OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 26 April 2019

Surat Suara Dibakar: Beda Keterangan Polri dan KPUD Papua

Surat Suara Dibakar: Beda Keterangan Polri dan KPUD Papua

Polri akan mengusut penyebar video pembakaran surat suara di Tingginambut, Papua.



Petugas melakukan pendistribusian logistik Pemilu 2019 di Kampung Kayu Pulo, Jayapura, Papua, Selasa (16/4/2019).

10Berita, oleh Bambang Noroyono, Mabruroh, Dian Erika Nugraheny, Dessy Suciati Saputri

"Selamat siang inilah tempat pembakaran kotak suara maupun surat suara di distrik Tingginambut. Masyarakat melaksanakan pembakaran. Tolong teman-teman viralkan di medsos. Ini pelaksanaan Pilpres 2019 terburuk dalam sejarah. Di Kabupaten Puncak Jaya tidak ada pilpres. Di desa-desa, di distrik-distrik semuanya surat suara diikat jadi satu oleh seorang Bupati, dikasikan ke bapak Jokowi. Ini namanya gak adil pilpres macam apa. Tidak ada pilpres cuma ada pileg. Pilpresnya diikat jadi satu. Dikasihkan ke bapak Jokowi. Memang dalam kecurangan ini gimana info bisa makmur dan maju kalau pilpresnya kaya gini. Ini penuh dalam kecurangan. Mama-mama angkat surat suara ke distrik dia akan buang."

Beredar video di media sosial berdurasi 05.07 menit yang berisi narasi seorang pria mengklaim masyarakat membakar suarat suara Pilpres 2019. Video itu belakangan menjadi viral lantaran dikaitkan dengan adanya dugaan kecurangan pelaksanaan pemilu di Papua.

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Papua membenarkan adanya aksi pembakaran surat suara Pemilu 2019 yang terjadi di Puncak Jaya, Papua. Ketua KPUD Papua Theodorus Kossay mengatakan, aksi pembakaran tersebut melanggar hukum.

“Pembakaran itu benar. Dan kita sedang minta teman-teman di Puncak Jaya untuk melaporkan apa yang terjadi,” ujar Theodorus saat dihubungi Republika dari Jakarta, pada Rabu (24/4).

Menurut Theodorus, informasi yang sampai ke KPUD Papua sementara ini, hanya dapat memastikan surat suara yang dibakar itu terjadi pada Selasa (23/4). Ia menerangkan, bukan cuma surat suara yang dibakar, properti penyelenggaraan pemilu lainnya, seperti kotak suara yang terbuat dari kertas kardus, pun ikut dibakar.

Soal surat suara, kata Theodorus, adalah surat suara sah yang sudah terpakai atau tercoblos usai pemilu digelar pada 17 April lalu. “Itu surat suara yang sudah terpakai (tercoblos),” sambung Theodorus.

Ia menganggap aksi pembakaran tersebut perbuatan yang melanggar hukum. “Karena sekarang ini kan kita masih rekapitulasi hasil pemilu. Tidak boleh itu dibakar,” sambung dia.

Masih menurut laporan internal, kata Theodorus, pembakaran kotak dan surat suara tersebut, tak berasal dari satu tempat pemungutan suara (TPS). Melainkan kata dia, kotak dan surat suara dari banyak kelurahan dan distrik yang dikumpulkan pada satu tempat lalu sengaja dibakar.

Meski Theodorus menganggap aksi pembakaran kotak dan surat suara itu melanggar hukum, ia belum mau berspekulasi tentang siapa aktor dibalik pembakaran tersebut. “Komunikasi ke sana (Puncak Jaya) sulit. Tetapi kita sudah minta teman-teman di Puncak Jaya melaporkan secepatnya. Kita akan cari tahu siapa yang membakar,” ujar dia.

Di Jakarta, Mabes Polri pun membenarkan aksi pembakaran kotak dan surat suara di Puncak Jaya. Namun, berbeda dari keterangan Theodorus, Juru Bicara Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada wartawan menyampaikan, kotak dan surat suara yang dibakar merupakan logistik Pemilu 2019 yang sudah tak lagi terpakai.

“Kejadiannya, dibakar karena sisa-sisa logistik pemilu yang tidak dipakai,” ujarnya di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/4).

Dedi menerangkan, di sejumlah daerah pemilihan Papua dengan sistem pencoblosan yang khusus, yakni pola noken, membuat sisa logistik pemilu menjadi masif. Pencoblosan dengan cara noken, memberi kewenangan kepada pemangku adat atau orang yang ditunjuk sebagai tetua untuk mencoblos banyak surat suara mewakili pemilih di wilayahnya. Penerapan sistem noken di Papua, berada di 12 kabupaten, salah satunya di Puncak Jaya.

Menurut Dedi, untuk menghindari penyalahgunaan surat suara dari sisa pencoblosan dengan cara noken, ia membenarkan aksi pembakaran tersebut dilakukan. “Logistik pemilu yang tidak dipakai cukup banyak di Papua. Sehingga dimusnahkan biar tak terjadi penyalahgunaan oleh orang-orang tertentu,” ujar dia.

Dedi menegaskan, pembakaran logistik tersebut sudah berdasarkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). “Itu hasil keputusan dari KPUD setempatdan ada berita acara pemusnahan,” kata Dedi, dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (25/4).

Terkait pembakaran tersebut, menurut Dedi, logistik pemilu yang penting sudah diamankan dan berada di kantor KPU Mulia di Kabupaten Puncak Jaya. Artinya kata dia, dokumen yang dibakar oleh masyarakat di depan Kantor Distrik Tinggi Nambut merupakan dokumen Pemilu yang sudah tidak dibutuhkan lagi.

“Dan (pembakaran) ini sudah dibuatkan berita acara pemusnahannya, hal ini dilakukan adalah untuk mencegah penyalahgunaan dokumen sisa pemilu,” terang Dedi lagi.

Mabes Polri akan menyelidiki akun penyebar video tentang peristiwa pembakaran kotak dan surat suara yang kini viral di media sosial. Menurut Dedi, penyebar video tersebut berpotensi melanggar UU ITE yang diaggap berkonten bohong dan provokasi.

“Itu (penyebar video) bisa dijerat UU ITE kepada pemilik akun yang menyebarkan berita hoaks dan yang tidak sesuai fakta,” kata Dedi.

Menurut Dedi, narasi yang ada dalam video tersebar, tak benar dan berpotensi pidana lantaran menyebarkan kebohongan. “Dari hasil pendalaman Direktur Kriminal Khusus akan melakukan investigasi terhadap akun-akun yang menyebarkan informasi (pembakaran) tersebut,” sambung Dedi.

Ketua PPD Tingginambut Ekison Wanimbo dan Ketua Panwas, Utius Game mengklarifikasi informasi yang tersebar di media sosial bahwa Distrik Tingginambut tidak melaksanakan pemilu, adalah tidak benar. Pemilu di Papua terlaksana sebagaimana jadwal nasional yakni Rabu 17 April 2019 dan selesai sesuai jam nasional dengan aman.

“Berita acara tingkat PPD, C1 plano, C1 KWK serta rekapan penting lainnya semuanya kita sudah amankan. Pada saat ini kami sedang melakukan rekapan, yang kami tinggalkan hanya kertas-kertas yang sudah tidak dibutuhkan lagi. Sekali lagi kami tegaskan berita yang keluar di media sosial itu tidak benar,” kata Ekison.



Warga binaan Lapas Abepura mengikuti pencoblosan Pemilu 2019 susulan di TPS 66 dan 65, Lapas Abepura, Jayapura, Papua, Kamis (18/4/2019).
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra, mengatakan, pihaknya sedang menginvestigasi dugaan pembakaran kotak dan surat suara di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua. "Sekarang sedang diinvestigasi siapa pelaku pembakaran, berapa TPS kotak dan surat suara yang dibakar," ujar Ilham dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/4).

Ilham mengatakan, pihaknya sudah melakukan konfirmasi ke KPU Puncak Jaya melalui KPU Provinsi Papua. Berdasarkan konfirmasi tersebut, kata Ilham, kasus tersebut terjadi pada 23 April 2019 di distrik Tingginambut.

"Saya sudah konfirmasi ke Ketua KPU Papua. Kejadian terjadi kemarin Tanggal 23 April 2019, di distrik Tiginambut. Pemilu berjalan lancar, kotak suara sudah disimpan di kantor distrik. Menurut pengakuan Ketua KPU Puncak Jaya via Ketua KPU Papua," lanjut Ilham.

Saat ini, KPU masih menunggu hasil investigasi dari KPU Puncak Jaya untuk mengambil langkah selanjutnya. "Kami masih menunggu informasi lanjutan dari KPU Puncak Jaya," tambahnya.

Pihak Istana juga memberikan tanggapannya terkait video pembakaran kotak dan surat suara di Kantor Kecamatan Tingginambut, Papua. Menurut Deputi V Kepala Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani, kotak dan surat suara yang dibakar tersebut merupakan kertas suara yang tidak terpakai.

Karena itu, untuk menghindari penyalahgunaan kertas suara, petugas KPUD Puncak Jaya pun memusnahkannya. Proses pemusnahan kertas suara yang direkam dalam video itupun seolah-olah menunjukkan proses pemungutan suara di Tingginambut berjalan tidak aman.

"Yang dibakar itu dokumen yang tidak diperlukan lagi, agar tidak disalahgunakan," kata Jaleswari, dikutip dari siaran resmi yang diterima, Rabu (24/4).

Ia pun mengaku telah mengonfirmasi soal hal tersebut kepada petugas di daerah. Menurutnya, dokumen-dokumen penting sudah diamankan ke kantor KPU Mulia, Puncak Jaya untuk dilakukan rekapitulasi.

Jaleswari menjelaskan, pemilu di distrik Tingginambut menggunakan sistem noken yang tidak membutuhkan kertas suara. Penggunaan sistem ini telah disahkan Mahkamah Konstitusi beberapa tahun lalu.

Puncak Jaya merupakan satu dari 12 kabupaten yang diizinkan menggunakan sistem noken itu. Ia pun menduga unggahan video itu dimaksudkan untuk mengacaukan dan mendelegitimasi kerja para penyelenggara pemilu.

"Sepertinya mereka ingin membuat isu di Tingginambut tidak aman padahal ini wilayah yang aman dan baik-baik saja selama pemilu" katanya.

Sumber: Republika

Related Posts: