MEMBUKA TABIR KEPALSUAN
MEMBUKA TABIR KEPALSUAN
Oleh: Fahri Hamzah*
Seandainya mudah membaca hati orang, tentu seluruh rakyat negeri ini akan memilih @prabowo !
Musuh-musuh mantan prajurit ini menggunakan apa yang nampak luar sebagai fitnah:
Tegas ditulis kejam.
Spontan ditulis emosional.
Orator ditulis diktator. Dll.
Dan karena kita tak mampu membaca warna hati itulah kita salah pilih dan menyesal.
Tukang permak citra menjadi konsultan memutar balik fakta:
Bodoh dibilang sederhana.
Lemah dibilang rendah hati.
Bohong dibilang dinamika.
Semua Asal Bapak Senang..!
Masak kita gak boleh bicara jujur tentang presiden kita? #DebatKeempatCapres2019 telah secara telanjang menjelaskan kapasitas dan kemampuannya. Semua seperti belum dipahami atau baru dibaca jadi salah. 4,5 apa kurang lama untuk ambil kesimpulan?
Petahana selalu mengatakan kecepatan, “kita harus cepat, kompetisi masa depan bukan antara negara besar dan kecil tapi antara negara cepat dan lambat....”. faktanya kita lambat sehingga nyaris tak ada yg kita capai secara baik...kita makin tertinggal.
Presiden kalau bicara kelihatan lambat. Bukan karena yang diucapkan ya mendalam. Tapi karena sulit memahami konsep2 yang sederhana; kesalahan paling mendasar adalah reduksi konsep negara menjadi konsep kota. Indonesia dibayangkan sebagai kota bukan negara.
Maka, waktu bertanya kepada @prabowo petahana ingin ambil untung dengan bertanya soal #MallPelayananPublik yang ia berharap prabowo gak paham. Ini kelanjutan pertanyaan TPID (Tim pengendalian inflasi daerah) yg ditanyakan dalam debat capres 2014. Padahal itu bukan isu presiden.
Kalau @prabowo jahat, ia bisa tanya istilah2 khusus dalam dunia militer. Tapi buat apa? Ini kan debat tentang isu2 negara dan bagaimana seorang presiden menyelesaikan seluruh persoalan yang ada salam sekala negara. Apakah ia punya presidensial material?
Seandainya mudah membaca hati orang, tentu seluruh rakyat negeri ini akan memilih @prabowo !— #2019WAJAHBARU (@Fahrihamzah) 31 Maret 2019
Musuh2 mantan prajurit ini menggunakan apa yang nampak luar sebagai fitnah:
Tegas ditulis kejam.
Spontan ditulis emosional.
Orator ditulis diktator. Dll.#16HariLagi02Menang
(dari twit @fahrihamzah)Dan karena kita tak mampu membaca warna hati itulah kita salah pilih dan menyesal.— #2019WAJAHBARU (@Fahrihamzah) 31 Maret 2019
Tukang permak citra menjadi konsultan memutar balik fakta:
Bodoh dibilang sederhana.
Lemah dibilang rendah hati.
Bohong dibilang dinamika.
Semua Asal Bapak Senang..!#16HariLagi02Menang
Sumber: portPo Islam