Kartu Prakerja Jokowi Dikritik: Guru Honorer Banyak yang Belum Dibayar
Kartu Prakerja yang dijanjikan Jokowi dinilai tak menyelesaikan masalah. Sumber anggarannya tak jelas.
Debat Ke IV Pilpres, Joko Widodo,
Capres no urut 01, Joko Widodo (kiri) bersama Iriana Jokowi sebelum berangkat ke Debat Ke IV Pilpres 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Sabtu, (30/3). Foto: Dok. Istimewa
10Berita, Centre of Reform on Economics (Core) menilai program Kartu Prakerja yang tengah dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak efektif menyelesaikan akar persoalan yang sebenarnya.
Kartu tersebut akan diberikan kepada para pencari kerja lulusan SMA, SMK, perguruan tinggi, hingga pekerja yang terkena PHK. Dengan kartu tersebut, Jokowi menjanjikan akan memberikan pelatihan dengan meningkatkan keterampilan para pencari kerja.
Jokowi tak merinci wadah pelatihan yang disiapkan, apakah semacam Balai Latihan Kerja (BLK). Namun yang menuai sorotan, selama menjalani pelatihan, para pencari kerja akan diberi insentif. Namun, pemberian dana tersebut terbatas sekitar 6 bulan.
Ekonom Core Indonesia, Akhmad Akbar Susamto menilai ada persoalan utama yang seharusnya dapat ditangkap oleh pemerintah. Ia bilang, akar persoalannya adalah membuka lapangan pekerjaan.
Menurut Akhmad, jauh lebih penting Jokowi merancang program untuk membuka lapangan pekerjaan selebar-lebarnya, dibanding memberikan Kartu Prakerja bagi calon pencari kerja.
Ia memperkirakan, saat nantinya Jokowi telah resmi menerapkan Kartu Prakerja malah akan ada masalah-masalah baru. Pertama terkait sumber anggaran.
"Anggaran dari mana? Sampai sekarang aja banyak tenaga kerja pegawai honorer saja belum terbayar kok. Realistis itu ya, berapa banyak guru-guru honorer yang demo-demo itu mereka aja belum terbayar, padahal itu jelas-jelas di depan mata," katanya saat ditemui di Hongkong Cafe, Jakarta, Selasa (9/4).
Masalah selanjutnya yang akan timbul adalah penyerapan tenaga kerja. Sebab, saat pemilik Kartu Prakerja telah merasakan bantuan bulanan dari pemerintah, maka mereka akan cenderung lebih memilih-milih pekerjaan.
Kata Akhmad, program serupa pernah dilakukan di beberapa negara maju, seperti Finlandia. Hanya saja, program tersebut tidak berjalan dengan baik.
"Pengalaman di banyak negara itu tidak kemudian mereka lebih cepat mendapat pekerjaan karena mereka kemudian akan lebih pilih-pilih," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Jokowi menargetkan dengan pengaplikasian Kartu Prakerja, pada tahun 2020 ada 2 juta orang akan dipekerjakan. Program ini juga dianggap mempersiapkan kualitas SDM agar dapat bersaing baik di tingkat nasional maupun internasional.
"Sesudah keluar training, belum dapat pekerjaan, akan diberikan namanya intensif honor sampai dapat kerja, dalam kurun waktu tertentu," ucap Jokowi.
Sumber: kumparsk
Kartu Prakerja yang dijanjikan Jokowi dinilai tak menyelesaikan masalah. Sumber anggarannya tak jelas.
Debat Ke IV Pilpres, Joko Widodo,
Capres no urut 01, Joko Widodo (kiri) bersama Iriana Jokowi sebelum berangkat ke Debat Ke IV Pilpres 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Sabtu, (30/3). Foto: Dok. Istimewa
10Berita, Centre of Reform on Economics (Core) menilai program Kartu Prakerja yang tengah dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak efektif menyelesaikan akar persoalan yang sebenarnya.
Kartu tersebut akan diberikan kepada para pencari kerja lulusan SMA, SMK, perguruan tinggi, hingga pekerja yang terkena PHK. Dengan kartu tersebut, Jokowi menjanjikan akan memberikan pelatihan dengan meningkatkan keterampilan para pencari kerja.
Jokowi tak merinci wadah pelatihan yang disiapkan, apakah semacam Balai Latihan Kerja (BLK). Namun yang menuai sorotan, selama menjalani pelatihan, para pencari kerja akan diberi insentif. Namun, pemberian dana tersebut terbatas sekitar 6 bulan.
Ekonom Core Indonesia, Akhmad Akbar Susamto menilai ada persoalan utama yang seharusnya dapat ditangkap oleh pemerintah. Ia bilang, akar persoalannya adalah membuka lapangan pekerjaan.
Menurut Akhmad, jauh lebih penting Jokowi merancang program untuk membuka lapangan pekerjaan selebar-lebarnya, dibanding memberikan Kartu Prakerja bagi calon pencari kerja.
Ia memperkirakan, saat nantinya Jokowi telah resmi menerapkan Kartu Prakerja malah akan ada masalah-masalah baru. Pertama terkait sumber anggaran.
"Anggaran dari mana? Sampai sekarang aja banyak tenaga kerja pegawai honorer saja belum terbayar kok. Realistis itu ya, berapa banyak guru-guru honorer yang demo-demo itu mereka aja belum terbayar, padahal itu jelas-jelas di depan mata," katanya saat ditemui di Hongkong Cafe, Jakarta, Selasa (9/4).
Masalah selanjutnya yang akan timbul adalah penyerapan tenaga kerja. Sebab, saat pemilik Kartu Prakerja telah merasakan bantuan bulanan dari pemerintah, maka mereka akan cenderung lebih memilih-milih pekerjaan.
Kata Akhmad, program serupa pernah dilakukan di beberapa negara maju, seperti Finlandia. Hanya saja, program tersebut tidak berjalan dengan baik.
"Pengalaman di banyak negara itu tidak kemudian mereka lebih cepat mendapat pekerjaan karena mereka kemudian akan lebih pilih-pilih," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Jokowi menargetkan dengan pengaplikasian Kartu Prakerja, pada tahun 2020 ada 2 juta orang akan dipekerjakan. Program ini juga dianggap mempersiapkan kualitas SDM agar dapat bersaing baik di tingkat nasional maupun internasional.
"Sesudah keluar training, belum dapat pekerjaan, akan diberikan namanya intensif honor sampai dapat kerja, dalam kurun waktu tertentu," ucap Jokowi.
Sumber: kumparsk