkan kata "perdamaian" Untuk mengungkapkan bahwa dirinya telah berada diambang kekalahan.

 Padahal sebelumnya Jokowi sudah mulai "tegas" hingga "marah-marah". Suatu perasaan frustasi yang memuncak, tetapi masih berharap bisa selamat.

 Namun, semua langkah dan tindakan tidak memberikan ruang bagi Jokowi untuk meraih kekuasaan kembali. Ketika ungkapan lunak itu disampaikan, disambut dengan sikap merangkul oleh Prabowo.

 Dengan penuh keheranan, Prabowo mengajak balik Jokowi untuk bersahabat, tetapi biarlah rakyat yang menetukan pilihan mereka untuk bangsa dan negaranya.

 Wallahualam bis shawab.

 Penulis: Dr. Ahmad Yani SH., MH.

sumber: portal islam